Prabowo Subianto Dipastikan Menjabat Kembali sebagai Ketum Gerindra
Prabowo Subianto hampir dipastikan terpilih kembali menjadi Ketua Umum Partai Gerindra periode 2020-2025. Belum muncul sosok lain yang bisa berkompetisi dengan Prabowo dari internal Gerindra.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO dan IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Prabowo Subianto dipastikan menjabat kembali sebagai Ketua Umum Partai Gerindra periode 2020-2025. Sinyal keterpilihan itu menguat karena tak muncul nama lain di sebagian besar rapat pimpinan daerah partai.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad di Jakarta, Jumat (20/3/2020), mengatakan, setidaknya 90 persen dari hasil semua rapat pimpinan daerah (rapimda) partai memutuskan agar Prabowo menjabat kembali sebagai Ketua Umum Gerindra.
”Ketua umumnya sudah pasti. Ketua DPD, DPC, dan kader Gerindra meminta Pak Prabowo sebagai ketua umum berdasarkan hasil rapimda-rapimda yang sudah 90 persen diadakan oleh daerah,” ujar Dasco.
Dukungan itu kelak akan dibawa pada kongres Gerindra yang sedianya digelar pada April mendatang. Namun, kongres terpaksa ditunda akibat mewabahnya coronavirus disease 2019 (Covid-19).
”Pertimbangan tentunya situasi terkini dan anjuran pemerintah. Kali ini juga belum ada persiapan-persiapan mengenai kongres Gerindra karena belum diputuskan waktu, bulan, dan tanggal,” kata Dasco.
Sementara itu, Ketua DPD Gerindra Sumatera Barat Andre Rosiade pun menambahkan, dari hasil rapimda yang dihadiri 19 DPC, semua sepakat meminta kesediaan Prabowo untuk memimpin kembali Gerindra di periode 2020-2025. Rapimda tersebut digelar pada 8 Maret 2020 di Kota Padang.
”Kami solid, dari semua DPC dan seluruh sayap partai, hanya satu nama yang muncul, yaitu Pak Prabowo. Tak ada yang menyebut nama lain,” ujar Andre yang juga anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra.
Andre menyebut, pemilihan Prabowo sebagai Ketua Umum Gerindra didasari dari suara arus bawah dan aspirasi masyarakat Indonesia yang ditangkap oleh DPC.
Andre tak memungkiri bahwa regenerasi merupakan keniscayaan di partai. Namun, untuk masa 2020-2025, nama Prabowo masih kuat di internal dan eksternal partai.
”Setiap partai, setiap masa, pasti ada pemimpinnya. Nah, masa 2020-2025 masih masanya Pak Prabowo,” ucap Andre.
Stagnasi regenerasi
Peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menilai, tidak bergantinya ketua umum sejumlah partai politik disebabkan parpol mengalami personalisasi terhadap satu tokoh. Tokoh tersebut amat dominan dalam menentukan kebijakan partai, terutama kebijakan strategis sehingga posisinya di internal semakin kuat.
”Lebih dari 50 persen kebijakan penting di internal parpol ditentukan oleh satu orang dan tidak melibatkan banyak orang sehingga kewenangan ketua umum sangat besar,” katanya.
Kondisi itu mengakibatkan tidak adanya faksi-faksi di internal parpol yang berujung pada tidak adanya kompetisi di internal. Calon-calon alternatif tidak muncul karena orang-orang yang memiliki kualitas tidak mendapatkan dukungan politik yang cukup dan akhirnya memilih posisi aman.
Akibatnya, parpol tersebut tidak tumbuh menjadi partai massa karena hanya didominasi oleh satu orang. Seharusnya parpol bisa menumbuhkan calon-calon alternatif agar regenerasi kepemimpinan tidak stagnan dan masyarakat tertarik untuk bergabung dengan parpol.
”Untuk menumbuhkan faksi-faksi baru, salah satunya dengan memperkuat sayap partai karena bisa menjadi sumber perekrutan tokoh-tokoh baru,” ujar Arya.
Selama setahun terakhir, setidaknya pemilihan ketua umum di lima parpol tidak berganti. Parpol tersebut yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasional Demokrat, Partai Golongan Karya, serta Partai Amanat Nasional.
Sementara Ketua Umum Partai Demokrat yang kini dijabat Agus Harimurti Yudhoyono merupakan anak dari ketua umum periode sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono.
Begitu pula Partai Gerindra yang akan melangsungkan kongres untuk memilih ketua umum. Dia memprediksi, ketua umum sekarang, Prabowo Subianto, akan terpilih kembali.
”Prabowo masih dianggap patron yang kuat di internal karena dianggap dapat memberikan keuntungan elektoral,” ujarnya.