Badan Keahlian DPR Kaji RUU Cipta Kerja Sebelum Masuk Pembahasan
Badan Keahlian DPR akan mendalami poin-poin penting dalam RUU Cipta Kerja, sekaligus memetakan permasalahan yang muncul di publik. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga yakin draf tidak akan dikembalikan DPR.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO dan NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat akan mengkaji Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja sebelum masuk tahap pembahasan bersama pemerintah. Sementara itu, sejumlah fraksi meminta kepada pimpinan DPR agar regulasi sapu jagat (omnibus law) itu dikembalikan kepada pemerintah untuk perbaikan kesalahan.
Draf dan naskah akademik RUU Cipta Kerja telah sampai di meja para pimpinan DPR. Dengan berakhirnya masa sidang kedua DPR, Kamis (27/2/2020), pembahasan RUU Cipta Kerja dipastikan baru dimulai pada masa sidang berikutnya, akhir Maret.
Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani di Kompleks Senayan, Jakarta, Jumat (28/2/2020), mengatakan, Badan Keahlian DPR akan mendalami poin-poin penting dalam RUU Cipta Kerja, sekaligus memetakan permasalahan yang muncul di publik. Hasil kajian tersebut akan disampaikan ke pimpinan dan fraksi di DPR.
”Ini akan membantu fraksi dalam menyusun DIM (Daftar Inventaris Masalah),” ujar Arsul.
Sebelumnya diberitakan, salah satu pasal yang dianggap bermasalah di RUU Cipta Kerja adalah Pasal 170. Di pasal tersebut diatur peraturan pemerintah (PP) dapat digunakan untuk mengubah undang-undang. Berdasar kajian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), pasal itu bertentangan dengan hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 7 Ayat 1 dan 2 UU No 12/2011 menegaskan, PP memiliki kedudukan lebih rendah dibandingkan UU. Dengan demikian, PP tidak bisa membatalkan atau mengubah UU.
Arsul berharap, pengkajian RUU Cipta Kerja bisa berjalan selama masa reses sehingga pembahasan bisa segera dimulai pada masa sidang selanjutnya. Adapun, masa reses DPR dimulai pada 28 Februari 2020 sampai 22 Maret 2020.
”Jadi, begitu (anggota DPR) masuk, (kajian) itu sudah selesai dan kemudian bisa diputuskan ini RUU mau dibahas di mana apakah melalui pansus (panitia khusus), baleg (badan legislatif), atau mau dibahas secara kluster di setiap komisi,” tutur Arsul.
Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay menyampaikan, fraksinya akan meminta kepada pimpinan DPR untuk mengembalikan RUU Cipta Kerja ke pemerintah. Sebab, secara substansi, RUU tersebut masih bermasalah.
Dengan begitu, kata Saleh, pemerintah bisa segera memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada di RUU Cipta Kerja sekaligus melibatkan kembali para stakeholder terkait, seperti para buruh, kepala daerah daerah, dan pengusaha.
Selain masalah Pasal 170, dari kajian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) terhadap RUU Cipta Kerja ditemukan ada sejumlah pasal yang harus ditinjau ulang karena akan membangun konstruksi pemda yang tidak sejalan dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan konsep otonomi daerah. Pasal-pasal tersebut adalah Pasal 163, Pasal 164, dan Pasal 166 RUU Cipta Kerja.
Misalnya, di Pasal 166, peraturan presiden bisa membatalkan peraturan daerah (perda). Hal ini dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 56/PUU-XIV. Putusan MK yang bersifat final dan mengikat menyatakan, kewenangan pembatalan perda berada di Mahkamah Agung (Kompas.id, 20/2/2020).
”Menurut kami, dikembalikan dulu (RUU Cipta Kerja) ini, perbaiki yang salah-salah, undang juga mereka para stakeholder, rumuskan yang win-win solution. Setelah bisa diterima semua pihak, baru dibicarakan di DPR. Jadi, begitu drafnya masuk ke DPR lagi, akan lebih mulus pembahasannya,” ucap Saleh.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Jazuli Juwaini juga sepakat bahwa pemerintah perlu segera memperbaiki kesalahan yang tercantum di RUU Cipta Kerja agar kelak pembahasan di DPR berlangsung cepat.
”Kesalahan-kesalahan fatal yang jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi sebaiknya diperbaiki dulu,” katanya.
Wapres: Tunggu Sikap DPR
Terkait beragam respons dari sejumlah fraksi di DPR, Wakil Presiden Ma’ruf Amin memilih menunggu sikap DPR terkait RUU Cipta Kerja ini.
”Itu (draf RUU Cipta Kerja) sudah disampaikan ke DPR, ya kita tunggu saja nanti apa kata DPR. Memang ada permintaan (supaya draf ditarik dan diperbaiki) itu, saya kira bisa saja. Tapi kita prosedurnya menyampaikan ke DPR, DPR yang melakukan rapat dengar pendapat. Kemudian apa nanti keputusan dari DPR, kita tunggu saja,” tutur Wapres Amin kepada wartawan di Kantor Wapres, Jakarta, Jumat.
Sementara itu, ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat siang, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga menolak desakan tersebut. ”Ini, kan, bukan barang yang sudah selesai. Artinya, perlu pembahasan di DPR dan pembahasan ini, kan, range-nya sangat luas. Jadi kalau mau perbaikan, pembulatan dan yang lain, dalam proses di DPR,” tuturnya.
Kalaupun DPR meminta supaya draf RUU diperbaiki, Airlangga tetap meyakini hal ini tidak akan terjadi. Sebab, DPR terdiri atas banyak fraksi dan setiap fraksi di DPR akan menyampaikan daftar inventarisasi masalah (DIM) atas RUU Cipta Kerja. Pendapat fraksi-fraksi atas RUU Cipta Kerja baru akan diketahui setelah penyampaian DIM ini.
”Kita tunggu saja,” ujar Airlangga sembari menambahkan rapat untuk penyampaian DIM pun belum dijadwalkan.