Media daring dan medsos telah menggeser posisi media massa, seperti koran, televisi, dan radio, sebagai sumber informasi publik. Namun, publik yakin, satu dekade ke depan, media massa tetap eksis jadi sumber informasi
Oleh
BI Purwantari/ Litbang Kompas
·5 menit baca
Dalam dua tahun terakhir, pertumbuhan pengguna internet di Indonesia mencapai 10, 12 persen (APJII, 2018). Pada 2017, pengguna internet berjumlah 143,26 juta jiwa. Setahun kemudian, jumlahnya meningkat menjadi 171,17 juta jiwa atau 64,8 persen dari total populasi. Angka penetrasi internet tersebut membawa implikasi kepada posisi media massa konvensional, seperti koran, televisi, dan radio.
Saat ini, media daring dan media sosial menjadi pilihan publik yang berpotensi besar menggeser posisi media konvensional sebagai sumber informasi. Hasil jajak pendapat Kompas pekan lalu mengungkapkan, televisi dan media daring sama-sama yang paling dipilih oleh responden jika hendak memperoleh informasi paling aktual. Tiga dari sepuluh responden menyatakan hal tersebut. Berada di urutan berikutnya adalah media sosial, koran, dan terakhir radio.
Meskipun demikian, jika menyangkut informasi yang dapat dipercaya, televisi masih menjadi pilihan hampir separuh responden. Sebanyak 46,3 persen publik memilih televisi sebagai sumber informasi akurat. Berikutnya berturut-turut adalah media daring (24,8 persen), media sosial (13,9 persen), dan koran (10,4 persen).
Gambaran ini juga berlaku saat ini ketika kasus virus korona merebak. Separuh lebih responden menyandarkan informasi tepercaya tentang penyebaran virus tersebut dari televisi. Sementara itu, media daring dipilih oleh 20 persen responden dan media sosial diandalkan oleh 14,3 persen dan koran hanya dipilih oleh 3,5 persen responden.
Terkait fungsi sumber informasi mendalam dan lengkap, saat ini televisi (36,7 persen) dan media daring (32,2 persen) juga relatif yang paling diandalkan publik. Sementara media sosial dan koran dipilih oleh berturut-turut 18,1 persen dan 9,4 persen.
Fungsi hiburan tampaknya tetap melekat kepada medium layar kaca, seperti yang juga diungkap beberapa survei Kompas. Hampir separuh responden menyepakati hal tersebut. Namun, media sosial saat ini menyalip posisi media daring untuk memenuhi kebutuhan hiburan bagi publik. Sebanyak 28,5 persen responden memilih media sosial jika ingin memperoleh hiburan. Platform Twitter, Facebook, Whatsapp, dan Instagram tak sekadar menjadi sumber informasi, tetapi juga medium yang menghibur.
Pilihan generasi
Teknologi digital juga ikut menciptakan sebuah generasi dengan pola perilaku bermedia yang berbeda dari generasi lainnya. Mereka yang lahir tak lama setelah Perang Dunia II berakhir masih punya keterikatan dengan media massa, seperti koran, radio, dan televisi. Generasi Baby Boomer (kelahiran 1960 ke bawah) dan Generasi X (kelahiran 1961-1980) hingga saat ini juga masih memperlihatkan pola bermedia yang tak banyak berubah.
Hasil jajak pendapat menunjukkan, Gen X dan Baby Boomer tetap menjadikan media televisi dan dalam beberapa hal juga koran sebagai sumber informasi yang paling dipercaya dan mendalam. Bagi dua generasi ini, proses mediasi yang berlapis di media konvensional dapat menjamin akurasi dan kedalaman informasi yang disebarkan.
Sebaliknya, bagi generasi yang lahir setelah tahun 1980-an, media daring dan bahkan media sosial dijadikan sebagai pilihan utama mendapatkan informasi terbaru dan tepercaya. Hasil jajak pendapat mengungkapkan, terdapat 42,2 persen responden dari Gen Y/milenial (26-39 tahun) memilih media daring sebagai sumber informasi aktual. Sementara Gen Z (<26 tahun) memilih media sosial.
