Pesan di Balik Deretan Papan Bunga untuk Puan Maharani
Penghargaan gelar doktor kehormatan untuk Ketua DPR Puan Maharani mendatangkan rezeki bagi para pedagang bunga. Di sisi lain, makna dan pesan tersirat di balik kiriman papan-papan bunga tersebut. Apa itu?
Oleh
Rini Kustiasih
·5 menit baca
Deretan papan bunga beraneka motif lengkap dengan ucapan selamat membanjiri halaman Gedung Prof Sudarso Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (14/2/2020). Hari itu hajat besar digelar Universitas Diponegoro yang menganugerahkan gelar doktor kehormatan (honoris causa) kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani.
Papan-papan bunga memenuhi halaman gedung hingga mirip pameran papan bunga. Papan bunga dikirim dari para petinggi negeri, mulai dari rekan-rekan Puan di DPR, kepala/wakil kepala daerah dari Jawa dan luar Jawa, menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju, hingga Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Papan-papan bunga itu sudah terlihat terpasang sejak Jumat pagi. Kemudian berlanjut hingga Jumat siang, papan-papan bunga terus berdatangan. Ini termasuk dari Presiden Joko Widodo yang terlihat tiba belakangan atau sekitar dua jam sebelum acara penganugerahan dimulai sekitar pukul 14.00.
Bagi pedagang bunga, acara besar itu jelas mendatangkan keuntungan. Apalagi harga papan bunga yang dipesan tidak murah. Harga papan bunga yang dipesan Presiden Joko Widodo, misalnya, sampai Rp 1,5 juta.
Menurut Kristanto (42), salah satu pekerja Twin Florist di Kalisari, Semarang, yang memasang papan bunga dari Presiden, toko bunga tempatnya bekerja menerima total 12 pesanan papan bunga untuk Puan.
Namun, masih menurut dia, ada toko bunga lain di Kalisari yang merupakan sentra kerajinan papan bunga di Semarang menerima pesanan lebih banyak. Jumlahnya sampai 30 papan bunga.
Sekalipun pesanan papan bunga itu berdatangan menjelang waktu penganugerahan, para perajin bisa menyelesaikan tepat waktu. Hasilnya pun sesuai harapan pemesan. Tak terkecuali pesanan dari Presiden yang menurut Kristanto baru diterima pukul 09.00, Jumat pagi. ”Tadi kami ngebut kerja sekitar tiga jam akhirnya selesai,” ucap Kristanto.
Bisa jadi karena kecekatan dan cantiknya papan bunga yang dibuat, Presiden berulang kali memesan papan bunga ke Twin Florist.
”Kami sudah 10 kali menerima pesanan dari Pak Jokowi, rata-rata harganya Rp 1,5 juta. Biasanya kalau Bapak (Jokowi) kirim ke luar daerah, itu Rp 2 juta sudah dengan ongkos kirimnya,” kata Kristanto.
Makna tersembunyi
Selain mendatangkan keuntungan bagi toko-toko bunga di Semarang, di balik kiriman papan-papan bunga itu sesungguhnya tersimpan makna tersembunyi.
Dari sudut pandang sosiologis, sosiolog Universitas Gadjah Mada, Sunyoto Usman, melihat banyaknya kiriman papan bunga menunjukkan ”kebesaran” dan prestise seseorang. Terlebih kiriman papan bunga datang dari bukan sembarang orang, mayoritas adalah pejabat negara dan tokoh-tokoh elite negeri ini.
”Yang harus dilihat, ini menjadi pesan dan harapan bahwa si penerima penghargaan berbahagia dengan anugerah yang dia terima,” katanya.
Makna itu pun harapannya sejalan dengan alasan gelar doktor kehormatan diberikan kepada Puan. Apalagi honoris causa adalah gelar yang prestisius yang hanya diberikan jika seseorang telah dianggap berjasa ataupun berkarya luar biasa bagi ilmu pengetahuan dan umat manusia.
Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Yos Johan Utama sangat memahami hal itu. Selama ini, pemberian gelar doktor kehormatan dari Undip selalu melalui serangkaian seleksi. Waktu seleksi pun tidak singkat. Untuk Puan, misalnya, proses seleksi memakan waktu dua tahun. Di ujung proses, semua anggota senat akademik sepakat bulat untuk memberikan gelar Dr HC kepada Puan.
Puan dinilai telah memenuhi syarat sebagai penerima Dr HC bidang kebudayaan dan pembangunan manusia. Kiprahnya saat menjabat Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan 2014-2019 menunjukan bukti nyata kerja Puan bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
”Dalam sejarah Undip, universitas ini baru 13 kali memberikan Dr HC. Pemberian kepada Mbak Puan ini adalah Dr HC ke-13. Oleh karena itu, pemberian ini bukan main-main, dan telah melalui seleksi yang ketat dan mendapatkan persetujuan dari dewan profesor di Undip,” katanya.
Dalam pidatonya, Puan berbicara mengenai kebudayaan sebagai landasan bagi pembangunan manusia Pancasila, yakni manusia yang berketuhanan, berkemanusiaan, bersatu, bermusyawarah, dan berkeadilan. Nilai-nilai itu ia elaborasikan dari sila-sila di dalam Pancasila.
Menurut dia, hanya dengan rekayasa pembangunan budaya, manusia Pancasila yang memiliki jati diri dan berbudaya Indonesia itu dapat ditumbuhkan. Mustahil manusia Pancasila itu dapat ditumbuhkan tanpa pendidikan dan rekayasan kebudayaan.
”Pendidikan adalah kunci. Sebab, melalui pendidikanlah nilai-nilai kebudayaan bangsa dan jati diri bangsa itu dapat ditanamkan,” kata Puan.
Terlepas dari ide yang dikemukakannya, sosok Puan selaku Ketua DPR perempuan pertama memang istimewa. Ia bukan hanya putri Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, melainkan juga cucu proklamator, Presiden pertama RI Soekarno. Ia juga putri Ketua MPR (2009-2014) Taufiq Kiemas, sosok yang pertama kali merumuskan empat pilar bangsa, yakni Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-undang Dasar 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Tak pelak, Puan mewarisi ”darah biru” perjuangan dan politik kekuasaan di dalam negeri.
Di luar itu, sebagai pemimpin, banyak pula apresiasi kepadanya. Tidak terkecuali dari sesama kolega di Senayan, seperti Ketua MPR Bambang Soesatyo, yang melihat pemberian Dr HC itu bentuk penghargaan atas kerja-kerja Puan. Demikian halnya Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin yang sekaligus berharap pemberian untuk Puan itu bisa meningkatkan kinerja DPR.
Penghargaan Dr HC memang diharapkan tak menghentikan langkah Puan untuk terus berkarya bagi negara, bangsa, dan rakyat. Karier politik Puan masih panjang, dan tidak tertutup kemungkinan bakal semakin terang. Mengutip ucapan terkenal dari fragmen film Spiderman, with great power comes great responsibility, besarnya kekuasaan disertai pula tanggung jawab besar yang harus diemban.