Tiga Bulan Pimpinan KPK Bekerja, Tidak Ada Gebrakan
Tiga bulan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK 2019-2023 bekerja, sejumlah pihak melihat tidak ada gebrakan yang dilakukan, baik dalam menjalankan fungsi penindakan atau pencegahan.
Oleh
Prayogi Dwi Sulistyo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tiga bulan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK 2019-2023 bekerja, sejumlah pihak melihat tidak ada gebrakan yang dilakukan, baik dalam menjalankan fungsi penindakan atau pencegahan.
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Oce Madril mengatakan, sejak pimpinan KPK 2019-2023 dilantik dan mulai bekerja, akhir tahun lalu, tak terlihat arah KPK dalam memberantas korupsi.
“Tidak ada gebrakan dalam penindakan dan pencegahan. Kita tidak tahu arah KPK ke mana. Mereka tidak nampak dan tidak bergerak,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (20/3/2020).
Menurut Oce, upaya pencegahan yang selama ini dilakukan KPK hanya sekadar kegiatan anjangsana. Namun, pada kenyataannya mereka tidak melakukan apa-apa. Adapun dari sisi penindakan, KPK seperti terbentur oleh Undang-Undang (UU) KPK yang baru, UU Nomor 19 Tahun 2019. Salah satunya karena UU KPK yang baru mengharuskan KPK memperoleh izin dari Dewan Pengawas KPK untuk melakukan penyadapan, penggeledahan atau penyitaan.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati juga melihat kinerja pimpinan KPK tak menonjol, bahkan membuat KPK mengalami kemunduran.
Dia mencontohkan saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan, bekas anggota KPU, awal tahun 2020. Dalam OTT tersebut, KPK justru disinyalir melindungi salah satu tersangka, yaitu Harun Masiku.
“OTT Harun Masiku justru menunjukkan pimpinan terindikasi melindungi tersangkanya,” katanya.
Apalagi kemudian personel KPK yang menangani kasus tersebut, dikembalikan ke instansi masing-masing, yaitu Kejaksaan Agung dan Polri, saat penyelesaian kasus itu masih jauh dari tuntas. Dalam kasus pengembalian Komisaris Rossa Purbo Bekti ke Polri justru dinilainya sfatal karena Ketua KPK Firli Bahuri ketahuan berbohong.
Awalnya Firli mengatakan Polri yang meminta Rossa kembali tetapi kemudian dibantah oleh Polri. Namun, Firli tetap ngotot tidak mempekerjakan Rossa.
Selain itu, Asfinawati mengkritik kerja penindakan KPK yang dinilainya mengendur. KPK tak intens lagi melakukan OTT. Perburuan KPK terhadap para buron, salah satunya Harun Masiku, juga tak kunjung ada hasilnya.
Kritik untuk perbaikan
Firli Bahuri memahami kritik atas kinerja KPK yang disampaikan oleh publik. Dia juga menyadari turunnya kepercayaan publik pada KPK. Ini setidaknya terlihat dari hasil survei sejumlah lembaga survei. Semua hal tersebut akan dijadikan untuk perbaikan ke depan.
“Namun perlu saya tegaskan, OTT bukan tujuan atau gimik supaya KPK terlihat bekerja. OTT adalah salah satu alat penindakan. Belum ada OTT bukan berarti kami tak memberantas korupsi dan mencegah kerugian negara,” katanya.
Ia menjelaskan, KPK saat ini sedang memperkuat fungsi pencegahan korupsi. Alasannya, pencegahan dipandang lebih konstruktif, efisien, dan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat. Namun jangan kemudian diasumsikan karena pencegahan diperkuat, fungsi penindakan akan melemah.
Firli menekankan, mereka yang bertugas di bagian penindakan, baik itu penyelidikan, penyidikan, penuntutan atau eksekusi, tetap bekerja optimal untuk memberantas korupsi. Para penyelidik maupun penyidik tetap bekerja meminta keterangan para saksi dan melakukan penggeledahan untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti.