Pandemi Covid-19 Harusnya Sudah Jadi Darurat Nasional
Keputusan Kepala BNPB mengeluarkan SK Penanggulangan Bencana Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit akibat Virus Corona dipersoalkan. Dengan kondisi saat ini, Indonesia seharusnya masuk darurat nasional.
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 13A/2020 tentang Penanggulangan Bencana Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit akibat Virus Corona di Indonesia, Selasa (17/3/2020), di Jakarta. Namun, melihat kondisi sekarang, pemerintah sebaiknya sudah menetapkan darurat nasional akibat persebaran Covid-19.
Poin utama dalam SK itu ialah perpanjangan status keadaan tertentu selama 91 hari, yakni dari 29 Februari 2020 hingga 29 Mei 2020. SK itu juga menetapkan segala biaya yang dikeluarkan akibat perpanjangan tersebut dikenakan kepada dana siap pakai yang ada di BNPB.
Surat keputusan itu tidak secara tegas mengatakan ”darurat nasional” dalam menyebut kondisi atau keadaan tertentu yang dirujuk oleh keputusan tersebut.
Surat keputusan itu tidak secara tegas mengatakan ”darurat nasional” dalam menyebut kondisi atau keadaan tertentu yang dirujuk oleh keputusan tersebut. Namun, SK itu antara lain merujuk pada peraturan yang lebih tinggi, yakni Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam Keadaan Tertentu.
Di samping itu, SK tersebut juga merujuk pada sejumlah ketentuan, antara lain Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Saleh Partaonan Daulay, Rabu (18/3/2020), di Jakarta mengatakan, sebagai sebuah keputusan yang dibuat oleh lembaga teknis, SK Kepala BNPB itu merujuk kepada peraturan yang lebih tinggi, termasuk Perpres No 17/2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam Keadaan Tertentu. Sesuai dengan nama regulasinya, ”bencana dalam keadaan tertentu” itu diatur dalam aturan pelaksana yang ditetapkan Kepala BNPB Doni Monardo dalam SK No 13A/2020 tentang Penanggulangan Bencana Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit akibat Virus Corona di Indonesia.
”Untuk memahami SK Kepala BNPB ini harus dirujuk dulu peraturan sebelumnya, yaitu Perpres No 17/2018. Dalam perpres tersebut dijelaskan, status ’bencana dalam keadaan tertentu’ diartikan di mana status keadaan darurat bencana itu belum ditetapkan, atau status keadaan darurat bencana telah terakhir dan/atau tidak diperpanjang, tetapi diperlukan atau masih diperlukan tindakan guna mengurangi risiko bencana dan dampak lebih luas,” papar Saleh.
Dengan pemahaman itu, SK Kepala BNPB sebenarnya mengikuti norma atau frasa yang digunakan dalam peraturan yang lebih tinggi. Namun, diakui Saleh, penggunaan frasa ”bencana dalam keadaan tertentu” belum jelas.
Alasannya, dengan merujuk pada definisi yang digunakan dalam Perpres No 17/2018, keadaan bencana itu berarti belum ditetapkan atau status bencananya telah berakhir, tidak diperpanjang, tetapi masih diperlukan tindakan guna mengurangi risiko bencana dan dampak lebih luas. Dengan alasan itu, BNPB dapat melakukan kegiatan penanggulangan bencana.
”Saya menginginkan pemerintah menangani pandemi korona ini dengan cepat dan cepat, tidak perlu ragu, karena pemerintah saat ini sudah mengakui ini (virus korona) berbahaya. Jadi, tidak ada salahnya kalau pemerintah menetapkan status ini sebagai darurat nasional sesuai yang diarahkan WHO,” kata Saleh.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom-Ghebreyesus, 10 Maret lalu, mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menaikkan status penanganan virus korona menjadi darurat nasional. Permintaan ini dilakukan dengan menimbang kondisi negara dengan populasi yang besar dan kemampuan fasilitas kesehatan yang beragam di penjuru negeri.
Presiden Jokowi, menurut Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman, kemudian menelpon Adhanom-Ghebreyesus dan menyampaikan langkah-langkah yang sudah dilakukan pemerintah, di antaranya membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan melakukan pembatasan sosial.
Namun, status resmi yang digunakan Indonesia dengan merujuk SK Kepala BNPB ialah ”status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat virus korona di Indonesia”.
Saleh mengatakan, dalam penanganan bencana ada tiga tahapan, yakni prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana. Dengan menilik kondisi saat ini, Indonesia telah memasuki masa tanggap darurat. ”Tanggap darurat ini dengan kondisi sekarang, dan dengan menilik realitas yang ada, ini sudah darurat nasional. Dengan frasa ’keadaan tertentu darurat’ yang digunakan oleh pemerintah, status itu menjadi abu-abu karena tidak jelas, apakah ini merupakan darurat nasional ataukah tidak,” katanya.
Dalam situasi seperti ini, tidak perlu berpikir ke sana kemari, tetapi berani mengambil keputusan.
Sebab, lanjut Saleh, merujuk pada Perpres No 17/2018, pemaknaannya tidaklah jelas sebagai darurat nasional, melainkan suatu keadaan bencana yang belum ditetapkan atau status bencananya telah berakhir, tidak diperpanjang, tetapi masih diperlukan tindakan guna mengurangi risiko bencana dan dampak yang lebih luas.
Ketegasan dan kesiapan pemerintah ditunggu oleh masyarakat dalam menghadapi penyebaran Covid-19. ”Dalam situasi seperti ini, tidak perlu berpikir ke sana kemari, tetapi berani mengambil keputusan. Sebab, pemimpin adalah mereka yang berani mengambil keputusan cepat, tegas, dalam situasi sulit,” katanya.