Tim Verifikasi Teroris Lintas Batas Akan Bekerja Empat Bulan
Pemerintah akan mengirim tim yang terdiri dari perwakilan sejumlah lembaga ke beberapa negara untuk memverifikasi teroris lintas batas asal Indonesia.
Oleh
Nina Susilo/Mahdi Muhammad
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Pemerintah berencana mengirim tim untuk memverifikasi teroris lintas batas (foreign terrorist fighters/FTF) asal Indonesia yang berada di Suriah dan sejumlah negara lain. Tim yang akan bekerja tiga sampai empat bulan itu diharapkan dapat memudahkan pemerintah mengantisipasi masuknya FTF kembali ke Indonesia.
Rencana ini disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat ditanya pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/2/2020). Tim yang dikirim merupakan gabungan sejumlah instansi, antara lain Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Polri.
”Pemerintah akan kirim tim untuk melihat dan mendapatkan data secara detail, siapa-siapa saja dari 689 orang itu, (mana) yang anak-anak, perempuan, dan kombatan. Kita akan data dengan baik,” kata Moeldoko.
Dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, telah diputuskan bahwa pemerintah tak akan memulangkan para FTF asal Indonesia. Mencegah kembalinya para FTF dilakukan untuk menjamin keamanan 267 juta WNI (Kompas, 12/2/2020).
Teroris lintas batas, menurut Moeldoko, sudah bukan lagi WNI. Hal ini sesuai aturan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Disebutkan dalam UU itu, antara lain, seseorang kehilangan kewarganegaraan saat dia mengangkat sumpah setia ke negara asing atau bagian negara asing, masuk dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu. ”(Jadi) mereka sendiri yang menyatakan stateless dan membakar paspor,” ujar Moeldoko.
Perkuat kerja sama
Menanggapi putusan pemerintah, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengingatkan agar pemerintah harus benar-benar memperkuat kerja sama antarkementerian, seperti Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Direktorat Jenderal Imigrasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Kementerian Luar Negeri; serta lembaga-lembaga lainnya, seperti BNPT dan BIN, untuk terus memantau pergerakan FTF Indonesia yang tersebar di Suriah dan beberapa negara lainnya.
”Penting pula memperketat pengawasan dan pemeriksaan seluruh pintu masuk, seperti di bandara dan pelabuhan, khususnya dari negara bebas visa ataupun jalur-jalur tikus, guna memberikan jaminan rasa aman kepada masyarakat. Hal ini mengingat kepulangan mereka bisa membawa virus terorisme baru,” tuturnya.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menyatakan hal senada. Kerja sama dengan negara-negara yang memiliki jalur bebas visa dengan Indonesia sangat diperlukan untuk mencegah kembalinya FTF asal Indonesia ke Tanah Air. Kerja sama yang dimaksudkan dalam konteks intelijen dan keimigrasian. Namun, untuk melaksanakan kerja sama itu, dibutuhkan petunjuk kerja operasional yang lebih detail.
”Kita akan mengombinasikan hukum nasional kita dengan hukum internasional tentang seseorang yang sudah dewasa serta kondisi kekhususan karena mereka terlibat atau diduga terlibat dalam kegiatan terorisme di wilayah negara lain. Ini harus didalami lebih jauh,” paparnya.
Hak warga negara
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyatakan, pemerintah tidak bisa melarang warganya untuk kembali ke negerinya. ”Setiap orang memiliki hak-hak asasi yang harus dijamin, termasuk hak atas kewarganegaraan. Setiap negara wajib melindungi warganya,” katanya dalam siaran pers tertulisnya.
Jika yang dikhawatirkan adalah ancaman terhadap keamanan nasional dan keselamatan masyarakat, kata Usman, seharusnya hal itu dapat ditangani secara legal, proporsional, dan perlu tatanan yang demokratis di masyarakat.