Tim penyidik dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya yakin kasus gagal bayar polis perusahaan asuransi milik negara yang menyebabkan kerugian triliunan rupiah hampir selama 10 tahun telah direncanakan sejak awal.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tim penyidik dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya yakin kasus gagal bayar polis perusahaan asuransi milik negara yang menyebabkan kerugian triliunan rupiah hampir selama 10 tahun telah direncanakan sejak awal oleh para tersangka.
Keyakinan itu muncul setelah adanya sejumlah bukti yang berhasil dikumpulkan dan relasi di antara para tersangka di luar dengan jajaran manajemen di dalam Jiwasraya.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah, Rabu (4/3/2020), di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, mengatakan, tim penyidik dan para auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semakin yakin Asuransi Jiwasraya selama ini memang direncanakan untuk dibobol.
”Dari alat-alat bukti yang telah dihimpun penyidik dan teman-teman auditor, kami semakin mengerucut dan meyakini bahwa memang Asuransi Jiwasraya sudah direncanakan untuk dibobol,” kata Febrie.
”Dari alat-alat bukti yang telah dihimpun penyidik dan teman-teman auditor, kami semakin mengerucut dan meyakini bahwa memang Asuransi Jiwasraya sudah direncanakan untuk dibobol”
Menurut Febrie, tim penyidik Kejagung juga telah melihat hubungan antara tersangka yang merupakan pihak di luar Jiwasraya dengan tersangka yang berada di dalam Jiwasraya. Namun, Febri tak merinci seperti apa hubungan tersebut.
Sebelumnya, tim penyidik telah melakukan pemeriksaan kembali terhadap dua tersangka, yakni Hendrisman Rahim dan Harry Prasetyo. Pemeriksaan dimaksudkan untuk menggali kaitan antara perbuatan kedua tersangka dan alat bukti yang ada. ”Apabila satu kehendak (menjadi niat), maka kita melihat bahwa (pembobolan) ini sudah direncanakan sejak dari awal,” ujar Febrie.
Sejauh ini, mantan manajemen Asuransi Jiwasraya yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka, selain bekas Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, juga bekas Direktur Keuangan dan Investasi Jiwasraya Harry Prasetyo serta bekas Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.
Terkait dengan nilai kerugian akibat dugaan korupsi Jiwasraya, kata Febrie, hingga saat ini masih dihitung oleh auditor BPK. Jaksa Agung ST Burhanuddin pernah menyatakan nilai kerugian Jiwasraya sekitar Rp 27 triliun.
”Jika BPK selesai menghitung dan mengumumkannya, berkas penyidikan akan segera diselesaikan dan dilimpahkan ke jaksa penuntut umum"
”Jika BPK selesai menghitung dan mengumumkannya, berkas penyidikan akan segera diselesaikan dan dilimpahkan ke jaksa penuntut umum," ujarnya.
Selain itu, tim penyidik juga masih terus mencari celah untuk menjerat tersangka dugaan pidana korupsi dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dari keenam tersangka, yang sudah ditetapkan, dua di antaranya ditetapkan juga sebagai tersangka untuk kasus TPPU.
Pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Yenti Garnasih, menyatakan, para tersangka dugaan korupsi Jiwasraya semestinya juga dapat dijerat dengan TPPU. Sebab, dengan periode kasus yang cukup panjang selama 2008-2018, secara logis juga mengandung unsur TPPU.
”Minimal sama dengan tersangka dugaan pidana korupsi atau bahkan bisa lebih dari itu untuk tersangka TPPU-nya. Mereka tidak akan terjerat TPPU kalau setelah korupsi langsung ditangkap,” kata Yenti.