Dewan Perwakilan Rakyat didorong menampung berbagai saran memperkuat perlindungan data pribadi saat pembahasan RUU PDP. Salah satunya terkait lembaga pengawas independen.
Oleh
Rini Kustiasih/Nikolaus Harbowo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Dewan Perwakilan Rakyat akan mempertimbangkan berbagai masukan masyarakat yang meminta konten perlindungan data pribadi di Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi makin diperkuat. Penguatan itu, antara lain diusulkan dilakukan lewat pembentukan badan pengawas independen untuk mengaudit kepatuhan terhadap undang-undang tersebut.
Draf RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) telah masuk ke DPR sejak Januari 2020. Pimpinan dan sejumlah fraksi di DPR menyampaikan dukungannya atas pembahasan RUU PDP tersebut. Sejumlah masukan dari publik muncul, terutama untuk memastikan pengelolaan data pribadi itu oleh badan publik, korporasi, maupun institusi, dan perorangan dilakukan seizin pemilik data pribadi.
“Nanti akan kami cermati substansi RUU ini dalam pembahasan. Saat ini memang banyak komplain soal data pribadi yang belum terlindungi. Saya pribadi pernah mengalami data pribadi diketahui orang lain, dan bisa dihubungi, mulai dari urusan bank resmi dan sampai investasi tidak jelas,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Senin (2/3/2020) di Jakarta.
RUU PDP mendorong terjaganya rahasia dan data pribadi warga negara dari kemungkinan penyalahgunaan.
Pekan lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate juga menghadiri rapat kerja dengan Komisi I DPR membahas RUU PDP. Pembahasan RUU itu akan dilakukan di masa sidang berikutnya pada pertengahan Maret 2020.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding mengatakan, RUU PDP mendorong terjaganya rahasia dan data pribadi warga negara dari kemungkinan penyalahgunaan. Misalnya, terkait perbankan, e-commerce, atau aktivitas lainnya.
“Tak tertutup kemungkinan penyalahgunaan data pribadi juga terjadi di bidang politik, seperti saat pemilu di Amerika Serikat. Karena itu, regulasi khusus diperlukan untuk mengatur hal itu, dan memberikan sanksi ketat bagi pihak yang memanfaatkan data pribadi tanpa persetujuan pemilik data,” katanya.
Fraksi PKB antara lain menegaskan perlunya penajaman dalam pembahasan draf RUU mengenai jaminan agar data-data pribadi warga negara tak menyebar ke mana-mana, dan disalahgunakan.
Lembaga pengawas
Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja mengatakan, sekalipun belum sempurna, tapi upaya menjadikan perlindungan data pribadi sebagai sebuah RUU diapresiasi. Dalam proses pembahasan, DPR diharapkan menyerap aspirasi publik, serta pemangku kepentingan.
Ardi mengusulkan ada pembentukan badan atau lembaga independen yang mengaudit kepatuhan terhadap UU ini. “Siapa yang bisa memonitor hal ini. Idealnya ada badan independen yang memantau kepatuhan semua pihak,” katanya.
Selain itu, dia mengatakan, dalam pengaturan mengenai saksi bila terjadi kebocoran data, perlu disebutkan pula secara jelas bahwa pemerintah juga bisa dikenai sanksi. “Karena semestinya yang bisa dikenai sanksi bila ada kebocoran data bukan hanya swasta. Karena sumber data terbesar bukan hanya swasta, tetapi ada juga pemerintah. Ini perlu dipikirkan matang-matang bagaimana merumuskannya supaya ada asas keadilan,” kata Ardi.
Adapun, sanksi pidana dalam RUU PDP diatur dari Pasal 68 sampai Pasal 77.
Menkominfo Johnny Plate mengatakan, masukan masyarakat bisa disalurkan melalui mekanisme pembuatan UU di DPR. DPR dalam proses pembahasan RUU akan memfasilitasi daftar inventaris masalah (DIM) dari setiap fraksi, selain juga melakukan dengar pendapat, dan rapat-rapat dengan pemerintah melalui panitia kerja pembuatan UU.
“Apapun masukan masyarakat disambut baik untuk menyempurnakan UU ini. Tetapi pandangannya harus lebih luas, karena UU ini penting sekali untuk melindungi data pribadi rakyat. Saat ini sudah ada 32 UU terkait hal itu, tetapi tidak ada perlindungannya terhadap data pribadi secara jelas. Adapun UU ini kami usulkan untuk melindungi data pribadi rakyat dari penggunaan tanpa izin oleh pihak lain, apalagi oleh bangsa lain,” kata Johnny.
Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, pembentukan lembaga khusus terkait untuk pengawasan atau audit kepatuhan terhadap RUU PDP belum diperlukan.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, pihaknya tidak keberatan ada badan khusus yang mengawasi pengelolaan data pribadi publik. “Saya pandang itu baik agar semua menjadi terkontrol,” ujar Zudan.
Namun, menurut Zudan, idealnya sanksi yang diberikan apabila terjadi pelanggaran, ialah berupa sanksi administratif.