Jusuf Kalla: Perlu Langkah Cepat dan Tegas Potong Penyebaran Covid-19
Ketegasan dan kecepatan untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19 penting diperlukan. Pemerintah juga tak perlu ragu karena kerugian yang ditanggung ketika membiarkan COVID-19 meluas akan jauh lebih besar.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Penambahan pasien positif COVID-19 di Indonesia berlangsung cepat. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan upaya untuk memotong penyebaran virus korona baru SARS-COV-2 semestinya dilakukan secara tegas dan tangkas.
Sejak 2 Maret 2020 ketika Presiden Joko Widodo mengumumkan dua pasien positif COVID-19 pertama di Indonesia, penambahan pasien berikutnya berlangsung cepat. Sampai Rabu (11/3/2020), sudah 34 kasus pasien positif COVID-19.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Rabu malam juga menetapkan COVID-19 sebagai pandemi, wabah baru yang menyebar ke seluruh dunia. Negara-negara yang membatasi mobilitas warga di wilayahnya semakin banyak. Setelah China yang menutup Kota Wuhan dan beberapa kota, Italia menerapkan hal sama untuk negaranya sejak 9 Maret. Amerika Serikat setelah juga \'panen\' kasus COVID-19, kini mulai menghentikan penerbangan dari dan ke negara-negara Eropa, kecuali Inggris.
Berbagai langkah itu, menurut Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla, disebabkan urgennya penyebaran virus SARS-COV-2. "Ini musuh yang tak kelihatan dan bahaya yang tidak ketahuan jadi preventifnya yang kita lakukan sekarang," tutur Kalla kepada wartawan di Kantor Wapres, Kamis (12/3/2020).
Perkembangan wabah sangat cepat seperti deret ukur, bukan deret hitung. Kalla mencontohkan, ketika satu orang tertular, dia bisa saja menulari tiga orang. Masing-masing dari ketiga orang ini akan menyebarkan ke tiga orang lagi. Karenanya jumlahnya meningkat cepat.
"Jadi cepat sekali, ini harus kita potong dengan segala persiapan," tambah Kalla.
China dengan kesigapan dan kedisiplinan dalam menutup Kota Wuhan dan beberapa kota kini berhasil memperlambat penyebaran COVID-19. Singapura yang sangat disiplin dalam menelusuri riwayat kontak dan berkomunikasi publik dengan baik juga mampu meredam COVID-19.
Indonesia, menurut Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 ini, juga pasti bisa bila diinstruksikan. Namun, diakuinya hal itu memerlukan kesiapan ekonomi dan hal-hal lainnya. Kedisiplinan untuk menjaga kebersihan tempat-tempat banyak orang berkumpul juga menjadi kunci.
Ketegasan dan kecepatan untuk mengambil langkah untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19 penting. Pemerintah juga tak perlu ragu. Sebab, kerugian yang ditanggung ketika membiarkan COVID-19 meluas akan jauh lebih besar ketimbang mengambil langkah-langkah strategis dan cepat.
"Seperti dampak perang dagang China (dan AS) saja. Ini puluhan kali lebih hebat dari itu," tambah Kalla.
Pandemi
WHO menyebutkan virus korona baru sebagai pandemi pada Rabu, sekaligus menambahkan bahwa Italia dan Iran sekarang ada di garis terdepan dalam melawan penyakit. Negara-negara lain, juga akan dalam waktu dekat bergabung dengan kedua negara itu.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam jumpa pers menyatakan keprihatinan mendalam terhadap tingkat penyebaran virus korona dan juga pada tingkat ketidakaktifan menghadapinya. "Karena itu kami sudah membuat penilaian bahwa Covid-19 bisa dikategorikan sebagai pandemi," kata Tedros.
Dia juga mendorong komunitas global untuk menggandakan upaya untuk membatasi ledakan penyebaran virus. Menurut dia, tindakan agresif masih bisa memainkan peranan besar untuk melawannya (REUTERS).