Usulan Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Keadilan Sejahtera agar DPR menggunakan hak angket dalam kasus Jiwasraya masih terganjal. Bamus DPR belum membahasnya dan mengagendakan usulan tersebut dibawa ke paripurna DPR
Oleh
Agnes Theodora dan Danang David Aritonang
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Usulan hak angket kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) di Dewan Perwakilan Rakyat berpotensi kandas sebelum digulirkan. Muncul opsi dari fraksi-fraksi koalisi partai pendukung pemerintah untuk menahan usulan itu di tahap rapat badan musyawarah agar tidak berlanjut sampai pengambilan keputusan di rapat paripurna.
Usulan hak angket Jiwasraya sudah disampaikan 104 anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera ke pimpinan DPR sejak 4 Februari 2020. Namun, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, Minggu (9/2/2020) mengatakan, sampai hari ini usulan hak angket Jiwasraya belum dibahas di rapat pimpinan (rapim).
Dengan demikian, usulan itu belum bisa dibahas di rapat badan musyawarah (bamus) dan rapat paripurna yang menjadi forum pengambilan keputusan terakhir. “Mungkin baru akan dibahas (di rapim) pekan depan,” katanya, kemarin.
Usulan itu belum bisa dibahas di rapat badan musyawarah (bamus) dan rapat paripurna yang menjadi forum pengambilan keputusan terakhir
Pada rapat bamus dan paripurna terakhir pekan lalu, 6 Februari 2020, usulan hak angket Jiwasraya juga tidak dibahas. Rapat hanya membahas pengesahan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia atau IA-CEPA. Fraksi Partai Demokrat dan PKS selaku pengusul pun berulang kali mengingatkan lewat interupsi agar usulan angket itu segera ditindaklanjuti.
“Saya pikir masalah yang sudah sangat menghentak yaitu mega skandal Jiwasraya harus segera dituntaskan terang benderang agar tidak ada syakwasangka. Kami mohon secepatnya diagendakan dan ditindaklanjuti,” kata anggota Fraksi Partai Demokrat Sartono.
Fraksi pengusul berpendapat, panja saja tidak cukup untuk menyelidiki kasus Jiwasraya sampai tuntas. Apalagi, di tengah adanya dugaan aliran dana untuk kepentingan politik. Sebagaimana pernah diungkit Ketua Umum Partai Demokrat yang juga Presiden Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono lewat akun resmi Facebook miliknya, 27 Januari 2020 lalu, ada dugaan aliran dana itu mengalir untuk biaya Pemilu 2019.
‘Pertarungan’ untuk meloloskan usulan angket Jiwasraya akan dimulai sejak tahap rapat bamus. Bamus adalah forum pengambilan keputusan yang melibatkan pimpinan DPR dan seluruh pimpinan fraksi di DPR. Bamus berwenang menetapkan agenda DPR, termasuk mengagendakan rapat paripurna untuk membahas usulan hak angket.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan, pihaknya akan mengajukan opsi agar semua fraksi bermusyawarah terlebih dahulu di bamus dan menahan usulan itu agar tidak perlu dilanjutkan ke rapat paripurna. Menurutnya, untuk sementara ini, Jiwasraya cukup ditangani lewat panitia kerja (panja) di tiga komisi yang sudah berlangsung.
“Kita minta pemerintah buat rencana aksi yang detail, dan memenuhi rencana-rencana itu, seperti tahap pengembalian uang nasabah dan penegakan hukum. Kalau dalam sekian waktu parameter itu tidak terpenuhi, baru kita gulirkan pansus angket. Jadi bukan berarti menutup pansus, tetapi yang jelas tidak sekarang,” katanya.
Arsul mengatakan, kalau usulan angket Jiwasraya diteruskan di paripurna dan diputuskan lewat voting dan kalah suara, usulan itu bisa kandas dan tidak bisa digulirkan lagi. Itu karena Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib mengatur, usulan angket yang ditolak di rapat paripurna, tidak bisa lagi diajukan di kemudian hari.
“Kalau dibawa ke paripurna, akan win and lose, opsi pansus tidak akan pernah bisa ada lagi, kecuali kita (fraksi partai pemerintah) ada yang berbalik. Kalau dimusyawarahkan di bamus, bukan berarti menolak pansus, hanya tidak dipergunakan dulu, besok-besok bisa diusulkan lagi,” kata Arsul.
Beberapa fraksi partai pemerintah awalnya sempat mendukung pembentukan pansus Jiwasraya, tetapi berubah sikap usai pertemuan koalisi partai pemerintah dengan Presiden Joko Widodo, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Istana Kepresidenan, 14 Januari 2020 lalu. Usai pertemuan itu, pemerintah dan koalisi pendukungnya menyepakati Jiwasraya cukup ditangani lewat panja.
Arsul mengatakan, perubahan sikap itu muncul setelah mendengar pemaparan Erick Thohir mengenai solusi langkah aksi korporasi yang ditawarkan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan Jiwasraya, seperti lewat membentuk holding agar mendapat suntikan dana triliunan rupiah, serta langkah menjual saham Jiwasraya ke publik (go public).
Saat itu, Erick mengatakan, strategi corporate action baru bisa berjalan baik jika isu Jiwasraya tidak jadi isu politik. “Akhirnya keluar dari situ, kita sepakat panja saja. Pak Jokowi bilang terima kasih atas pengertian teman-teman (koalisi) dan ia juga mengatakan secara pribadi melihat bahwa jangan pansus supaya tidak gaduh. Ya sudah, selesai seperti itu, lalu kita makan bakso,” tutur Arsul.
Komposisi kursi di DPR saat ini, fraksi pendukung pemerintah menguasai ruang pengambilan keputusan hingga 74,3 persen dengan 427 kursi dari total 575 anggota DPR. Kontras dengan faksi non-pemerintah yang total kursinya hanya 25,7 persen dengan 148 kursi. Namun, saat ini, Demokrat dan PKS belum mendapat dukungan dari Partai Amanat Nasional, yang belum menentukan sikap.
Ketua Fraksi PKB DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengaku tak bisa melarang upaya Partai Demokrat dan PKS untuk mengusulkan pengusutan kasus Jiwasraya melalui Pansus. Namun, PKB akan menggunakan haknya di rapat bamus dan rapat paripurna untuk menyatakan tak setuju terhadap usulan pembentukan Pansus Jiwasraya.
“Jelas PKB akan menolak, semua sudah berjalan di Panja. Ini sudah jalan semua, tujuan kami bukan kegaduhan, tapi hak-hak nasabah,” katanya.
Hal senada diucapkan Ketua Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari. “Cukup dengan panja dulu di masing-masing komisi, nanti akan diadakan rapat gabungan supaya semua aspek dibahas secara terkoordinasi,” katanya.