Untuk mengetahui apa yang terjadi terkait luputnya Harun Masiku dari pengawasan perlintasan Imigrasi sekaligus memperjelas simpang siur keberadaannya, anggota Komisi III DPR mengusulkan pembentukan panja Harun Masiku.
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus luputnya Harun Masiku dari rekaman alur keluar masuk penumpang di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menjadi salah satu sorotan dalam rapat kerja Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Anggota Komisi III DPR, Benny K Harman, bahkan mengusulkan agar dibentuk panitia kerja khusus untuk membahas persoalan ini.
Rapat kerja yang diikuti 27 orang dari total 53 anggota Komisi III DPR itu dihadiri oleh Yasonna dan sejumlah pejabat di lingkungan Kemenkumham, antara lain Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami dan Sekretaris Kemenkumham Bambang Rantam. Rapat dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa (Gerindra) dan diikuti antara lain oleh Ketua Komisi III Herman Herry (PDI-P), Benny K Harman (Demokrat), Hinca Panjaitan (Demokrat), Arsul Sani (PPP), dan Safruddin (PDI-P).
Dalam rapat yang diadakan Senin (24/2/2020) di Jakarta, Yasonna menerangkan ada kesalahan vendor dalam terjadinya kesalahan pencatatan alur masuk dan keluar Harun Masiku sebagaimana diumumkan oleh pemerintah. Pemerintah menyatakan Harun belum masuk ke Indonesia dari Singapura per 7 Januari 2020. Namun, informasi yang beredar di media massa menyebutkan calon anggota legislatif PDI-P itu telah melintas masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta.
Untuk memastikan hal itu, kementerian membentuk tim independen, yang anggotanya antara lain terdiri atas anggota Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hasilnya, ada persoalan teknis dalam jaringan TI sehingga alur masuk dan keluar orang yang terekam di komputer tidak bisa secara real time tersambung dengan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (Simkim). Sepanjang 23 Desember 2019-10 Januari 2020, ada 120.661 data perlintasan yang luput dari pengawasan.
”Ini peristiwa memalukan. Vendor harus bertanggung jawab atas hal ini. Dalam waktu dekat kami akan meminta keterangan dari vendor yang memberikan pelatihan itu. Saya harus minta pertanggungjawaban. Kalau blacklist, kami pasti akan blacklist. Tetapi, ini, kan, kerugiannya besar dan berbahaya sekali. Masak lupa tidak disambungkan. Ini kesalahan fatal dan berbahaya,” tutur Yasonna.
Benny mengatakan, pihaknya menginginkan dibentuk panja untuk menguji silang keterangan Yasonna dan alasan ketidaksesuaian sistem atau alat sebagaimana diungkapkannya.
”Dengan panja yang kita bikin, sekalian untuk menguji tesis keberadaan Harun Masiku dan loyalitas ganda Dirjen Imigrasi (Ronny Sompie),” katanya.
Dengan panja yang kita bikin, sekalian untuk menguji tesis keberadaan Harun Masiku dan loyalitas ganda Dirjen Imigrasi (Ronny Sompie).
Akibat ketidakjelasan keberadaan Harun saat ini, spekulasi yang beredar di publik menyebutkan Harun sudah ditembak mati, disembunyikan oleh seseorang, atau sembunyi dengan inisiatif sendiri. Spekulasi itu, lanjut Benny, harus diperjelas dengan membentuk panja.
”Saya ingin dari rapat ini dibentuk panja supaya tidak ada dusta di antara kita. Republik yang paling utama. Saya usulkan resmi kita membentuk panja supaya jelas dia (Harun) masih di sana (luar negeri) atau sudah di sini,” katanya.
Terlepas dari adanya usulan tersebut, Herman Herry menggarisbawahi peristiwa ini terjadi karena sistem perekrutan vendor yang salah, tidak profesional.
”Jangan ini dianggap kebetulan atau kecelakaan. Para pihak perlu diberi sanksi pidana. Ini wajah negara akibatnya gaduh berminggu-minggu,” katanya.
Seusai rapat, Yasonna menyatakan menyerahkan sepenuhnya usulan panja itu kepada Komisi III DPR. ”Itu keputusan Komisi III DPR,” ujarnya.
Transparansi
Pengajar kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Lisman Manurung, yang dihubungi secara terpisah mengatakan, transparansi dan akuntabilitas harus dikedepankan pemerintah dalam menangani persoalan hilangnya Harun Masiku. Publik berhak mengetahui apa yang sudah dan akan dilakukan pemerintah dalam merespons kejadian yang antara lain berdampak fatal pada ketidakjelasan keberadaan seseorang yang sedang terkait suatu kasus hukum.
”Persoalan ini memang sensitif karena menyangkut isu politik sehingga harus berhati-hati pula dalam menyikapinya. Di satu sisi, ada kewajiban dari para pihak yang bertanggung jawab untuk membuka persoalan ini secara jelas dan transparan sehingga tidak timbul dugaan macam-macam di benak publik, apalagi karena ini menyangkut pula aspek-aspek politik,” katanya.
Selain membahas Harun Masiku, rapat kerja DPR kemarin juga membahas persoalan kepadatan penghuni di lembaga pemasyarakatan. Yasonna mengusulkan segera dilakukan pembahasan RUU Pemasyarakatan dan revisi UU Narkotika guna menyeimbangkan dan mengharmonisasi regulasi dalam upaya menekan kepadatan di LP. Menurut rencana, rapat dilanjutkan Selasa ini.