Politik Garam, Bukan Gincu
Sehari setelah terpilih sebagai Ketua Umum PAN 2020-2025, Rabu (12/2/2020), ”Kompas” mewawancarai Zulhas. Sosok itu meruntuhkan mitos bahwa ketua umum PAN akan selalu gagal terpilih kembali pada periode kedua.
Zulkifli Hasan kembali terpilih sebagai ketua umum Partai Amanat Nasional dalam Kongres V PAN di Kendari, Sulawesi Tenggara, 10-12 Februari 2020. Pria yang akrab disapa Zulhas itu meruntuhkan mitos bahwa ketua umum PAN yang selalu gagal terpilih kembali di periode kedua.
Saat proses pemilihan ketua umum, Zulkifli Hasan (Zulhas) mengantongi 331 suara, mengungguli pesaing terdekatnya, Mulfachri Harahap, yang meraup 225 suara. Setelah ditetapkan sebagai pemenang, Zulhas berikrar untuk membuat partai kian solid dengan membangun rekonsiliasi internal. Komitmen itu ia nilai perlu setelah menyadari kericuhan dalam kongres sempat membuat partai terbelah.
Sehari setelah ditetapkan sebagai ketua umum Partai Amanat Nasional periode 2020-2025, Rabu (12/2/2020) pagi, Kompas berkesempatan mewawancarai Zulhas. Selain komitmen rekonsiliasi, Wakil Ketua MPR ini juga berkeinginan untuk ”menyeret” PAN kembali kepada khitahnya sebagai partai barhaluan tengah.
Pada ajang Pilpres 2019, pendiri PAN, Amien Rais, cenderung menggiring PAN menjadi partai berhaluan kanan dengan menjual isu-isu agama. Kondisi itu yang kini hendak diluruskan kembali oleh Zulhas.
Dalam wawancaranya dengan Kompas, yang santai tetapi serius, Zulhas mengungkapkan beberapa hal, termasuk tentang kiprah dan arah PAN ke depan. Selain itu, ia berkehendak menerapkan filosofi politik garam, sebuah istilah yang pernah dilontarkan Buya Hamka. Berikut petikan wawancara Kompas dengan Zulhas.
Baca Juga: Zulkifli Hasan Ingatkan Kader pada Cita-cita Partai
Bagaimana refleksi Anda setelah berhasil menjadi Ketua Umum PAN dua periode?
Tentu ini kerja keras kawan-kawan. Saya tidak akan bisa kalau berjuang sendiri. Ini kan dimotori oleh pimpinan wilayah yang semula mendukung saya itu 30 provinsi. Memang berkurang, ada empat ketua DPW yang pindah (dukungan).
PAN, Partai Amanat Nasional, itu nasional religius. Makanya, kami saling memanggil dengan sebutan ’saudaraku’. Beda dengan partai-partai lain yang ada basis agamanya. Kalau kita ini religius nasionalis.
Para DPW itu ingin saya bekerja keras, kembali pada perjuangan PAN. PAN, Partai Amanat Nasional, itu nasional religius. Makanya kami saling memanggil dengan sebutan ”saudaraku”. Beda dengan partai-partai lain yang ada basis agamanya. Kalau kita ini religius nasionalis.
Setelah terpilih sebagai ketua umum, bagaimana Anda akan memosisikan PAN terhadap pemerintah?
Kami tidak mau terjebak oposisi atau tidak. Mau ikut bergabung ya tidak diajak juga kan. Memang kami di luar (pemerintahan). Tetapi di luar ini kami bisa juga dijadikan mitra yang kritis. Artinya, fungsi partai politik itu, kan, menyiapkan alternatif-alternatif pikiran dan kebijakan. Itu yang kami sampaikan ke pemerintah.
Tapi tidak semua kebijakan pemerintah akan kami bilang tidak. Mungkin kalau yang bagus, iya (mendukung). Artinya, kami akan berikan solusi. Juga yang paling penting mungkin dua tahun ini kami konsolidasi internal dulu, terutama di Jawa Tengah, kami kehilangan 8 kursi DPR menjadi 0. Jadi, ini kami mesti bangun kembali dengan sumber daya yang mulai terbatas di Jawa Tengah. Sekarang itu tugas kami dua tahun ini.
Pemikiran-pemikiran itulah yang disampaikan teman-teman (DPW) Jawa Tengah. Awalnya, sebetulnya saya juga tidak ingin maju jadi ketua umum. Tidak. (30 DPW) mendaulat saya untuk maju menjadi ketua umum lagi. Saya bilang lima tahun sudah lebih dari cukup. Tapi dengan berbagai pertimbangan itulah akhirnya maka (diputuskan maju) dan teman-teman inilah yang bekerja siang malam berjibaku meyakinkan teman-teman lainnya. Meyakinkan teman-teman DPD. Inilah yang terjadi, kami berhasil mengungguli yang lain.
