Indonesia Corruption Watch mempersoalkan penghentian penyelidikan 36 kasus dugaan korupsi yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Penghentian penyelidikan kasus dinilai tak melalui proses gelar perkara.
Oleh
PDS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia Corruption Watch mempersoalkan penghentian penyelidikan 36 kasus dugaan korupsi yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Penghentian penyelidikan kasus yang dinilai tidak melalui proses gelar perkara di KPK dikhawatirkan akan menurunkan kinerja lembaga tersebut sebagaimana dugaan publik pascarevisi Undang-Undang KPK.
”Proses penghentian perkara di ranah penyelidikan seharusnya melalui gelar perkara yang melibatkan setiap unsur, mulai dari tim penyelidik, tim penyidik, hingga tim penuntut umum. Apabila 36 kasus tersebut dihentikan oleh KPK, apakah sudah melalui mekanisme gelar perkara yang sebenarnya?” ujar peneliti ICW, Wana Alamsyah, di Jakarta, Kamis (20/2/2020).
”Proses penghentian perkara di ranah penyelidikan seharusnya melalui gelar perkara yang melibatkan setiap unsur, mulai dari tim penyelidik, tim penyidik, hingga tim penuntut umum. Apabila 36 kasus tersebut dihentikan oleh KPK, apakah sudah melalui mekanisme gelar perkara yang sebenarnya?”
Menurut Wana, dengan banyaknya perkara yang dihentikan KPK pada proses penyelidikan, hal ini seolah menguatkan dugaan publik bahwa kinerja penindakan KPK akan merosot tajam dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Wana menyatakan, kondisi KPK saat ini seolah sesuai dengan survei yang diluncurkan Alvara Research Center pada 12 Februari lalu. Hasil survei Alvara Research Center sebelumnya menyatakan, kepuasan publik terhadap KPK turun dari peringkat kedua pada 2019 menjadi peringkat kelima pada 2020.
Sejak pimpinan baru KPK dilantik pada 20 Desember 2019, tercatat sudah ada 36 kasus yang dihentikan atau sekitar 18 kasus setiap bulannya. Sejauh ini, KPK baru melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Sidoarjo, Jawa Timur, dan salah satu komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun, Wana menyatakan, kasus-kasus tersebut merupakan kelanjutan perkara yang dibangun KPK periode sebelumnya.
Dalam keterangan pers sebelumnya di Gedung KPK, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK telah menghentikan 36 perkara yang masih dalam tahap penyelidikan. Alasannya, perkara tersebut tak dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan. Penghentian perkara tersebut dinilai juga selaras dengan prinsip kepastian hukum terhadap mereka terkait kasus tersebut.
”Penghentian perkara di tingkat penyelidikan ini bukan praktik yang baru dilakukan saat ini saja di KPK. Sejak 2016, KPK pernah menghentikan penyelidikan sebanyak 162 kasus,” ujar Ali.
”Jadi, tak ada hubungannya dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Bank Century, pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, dan Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino”
Sejauh ini, kasus-kasus yang dihentikan penyelidikannya di antaranya terkait korupsi kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, dan DPR serta DPRD. ”Jadi, tak ada hubungannya dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Bank Century, pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, dan Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino,” ujarnya.
Menurut Ali, penghentian kasus yang tengah diselidiki didasarkan pada Pasal 40 UU No 19/2019 tentang KPK yang menyatakan, KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun. Selain harus diumumkan ke publik, penghentian penyidikan dan penuntutan perkara juga harus dilaporkan ke Dewan Pengawas paling lambat satu minggu sejak dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan.