Penyebaran virus korona baru yang semakin masif seharusnya menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk membangkitkan semangat persatuan, gotong royong, dan kesetiakawanan. Para tokoh agama pun menyatakan hal senada.
Oleh
ANITA YOSSIHARA DAN EDNA C PATTISINA.
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyebaran wabah virus korona baru yang semakin masif seharusnya menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk membangkitkan semangat persatuan dan gotong royong. Seluruh elemen bangsa, tanpa kecuali, diharapkan ambil bagian dalam penanganan dan penanggulangan Covid-19 beserta dampaknya. Tokoh-tokoh agama pun menyerukan hal yang sama untuk membangun solidaritas dan kesetiakawanan bersama.
Harapan itu disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (20/3/2020). ”Kembangkan saling pengertian dan kebersamaan untuk menghadapi musibah besar ini. Jiwa gotong royong dan persatuan diuji saat krisis seperti ini,” kata Haedar.
Seluruh elemen bangsa diharapkan tidak panik, tetapi juga tidak boleh menyepelekan situasi yang terjadi akibat merebaknya Covid-19. Selain kewaspadaan, kesaksamaan dan rasionalitas semestinya lebih dikedepankan. Jangan sampai ada pihak yang memaksakan pandangan serta pemikiran sendiri, yang justru berdampak buruk bagi keselamatan umat dan bangsa.
Kembangkan saling pengertian dan kebersamaan untuk menghadapi musibah besar ini. Jiwa gotong royong dan persatuan diuji saat krisis seperti ini.
Haedar juga menegaskan pentingnya seluruh elemen bangsa, tanpa kecuali, mengikuti protokol pemerintah. Selain itu, penting pula mengikuti sikap ormas-ormas keagamaan yang dibuat berdasarkan pertimbangan keselamatan bangsa dan umat manusia secara keseluruhan.
Dalam kondisi seperti ini, semua pihak diharapkan bekerja dan bergerak sesuai dengan perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah, misalnya, harus memiliki kebijakan komprehensif untuk mengendalikan situasi. ”Pemerintah pusat harus betul-betul satu kebijakan dengan pemerintah daerah. Kebijakan juga harus komprehensif dengan mempertimbangkan semua aspek, seperti ekonomi dan pariwisata,” tuturnya.
Pemerintah daerah pun, tambah Haedar, perlu mengesampingkan ego dengan tetap mengikuti semua protokol yang disusun pemerintah pusat. Dalam situasi krisis seperti sekarang, menurut Haedar, bukanlah saat yang tepat untuk memaksakan kebijakan yang berbeda dengan dalih otonomi daerah. Prinsip negara kesatuan harus menjadi landasan pemerintah pusat dan daerah dalam pengambilan kebijakan.
Ormas, lanjut Haedar, berperan menyokong pemerintah dalam mewujudkan tertib sosial dan pendewasaan masyarakat. ”Kami berperan dalam menjamin ketenangan masyarakat dan memandu warga agar sejalan dengan kebijakan pemerintah, mengutamakan kepentingan bersama,” ujarnya menjelaskan.
Muhammadiyah sudah sejak awal bersinergi dengan pemerintah dalam menangani wabah Covid-19. Ormas Islam terbesar kedua itu langsung membentuk satuan tugas bernama Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) untuk membantu pencegahan, penanganan, dan penanggulangan wabah virus korona. Sedikitnya 20 rumah sakit milik Muhammadiyah disiapkan untuk menangani pasien Covid-19.
Pembatasan dan solidaritas sosial
Rohaniwan Franz Magnis-Suseno, Kamis (19/3/2020), mengatakan, masyarakat sudah memiliki banyak ide untuk melaksanakan solidaritas sosial. Permasalahannya memang bagaimana melaksanakan pembatasan sosial sekaligus melaksanakan solidaritas sosial. ”Saya tidak merasa bisa memberikan nasihat kepada masyarakat. Mungkin, taatlah kepada pemerintah,” kata Franz Magnis.
Saya tidak merasa bisa memberikan nasihat kepada masyarakat. Mungkin, taatlah kepada pemerintah.
Walau ada pembatasan sosial, tambah Franz Magnis, kesetiakawanan sosial harus tetap diwujudkan. Masyarakat bisa berkreasi mencari bentuk sendiri, sementara pemerintah setidaknya membantu dengan menjelaskan situasi dan strategi mengatasi masalah Covid-19 ke masyarakat.
Franz Magnis justru ingin menyoroti pemerintah agar mau menjelaskan secara transparan kepada masyarakat. Situasi saat ini agak tegang dengan ketidakjelasan strategi pemerintah dalam mengatasi masalah Covid-19.
Menurut dia, saat ini tidak jelas apakah pembatasan sosial sudah dilakukan maksimal atau belum. Protokol untuk gereja memang ada, tetapi bagaimana pelaksanaannya, ia tidak tahu secara rinci. Terkait proses penahbisan uskup di Nusa Tenggara Timur di mana banyak orang berkumpul, Franz Magnis juga mempertanyakan. ”Sepertinya yang tetap berjalan hanya penahbisan saja, resepsinya tidak ada,” ujarnya.
Adapun Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom mengatakan, pada saat-saat seperti ini, yang paling dibutuhkan adalah semangat berbagi dan gotong royong. Ia mengatakan, kita semua adalah orang yang berutang. Sebagai orang-orang yang masing-masing memiliki harta, pengetahuan, dan keterampilan perlu melihat orang-orang di sekitar yang tidak seberuntung itu, terkadang karena sistem dan struktur masyarakat yang tidak berpihak kepada mereka. ”Inilah saatnya kita berbagi,” kata Gomar.
PGI sudah ada gerakan Gereja Melawan Covid19. Setelah pelatihan, mereka diterjunkan ke masyarakat. Dibuka juga rekening untuk mereka yang ingin berbagi.
Ia mengingatkan, masalah Covid-19 bisa membuat ketimpangan. Kalau dibiarkan, ini akan membawa dampak sosial yang berat. Banyak pekerja nonformal yang penghasilan hariannya terganggu dengan adanya kebijakan kantor yang mengharuskan pegawai bekerja dari rumah. Oleh karena itu, kepedulian sosial menjadi sangat penting.
”PGI sudah ada gerakan Gereja Melawan Covid19. Setelah pelatihan, mereka diterjunkan ke masyarakat. Dibuka juga rekening untuk mereka yang ingin berbagi,” kata Gomar.
Terkait pembatasan sosial, PGI telah mengedarkan imbauan kepada warga gereja untuk membatasi perjalanan dan perjumpaan yang tidak terlalu penting. Selain itu, gereja juga diminta mempertimbangkan alternatif persekutuan dan ibadah dengan memanfaatkan media sosial. Beberapa gereja seperti GKI Pondok Indah dan JPCC tidak lagi menyelenggarakan ibadah di gereja, tetapi tetap ada khotbah dan renungan yang disampaikan lewat radio dan video streaming. ”Gunakan teknologi digital dengan mengembangkan e-church,” kata Gomar.