Memang pada akhirnya PAN ini partai yang sangat demokratis. Mungkin beda dengan yang lain. Karena demokrasi seperti inilah dinamikanya tinggi, sampai kursi keangkat. Tapi percayalah PAN setelah ini kompak. Seperti dulu juga begitu. Habis ini saya kira kembali akur lagi. Semua sudah kontak-kontakan. Enggak ada soal. Mudah-mudahan dengan kita bersama-sama lagi, itu menjadi modal dasar untuk mengembangkan diri lebih lanjut agar PAN ini bisa lebih besar.
Kemarin kan persaingannya ketat, saling berhadap-hadapan dengan Mulfachri Harahap. Walaupun sebenarnya Anda dan Mulfachri satu almamater. Itu apakah nanti akan merangkul mereka?
Itulah kelebihan PAN itu. Smack down seperti Pak Amien katakan. Ada banting-bantingan. Tapi habis itu ya sudah, rangkulan lagi. Coba saja lihat nanti.
Itulah kelebihan PAN itu. Smack down seperti Pak Amien katakan. Ada banting-bantingan. Tapi habis itu ya sudah, rangkulan lagi.
Nanti Pak Mulfachri juga akan diberi posisi di partai atau bagaimana?
Kami tidak ngomong posisi, tapi pasti akan akur-akur. Saya ke Pak Hatta kan saya (jadikan) sekarang Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP). Ya itulah PAN, bedalah mungkin kulturnya.
Jadi lebih memperlihatkan demokratis, apalagi sekarang kan tidak satu simbol tokoh begitu ya?
Ya, ini kan banyak, ada Mas Tris (Soetrisno Bachir) ada Pak Hatta Rajasa. Saya kan penerusnya.
Baca Juga: Rapat Kerja Nasional Partai Amanat Nasional
Bagaimana soal strategi untuk merangsek ke tiga besar pada Pemilu 2024?
Pelan-pelanlah, ini kan mau dituntaskan kongres. Bagaimana kebijakan-kebijakannya kan nanti diputuskan.
Minatur Indonesia
Mungkin ada ide-ide dari Pak Zul ingin PAN seperti apa lima tahun mendatang?
Ya itu seperti yang saya tekankan, kan garis besar saja pas kongres itu. Detailnya itu nanti di pengurus. Itu, menjadi miniatur Indonesia itu, dengan tujuan perjuangan ya itu, kesetaraan dan keadilan untuk semuanya, jadi kemakmuran itu untuk semuanya, bukan hanya untuk umat Islam, untuk semuanya. Siapa saja. Untuk seluruh umat manusia.
Target tiga besar itu, seperti apa cara mencapainya?
Nanti akan dijabarkan lebih lanjut. Kan nanti kongres itu merumuskan. Tidak mau saya sendiri kan (merumuskan). Kalau maunya saya sendiri, nanti kalau salah, saya dimarahi. Yang dirumuskan teman-teman banyak kan.
Terkait dengan Pak Amien Rais, apakah sudah ada komunikasi?
Pak Amien kan pendiri PAN. PAN adalah Amien Rais dan Amien Rais adalah PAN. Saya kira tidak tergantikan. Apalagi saya kan dekat juga dengan Pak Amien.
Jadi sudah ada komunikasi?
Belum, (terdiam sejenak), eh sudah. Melalui Hanafi. Secara terbuka juga sudah saya sampaikan kemarin kepada teman-teman. Dalam kompetisi ini pastilah ada gesekan, saya minta maaf secara terbuka ke Pak Amien dan Bu Amien, keluarga, kalau ada kata-kata, keluhan apa pun dari saya dan seluruh tim. Waktu penutupan saya ngomong begitu kan.
Soal sikap ke pemerintah kan tadi ingin kritik sebagai oposisi tapi tetap kritis?
Saya tidak setuju istilah oposisi itu. Oposisi itu kan sudah ada partai yang oposisi. Nah, saya tidak mau ikut-ikut.
Itu berartinya posisinya di tengah kan?
Iya kami tetap, kanan tengah. Bukan kanan sekali. Kami memanggilnya ”saudaraku”, kan sudah beda.
Bagaimana sikap Anda kalau seandainya diberi amanah untuk bergabung dengan pemerintah?
Malu juga masa kami (minta jatah) padahal tidak ikut berjuang. Cukup sudah Pak Prabowo yang mewakili.
Saya kira bagusnya kan saya bukan koalisi yang mendukung Pak Presiden. Sebaiknya tetap seperti ini. Itu tidak elok, kami tidak kerja (memenangkan Jokowi) tapi minta jatah. Biar saja kami sebagai mitra pemerintah yang bisa mengimbangi dan memberikan solusi-solusi alternatif. Malu juga masa kami (minta jatah) padahal tidak ikut berjuang. Cukup sudah Pak Prabowo yang mewakili.
Baca Juga: Kongres PAN Memanas
Atau jangan-jangan karena akar rumput di PAN menginginkan tidak bergabung?
Tidak tidak, ini soal itu saja, kan kami pernah dulu (bergabung dengan pemerintah). Jadi itu cukuplah. Cukup diwakili Pak Prabowo.
Waktu Pemilu 2019 oleh Pak Amien PAN agak dibawa ke kanan. Dengan keinginan Anda membawa partai kembali ke tengah, apakah nanti akan tidak sesuai kehendak Pak Amien?