Kedua generasi ini memiliki sedikit perbedaan pilihan media ketika berkaitan dengan kebutuhan akan akurasi dan kedalaman informasi. Gen Y cenderung lebih memilih televisi (38,8 persen) sebagai media yang dapat dipercaya, sedangkan Gen Z memilih media daring (41,4 persen). Bahkan, media sosial (26,1 persen) menjadi pilihan kedua Gen Z, sementara Gen Y cenderung menjadikan media daring (31,9 persen) sebagai pilihan kedua sumber informasi tepercaya.
Tak hanya informasi tepercaya, Gen Y (43,1 persen) dan Gen Z (55,9 persen) juga menjadikan media daring dan media sosial sebagai pilihan utama untuk memperoleh informasi mendalam. Kedua generasi juga sama-sama mengandalkan media sosial sebagai sumber mereka memperoleh hiburan, Gen Y (45,6 persen) dan Gen Z (52,3 persen).
Gambaran ini sejalan dengan hasil survei APJII 2018 yang menunjukkan penetrasi internet terhadap penduduk usia muda yang sangat tinggi. Sebanyak 91 persen penduduk remaja usia 15-19 tahun telah menggunakan internet saat ini. Alasan utama mereka menggunakan internet adalah berkomunikasi melalui pesan, menggunakan media sosial, dan menonton film/video.
Nilai-nilai
Kecepatan dan kedalaman informasi serta fungsi menghibur yang didapat dari media daring dan media sosial tampaknya belum bisa menghilangkan fungsi penyebaran nilai-nilai demokrasi dan toleransi yang selama ini dilakukan media konvensional. Serupa dengan Gen X dan Baby Boomer, Gen Y dan Gen Z mengakui bahwa media konvensional lebih berperan dalam menyebarkan nilai demokrasi dan toleransi dibandingkan media sosial atau bahkan media daring.
Hasil jajak pendapat memperlihatkan, 33,6 persen Gen Y menyebut televisi dan koran (20,7 persen) sebagai media yang paling berperan menyebarkan nilai demokrasi dan toleransi. Sementara Gen Z menyebutkan televisi dan media sosial (28,8 persen) sama berperan, serta koran (17,2 persen) dalam menanamkan demokrasi dan toleransi.
Pandangan ini bisa jadi berkaitan dengan ujaran kebencian dan kabar bohong yang mudah menyebar melalui media sosial. Kedua bentuk informasi tersebut pada gilirannya berpotensi menggerus nilai toleransi dan mengancam demokrasi. Kondisi selama Pemilu 2019 dapat menjadi ilustrasi. Tidak itu saja, bahkan saat ini pun media sosial kerap digunakan untuk menyebarkan berita bohong, seperti kasus hoaks terkait penyebaran virus korona.
Opini terhadap media sosial di dalam jajak pendapat ini juga menunjukkan sebagian publik belum melihat media sosial berperan mencerdaskan masyarakat. Di isu ini, publik cenderung terbelah. Meskipun 42 persen responden menyebut media sosial memberi informasi mencerdaskan, tetapi ada hampir 40 persen responden yang berpendapat sebaliknya.
Lantas bagaimana peran media massa/pers di masa datang dengan adanya tantangan dari digitalisasi media ini? Sebagian besar responden tetap yakin dalam satu dekade ke depan media massa/pers akan tetap bisa diandalkan sebagai sumber informasi tepercaya. Keyakinan tersebut boleh jadi berkaitan dengan proses produksi informasi di media konvensional yang melalui proses pengeditan berlapis.
Sebaliknya, media sosial yang memungkinkan setiap individu memproduksi dan menyebarkan informasi tanpa proses saring berpeluang besar menghasilkan informasi yang tidak akurat. Hasil jajak pendapat menunjukkan separuh lebih responden meragukan informasi di media sosial dalam satu dekade ke depan akan lebih mencerdaskan masyarakat dibandingkan dengan media massa/pers.
Apresiasi publik juga diberikan kepada media massa/pers yang selama ini dinilai telah mengutamakan produksi informasi untuk kepentingan publik ketimbang kepentingan para pemiliknya. Fungsi ini menjadikan media massa masih menegakkan dirinya sebagai pilar keempat proses demokrasi. Fungsi inilah yang perlu terus dijaga media massa/pers di tengah serbuan media sosial.