Kejaksaan Agung masih terus mencari aset-aset milik para tersangka kasus dugaan korupsi Jiwasraya. Hal itu karena pemulihan kerugian negara akibat kasus ini menjadi fokus Kejagung, selain menuntaskan berkas tersangka.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses pemberkasan enam tersangka kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sudah mencapai 85 persen. Namun, saat ini tim penyidik Kejaksaan Agung juga fokus pada penelusuran aset para tersangka sebagai upaya pengembalian kerugian negara dan nasabah Jiwasraya.
Adapun dalam kasus ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan enam orang sebagai tersangka. Mereka adalah bekas Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, bekas Direktur Keuangan dan Investasi Jiwasraya Harry Prasetyo, bekas Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan, Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokrosaputro, serta Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto. Kemudian, Benny dan Heru juga dijadikan tersangka kasus dugaan pencucian uang.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah, Kamis (20/2/2020), mengatakan, tim penyidik baru menggeledah sebuah apartemen yang merupakan milik tersangka Benny Tjokro. ”Ini penggeledahan di tempat yang belum disita untuk memastikan kepemilikan lain yang terkait Benny Tjokro. Terkait, tetapi belum ada penyitaan,” ujar Febrie.
Febrie mengatakan, penyidik masih berusaha menelusuri aset para tersangka. Diharapkan aset tersebut dapat memgembalikan kerugian negara akibat dugaan korupsi di Jiwasraya. Terkait dengan pengembalian kerugian negara tersebut, tim penyidik juga akan membuka rekening-rekening milik para tersangka di beberapa bank. Penyidik akan menghitung jumlah uang yang tersimpan di rekening-rekening yang telah diblokir.
Selain itu, kini tim penyidik juga mendata kemungkinan adanya aset-aset milik tersangka di luar negeri. Tim penyidik akan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk melacak aset-aset yang berada di luar negeri.
Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan, selain penggeledahan, tim penyidik Kejagung juga terus memeriksa saksi. Pada Kamis, tim penyidik memeriksa 11 saksi. Selain itu, tim penyidik Kejagung juga memeriksa 19 pemilik rekening saham (single investor identification/SID) yang diblokir Kejagung. Pemblokiran dilakukan karena diduga terkait dengan dugaan pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada Jiwasraya.
”Minggu lalu terdapat 200-an orang yang dikumpulkan dan disepakati untuk menyampaikan keberatan dengan batasan waktu besok (Jumat, 21/2). Dan ternyata sampai dengan hari ini yang datang tidak sebagaimana sebelumnya. Kalau tidak ada kaitannya, penyidik akan membuka rekening saham tersebut,” kata Hari.
Hingga Kamis malam, sudah 50 pemilik rekening efek yang telah mengklarifikasikan rekeningnya kepada tim penyidik dari total 212 rekening efek. Sisanya belum melakukan klarifikasi. Menurut Hari, hal yang dilihat adalah apakah pemilik rekening itu nominee, ataukah hanya pembeli saham, atau ada hal-hal lain yang terkait dengan tersangka.
Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Muhammad Rizaldi, berpandangan, untuk mengungkapkan kasus Jiwasraya yang merupakan kejahatan ”kerah putih”, pendekatan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan Kejagung sudah tepat.
Itu karena karakteristik tindak pidana pencucian uang ialah terjadi kegiatan yang menyamarkan uang hasil kejahatan, dengan pengalihan, dibelanjakan, hingga dihibahkan kepada pihak lain. Dengan menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang, tim penyidik dari Kejagung akan dapat menelusuri dan membekukan aset seperti rekening yang diduga terkait dengan aliran dana.
”Bisa jadi tindak pidana di kasus Jiwasraya ini dilakukan terstruktur, melibatkan banyak orang, terutama orang-orang yang menguasai informasi tentang Jiwasraya,” kata Rizaldi.