Pemerintah terus mendorong warga untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah di rumah. Hal itu dianjurkan agar diperkuat guna menghentikan penyebaran virus SARS-COV-2.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan untuk mendorong warga bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah di rumah terus diperkuat untuk menghentikan penyebaran virus korona jenis baru (SARS-COV-2). Struktur pemerintah dan komunitas akan didorong untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Pemerintah daerah pun diharapkan merangkul pengusaha-pengusaha supaya mendukung upaya ini.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menilai, saat ini Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tengah melaksanakan hal tersebut. Untuk itu, gugus tugas bekerja sama dengan pemerintah-pemerintah daerah supaya masyarakat lebih siap bekerja sama. Selain itu, berbagai struktur pemerintahan, baik bupati/wali kota, camat, maupun lurah, bahkan ketua RT, ketua RW, dan Babinkamtibmas, akan dikerahkan untuk memastikan masyarakat memahami pentingnya menjaga jarak sosial (social distancing) dalam menghentikan penyebaran virus korona jenis baru.
Kami ingin mengefektifkan upaya penanganan ini dan sosialisasi pemahaman kepada masyarakat dilakukan sampai ke tingkat yang paling bawah.
Langkah memutus penyebaran penyakit akibat virus korona jenis baru ini relatif ringan. Presiden Joko Widodo sebelumnya mengimbau masyarakat untuk menghindari keramaian, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah di rumah dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Minggu (15/3/2020). Namun, sampai Rabu (18/3/2020), masih banyak perusahaan yang mewajibkan karyawannya tetap bekerja di pabrik, kantor, atau toko kendati tak berkaitan dengan layanan penyediaan sembako, layanan kesehatan, transportasi, dan beberapa hal vital lainnya.
”Kami ingin mengefektifkan upaya penanganan ini dan sosialisasi pemahaman kepada masyarakat dilakukan sampai ke tingkat yang paling bawah,” ujar Wapres Amin dalam keterangan pers daring, Rabu (18/3/2020).
Para pengusaha juga diminta memperhatikan seruan pemerintah. Sebab, diharapkan tidak terjadi kerumunan di kantor atau tempat kerja dan juga tidak berdesak-desakan di perjalanan menuju tempat kerja. Selain itu, lanjut Wapres Amin, sudah ada kebijakan berupa stimulus-stimulus fiskal ataupun kemudahan-kemudahan bagi perusahaan-perusahaan, serta penundaan dari dana-dana pinjaman kredit usaha rakyat (KUR) untuk membantu pengusaha besar dan kecil selama masa penanganan wabah coronavirus disease 2019 (Covid-19) ini. Jumlah bantuan program keluarga harapan (PKH) juga dinaikkan, demikian pula bantuan sosial lainnya.
Untuk memastikan semua upaya pencegahan ini berjalan, pemerintah daerah diharapkan melakukan koordinasi. ”Saya mendengar juga sudah ada langkah-langkah yang dilakukan TNI/Polri untuk menjaga jarak agar mereka yang antre tidak terlalu dekat. Ini juga hal-hal yang harus dikoordinasikan pemerintah daerah, seperti gubernur dan TNI/Polri serta semua pihak lain,” ujarnya.
Secara terpisah, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menjelaskan, Presiden Joko Widodo memilih kebijakan pembatasan sosial dan bukan memilih kebijakan karantina wilayah atau lockdown. Kebijakan ini diambil secara rasional, terukur, dan hati-hati karena akan berdampak luas pada keselamatan dan kehidupan publik, 267 juta rakyat Indonesia.
”Benar, menurut Undan-Undang Nomor 6 Tahun 2018 (tentang Kekarantinaan Kesehatan) tersebut dimungkinkan adanya karantina wilayah (lockdown), tetapi kehati-hatian mempertimbangkan keselamatan dan kehidupan publik tetap menjadi prioritas dalam memutuskan kebijakan publik,” tutur Fadjroel dalam siaran pers yang diterima Kompas.
Dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, menurut Fadjroel, tak boleh ada kebijakan coba-coba yang tak terukur. Publik tak memerlukan kebijakan dengan ”efek kejut”, tetapi kebijakan rasional dan terukur yang memadukan kepemimpinan organisasi, kepemimpinan operasional, dan kepemimpinan informasi terpusat sebagaimana yang ditunjukkan Presiden Joko Widodo sebagai ”panglima perang” melawan pandemi Covid-19. Untuk itu, diharapkan semua bergotong royong menghadapi pandemi Covid-19.
Dalam prediksi Badan Intelijen Negara, puncak penyebaran virus korona jenis baru terjadi pada 60-80 hari dari saat ini. Masa tersebut akan jatuh pada hari raya Idul Fitri, saat hampir semua warga Indonesia mudik dan bersilaturahmi dengan keluarga besar. Wapres Amin pun menegaskan, sesuai fatwa Majelis Ulama Indonesia, orang dalam pemantauan (ODP) sebaiknya tidak menghadiri acara-acara seperti shalat bersama, buka puasa bersama, atau tarawih bersama.
Kalau dia (terkena virus), pasti akan menularkan. Bukan saja tak boleh menghadiri tempat berjemaah, bahkan dilarang dan diharamkan. Sebab, hal itu membahayakan. Dalam fatwa MUI ada contoh, kalau dia buang-buang air, tidak harus ke masjid.
”Kalau dia (terkena virus), pasti akan menularkan. Bukan saja tak boleh menghadiri tempat berjemaah, bahkan dilarang dan diharamkan. Sebab, hal itu membahayakan. Dalam fatwa MUI ada contoh, kalau dia buang-buang air, tidak harus ke masjid,” tutur Wapres Amin.
Mudik pun diharapkan tidak dilakukan oleh orang-orang yang berpotensi menularkan Covid-19. Menjaga diri lebih dianjurkan. Kendati silaturahmi baik, menjaga diri supaya tidak berbuat sesuatu yang merugikan orang lain lebih baik. Teknologi pun bisa dimanfaatkan untuk bersilaturahmi.