Tahun Ini Keanggotaan Indonesia di FATF Ditentukan
Jika menjadi anggota penuh FATF, diyakini akan menurunkan risiko investasi yang kemudian dapat mengundang investor datang. Kendalanya, pasal tindak pidana pencucian uang yang belum dijadikan rujukan oleh penegak hukum.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Keanggotaan penuh Indonesia dalam Gugus Tugas Aksi Keuangan atau FATF ditentukan Oktober tahun ini. Status sebagai anggota penuh akan membuat sistem keuangan Indonesia lebih dipercaya negara-negara lain.
FATF merupakan lembaga internasional yang mengeluarkan standar untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang serta melakukan evaluasi terhadap negara-negara dunia atas standar tersebut. Organisasi tersebut dibentuk pada 1989. Anggota FATF adalah 39 negara ditambah 2 negara kawasan, yakni Uni Eropa dan negara-negara kawasan Teluk.
Indonesia mulai merintis keanggotaan di FATF pada 2017. Sampai saat ini, status Indonesia di FATF sebagai negara pemantau. Artinya, Indonesia memiliki hak berbicara di forum tersebut, tetapi tidak memiliki hak memilih dalam sebuah pengambilan keputusan. Indonesia adalah satu-satunya negara G-20 yang belum menjadi anggota penuh FATF.
”Manfaat menjadi anggota itu banyak. Dari sudut ekonomi, kalau menjadi anggota, negara kita akan dianggap berisiko rendah. Hal ini akan menurunkan risiko investasi yang kemudian dapat mengundang investor datang,” kata Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin dalam diskusi dengan pers, di Depok, Jawa Barat, Kamis (27/2/2020).
Dengan upaya pemerintah sejak 2017, proses menuju anggota penuh dapat dilakukan lebih cepat. Sebab, Nigeria, yang sudah menjadi negara pemantau jauh sebelum Indonesia, sampai saat ini belum menjadi anggota penuh.
Pada pertengahan Maret mendatang, tim penilai berjumlah 10 orang dari FATF akan datang. Mereka akan bertanya ke PPATK mengenai 40 rekomendasi yang sebelumnya telah diberikan untuk diterapkan oleh Pemerintah Indonesia.
Kemudian, pada Agustus, dilakukan pertemuan dengan anggota FATF. Selanjutnya, Oktober tahun ini, keputusan mengenai keanggotaan Indonesia akan diumumkan. Adapun kategori penilaian yang dibutuhkan untuk menjadi anggota penuh adalah memuaskan.
Menurut Kiagus, lembaga pemeringkat yang biasa memberikan peringkat investasi kepada sebuah negara akan mengacu juga pada FATF. Semisal, lembaga Standar and Poor’s (S&P) memberikan peringkat layak investasi kepada Indonesia pada 2019. ”Namun, meskipun kita mendapat status memuaskan, biasanya diperlukan waktu perbaikan setidaknya sampai setahun lagi,” katanya.
Pasal TPPU
Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan, salah satu kendala Indonesia menjadi anggota penuh FATF adalah pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang belum dijadikan rujukan oleh aparat penegak hukum saat menangani perkara korupsi. Padahal, PPATK terus memberikan laporan yang mengindikasikan transaksi mencurigakan kepada aparat penegak hukum.
”Harusnya semua tindak pidana korupsi disertai dengan TPPU. Kalau tidak, malah aneh karena tindak pidana korupsi biasanya dengan TPPU,” ujar Dian.
Yang juga disesalkan, kata Dian, dihapusnya Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal dari Prolegnas. Padahal, undang-undang tersebut terkait dengan kejahatan yang semakin sering menggunakan uang tunai.
Sebab, penggunaan uang kartal tidak mudah dideteksi. Di sisi lain, pengguna uang kartal yang besar menandakan sistem keuangan sebuah negara belum efisien.