DPR Tidak Keberatan Pemerintah Tolak Kepulangan Eks NIIS
Pasca-pemerintah memutuskan menolak kembalinya eks WNI yang bergabung dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), DPR tak keberatan. DPR beranggapan keputusan itu ranah kewenangan pemerintah sesuai UU.
Oleh
Rini Kustiasih
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat tidak keberatan dengan keputusan pemerintah yang tidak memulangkan eks warga negara Indonesia yang bergabung dengan Negara Islam di Irak dan Suriah. Keputusan itu merupakan ranah kewenangan pemerintah, dan telah diatur di dalam undang-undang.
Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin, Rabu (12/2/2020), di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, mengatakan, DPR mengikuti UU, dan keputusan yang diambil pemerintah itu pun memungkinkan dilakukan karena telah diatur di dalam UU.
”DPR ’kan mengikuti undang-undang. Undang-undang itu menjadi pegangan. Kan fungsi DPR itu mengawasi, membuat undang-undang, melakukan pembahasan dalam penyusunan UU bersama pemerintah. Di dalam UU itu memang memungkinkan mereka (eks NIIS) tidak diterima atau diterima dengan pertimbangan, atau diterima dengan persyaratan-persyaratan ketat. Memang ada aturannya,” kata Aziz.
DPR pun menyimak keputusan pemerintah itu dalam konteks yang tidak hitam putih menolak pemulangan eks WNI yang bergabung dengan NIIS seluruhnya. Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) menyatakan masih akan mendata eks warga NIIS tersebut, terutama dengan mempertimbangkan untuk menerima anak-anak di bawah 10 tahun.
”Kan ada pernyataan dari Pak Menko Polhukam (Mahfud MD), kalau bagi anak-anak di bawah 10 tahun akan dipertimbangkan untuk diterima. Begitu juga untuk yatim piatu akan didata dulu,” katanya.
Langkah yang diambil pemerintah itu, menurut Aziz, telah sesuai dengan konstitusi dan diatur oleh ketentuan yang ada. Putusan soal eks warga NIIS itu pun menjadi kewenangan pemerintah.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan, pemerintah tidak akan memulangkan eks WNI yang bergabung dengan NIS atau yang tergolong sebagai foreign terrorist fighter (FTF). Hal itu diputuskan setelah diambil keputusan dalam rapat terbatas di Istana Bogor, Jawa Barat, yang dipimpin Presiden Joko Widodo, kemarin.
Sikap pemerintah itu senada dengan harapan sejumlah pihak, termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj sebelumnya menolak pemulangan eks WNI yang bergabung dengan NIIS karena mereka telah menganggap pemerintah sebagai thogut, termasuk pula yang mengakui pemerintahan, seperti NU.
”Kami menolak mereka dipulangkan. Buat apa memulangkan mereka yang telah membakar paspor, dan menyatakan pemerintah thogut, termasuk kami ini disebut thogut,” kata Said, saat ditemui di sela-sela simposium Islam Nusantara, beberapa waktu lalu. Hal yang sama diutarakan Said setelah menerima kunjungan Menteri Luar negeri Retno LP Marsudi.
Terkait dengan nasib eks WNI yang bergabung dengan NIIS, menurut Said, itu adalah tanggung jawab mereka, dan pertimbangan bahwa mereka telah berbuat keji kepada orang lain juga harus dipikirkan. ”Banyak negara juga yang tidak memulangkan mereka, seperti Arab Saudi dan Pakistan, lalu kenapa kita harus memulangkannya,” kata Said.
Banyak negara juga yang tidak memulangkan mereka, seperti Arab Saudi dan Pakistan, lalu kenapa kita harus memulangkannya.
Sementara itu, cendekiawan muslim dari kalangan NU, Ulil Abshar Abdalla, memiliki pandangan yang berbeda. Menurut Ulil, negara tetap memiliki kewajiban melindungi warga negaranya di luar negeri. ”Tidak semua mereka yang berangkat ke sana itu dengan kesadaran sendiri, sebab ada yang merasa tertipu dan diajak anggota keluarga yang lain. Oleh karena itu, harus ada kajian mendalam mengenai hal ini,” katanya.
Pengadilan di Inggris baru-baru ini menolak permohonan warga negaranya yang setelah lima tahun pergi dan bergabung dengan NIIS, lalu akan kembali ke Inggris.