Partai tengah
Jadi saya bilang, makanya karena Pilpres dan Pilgub Jakarta yang membuat kader itu terbawa. Nah ini kami luruskan lagi. Kami ini partai yang kanan tengah. Platformnya, AD/ART, pendiriannya memang begitu, moderat. Kan yang mendirikan PAN itu Pak Amien, toh, sebagai pendiri utama. Makanya ada Goenawan Mohammad, Albert Hasibuan, dan banyak lagi.
PAN ini kan memosisikan diri sebagai partai reformis. Dengan adanya kericuhan saat kongres itu, evaluasi bagaimana yang akan dilakukan Pak Zul?
Ya memang karena risiko. Kami kan partai reformis yang sangat demokratis. Risiko demokratis ya begitu. Ramai, bertele-tele, karena semua orang punya hak yang sama bahkan terkadang menyampaikan aspirasinya berlebihan begitu, kursi juga bisa diangkat.
Itu risiko demokrasi. Memang kami bukan seperti teman-teman yang lain kan yang tinggal menunjuk, terus ketua umum tinggal mengangkat. Kami tidak begitu. PAN demokratisnya begitu. Terakhir saya sudah sampaikan kepada publik, kami minta maaf kalau mempertontonkan hal seperti itu. Tapi itu risikonya demokrasi Indonesia.
Karena orang di PAN itu semua punya hak yang sama. Saya ketua umum, tapi anggota tetap bisa marah-marah ke saya. Saya mengangkat pengurus partai, saya SK-kan, kan mestinya dia ikut saya, tapi dia bisa melawan saya, tidak apa-apa. Saya juga dulu bersaing sama Pak Hatta, tidak apa-apa. Itulah di PAN, memang partainya begitu, terbuka. Karena dia partai yang lahir dari reformasi, namanya seperti itu, PAN. Mestinya ini menjadi pilihan masyarakat. Pilihan masyarakat Indonesia itu mestinya PAN karena lahir dari reformasi, demokratis. Bagaimana saudara ngomong demokrasi kalau partainya saja tidak demokratis.
Mestinya ini menjadi pilihan masyarakat. Pilihan masyarakat Indonesia itu mestinya PAN karena lahir dari reformasi, demokratis. Bagaimana saudara ngomong demokrasi kalau partainya saja tidak demokratis.
Tapi apakah nanti aturan-aturan teknis mengenai kongres supaya tidak rusuh akan dimasukkan ke AD/ART?
Tetap aturannya tidak ada yang boleh. Main bola itu kan ada wasit, tidak boleh kan (melakukan pelanggaran). Makanya yang melanggar kena kartu merah. Seperti kita main bola atau tinju, itu kan ada banyak larangannya. Kan tetap saja ada yang melanggar. Nah, itu kena kartu merah. Risikonya terbuka ya seperti ini.
Di Korea itu juga terbuka, ada risiko terbukanya. Lain kalau kita ambil sistem yang otoriter atau top down, sudah, kongres cuma duduk saja. Ketua umum aklamasi, tidak ada ribut-ribut.
Tapi sejak kejadian kemarin ada citra negatif ke PAN?
Tentu itu kami sesalkan karena pihak luar itu lho. Kalau PAN itu semestinya tidak bisa begitu. Sekeras apa pun tidak sampai berkelahi. Karena banyak sekali orang luar yang terlibat. Khususnya adalah kapal-kapal dari sini mengangkut orang. Orang luar kan memang tidak mengerti soal PAN. Orang luar kan memang tukang kelahi. Kami kalau sudah marah sekali tidak akan tangan sampai memukul.
Soal kalangan Islam non-Muhammadiyah apakah akan didekati?
Ini rata-rata (anggota PAN) sekarang kebanyakan dari Nahdlatul Ulama (NU). Jadi, sebetulnya di PAN itu tidak mempermasalahkan Muhammadiyah atau NU atau Protestan atau Katolik. Semua tidak masalah karena kami miniatur Indonesia.
Apa yang menjadi penting buat kami itu substansi perjuangan. Nah, perjuangan kami itu agar Indonesia setara, dalam hal keadilan, kesejahteraan, pemerataan. Kami kedepankan substansi, isi. Maka, kalau Buya Hamka itu mengatakan politik garam. Politik garam itu hanya rasanya lho, isinya. Bukan judul. Nah, kalau judulnya saja isinya enggak ada, berabe juga. Isinya.
Jadi lebih ke isi?
Substansi, yang lain biar merasakan. Kami mau ngomong apa. Kami mau ngomong apa, ngomong bahwa kami partai agama yang paling bagus. Tapi kalau perilakunya enggak agama kan jadi susah juga. Isinya, perilakumu, akhlakmu, kan itu yang penting. Substansi perjuangan. Kesetaraan, keadilan yang menjadi cita-cita Indonesia merdeka itu bisa kita wujudkan.
Retorika penting. Tapi enggak semata-mata retorika, lama-lama rakyat kan bisa bosen juga sama kami. Dibilangnya hanya ngomong.