Kejaksaan Agung kemungkinan akan menjadikan pengurus korporasi sebagai tersangka dan mencari tersangka baru dalam kaitan kasus Jiwasraya. Namun, untuk itu diperlukan alat bukti yang dapat menguatkan keterkaitannya.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemungkinan menjadikan pengurus korporasi sebagai tersangka maupun mencari tersangka baru dalam kasus Jiwasraya tetap punya peluang terbuka. Namun, untuk itu diperlukan alat bukti yang menguatkan pembuktian pengurus korporasi ikut dalam kejahatan tersebut.
Sampai saat ini baru terdapat enam orang yang dijadikan tersangka tindak pidana korupsi dalam kasus Jiwasraya. Dari enam tersangka itu, dua orang, yakni Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokro dan Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, juga dijerat dugaan tindak pidana pencucian uang. Sejauh ini belum ada pengurus korporasi yang terkait dengan dugaan kasus korupsi PT Jiwasraya tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, Rabu (19/2/2020), di Jakarta mengatakan, penyidik di Kejagung masih terus menelusuri aliran dana Jiwasraya. Tidak tertutup kemungkinan korporasi ikut dijerat dalam tindak pidana korupsi atau tindak pidana pencucian uang.
Tidak tertutup kemungkinan korporasi ikut dijerat dalam tindak pidana korupsi atau tindak pidana pencucian uang.
”Kalau memang nanti ada dugaan bahwa korporasi digunakan sebagai alat, tentu tidak tertutup kemungkinan korporasi (swasta) juga bisa dijadikan tersangka. Siapa tahu, dalam perkembangan penyidikan itu, harta dan lain sebagainya memang untuk korporasi,” tutur Hari.
Meskipun demikian, sampai saat ini penetapan tersangka tindak pidana pencucian uang masih berhenti pada perorangan dan belum pengurus korporasi. Namun, penyidik akan melacak kemungkinan tindakan menyamarkan atau menyembunyikan hasil kejahatan yang diduga dari korupsi pada korporasi. Jika hasil kejahatan itu menjadi kekayaan korporasi, korporasi tersebut mesti ikut bertanggung jawab.
Selain itu, menurut Hari, terbuka kemungkinan bertambahnya tersangka baru. Sebab, sebelumnya Kejagung telah mencegah 13 orang yang terkait kasus korupsi Jiwasraya keluar negeri. Dari ke-13 orang tersebut, enam orang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Pada Rabu (19/2/2020), delapan saksi dan sembilan pemilik rekening saham atau rekening efek diperiksa tim jaksa penyidik Kejagung. Rekening efek itu diduga terkait dugaan perkara tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Tbk.
Menurut Hari, terdapat 212 rekening efek dengan identitas tunggal investor (Single Investor Identification/SID) yang diblokir Kejagung. Namun, dari sekitar 200 pemilik rekening efek, hanya 60 orang yang datang dan melakukan klarifikasi ke Kejagung. Sebelumnya, Kejagung menyebutkan ada jutaan rekening terkait yang akan diperiksa. SID digunakan untuk melakukan aktivitas di pasar modal Indonesia, mulai dari transaksi hingga penyelesaian transaksi. Sementara waktu penyampaian keberatan atau klarifikasi atas dugaan keterkaitan dengan kasus Jiwasraya hanya diberikan sampai Jumat (21/2/2020).
Pemblokiran rekening efek atau saham oleh Kejagung tersebut dilakukan karena diduga terkait dengan transaksi-transaksi yang menyangkut aliran dana Jiwasraya. Di dalam rekening tersebut terdapat saham yang nilainya tergantung pasar atau bersifat fluktuatif.
Pemblokiran rekening efek atau saham oleh Kejagung tersebut dilakukan karena diduga terkait dengan transaksi-transaksi yang menyangkut aliran dana Jiwasraya.
”Kalau tidak ada keterkaitan dengan tersangka atau perusahaan tersangka, ya akan kami buka lagi,” ujar Hari.
Sudah tepat
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M Syarif berpandangan, pengenaan tindak pidana pencucian uang kepada perorangan sudah tepat. Namun, jika terdapat bukti yang cukup bahwa uang nasabah Jiwasraya dipakai untuk menghidupi dan memperkaya korporasi milik tersangka, Kejagung sebaiknya menetapkan korporasi tersebut sebagai tersangka tindak pidana korporasi.
Dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Korupsi dinyatakan bahwa jika tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurus korporasinya.