Pemungutan Suara Pilkada 2020 Sulit Digelar Akhir September Mendatang
KPU kesulitan untuk tetap menyelenggarakan pemungutan suara Pilkada 2020 pada akhir September mendatang. Presiden Joko Widodo diharapkan mempertimbangkan perppu sebagai solusi.
Oleh
INGKI RINALDI/DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum kesulitan untuk tetap menyelenggarakan pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah 2020 pada 23 September 2020 setelah empat tahapan pilkada ditunda. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo diharapkan mempertimbangkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang sebagai solusi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan menunda empat tahapan Pilkada 2020 menyusul merebaknya Covid-19. Empat tahapan dimaksud adalah pelantikan Panitia Pemungutan Suara, verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih, serta kerja pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.
Keempat tahapan itu sedianya berlangsung sekitar 2,5 bulan, mulai Maret hingga Mei 2020.
Anggota KPU, Viryan Azis, saat dihubungi, Senin (23/3/2020), mengatakan, seandainya kondisi sudah pulih pada Mei 2020, tahapan Pilkada 2020 bisa dilanjutkan pada Juni 2020. Kelanjutan tahapan dimulai dari empat tahapan pilkada yang diputuskan ditunda dan kemudian dilanjutkan dengan tahapan lain hingga tiba waktu pemungutan suara.
Dengan kata lain, jika tahapan pilkada mundur 2,5 bulan, berimplikasi pula pada mundurnya waktu pemungutan suara. Dari semula pemungutan suara digelar 23 September 2020, bisa mundur 2,5 bulan menjadi baru digelar November atau Desember 2020. Namun, penyelenggaraan pemungutan suara pada bulan itu pun dinilai kurang ideal karena bisa jadi publik masih trauma.
Sulitnya pemungutan suara tetap digelar akhir September 2020 juga karena ada kemungkinan wabah Covid-19 di Tanah Air tak akan tuntas pada Mei mendatang. Berdasarkan masukan sejumlah pakar mikrobiologi, menurut Viryan, wabah berpotensi terjadi hingga enam bulan.
Jika betul hal ini terjadi, tahapan pilkada ditunda enam bulan sehingga waktu pemungutan suara bisa saja baru digelar pada Februari atau Maret 2021.
Namun, opsi lain yang paling aman, Viryan melanjutkan, dimulainya kembali tahapan pilkada menunggu hingga wabah Covid-19 betul-betul tuntas dan masyarakat tak lagi trauma. Dalam opsi tersebut, tahapan Pilkada 2020 baru kembali dimulai Maret 2021 sehingga waktu pemungutan suara digelar pada September 2021.
Terkait opsi mana yang dipilih, KPU masih akan menjaring masukan dari berbagai pihak. Pihak dimaksud adalah ahli yang bisa memperkirakan kapan wabah Covid-19 di Indonesia tuntas, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan pemerintah.
Namun, dengan sulitnya menggelar pemungutan suara Pilkada 2020 tetap pada akhir September 2020, Viryan mendorong Presiden Joko Widodo mempertimbangkan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Perppu terutama untuk merevisi Pasal 201 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menegaskan pemungutan suara harus digelar September 2020.
”Patut (bagi) pemerintah menimbang, (untuk) mengeluarkan perppu. Karena kondisi darurat, bukan kondisi normal,” kata Viryan.
Penundaan pemilu hal yang wajar di tengah wabah Covid-19, bahkan tak hanya Indonesia yang telah memutuskan menunda pemilu. Menurut dia, hingga saat ini ada lebih kurang 20 negara yang memutuskan menunda pemilu.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, mengatakan, jika hingga Juni mendatang situasi belum memungkinkan tahapan pilkada dilanjutkan, harus dipikirkan untuk menggeser waktu pelaksanaan pemungutan suara Pilkada 2020. Perubahan waktu pemungutan suara harus dengan merevisi UU Pilkada atau Presiden mengeluarkan perppu.
”Ini harus berdasarkan perhitungan yang tepat dan realistis, serta kesadaran semua pihak,” kata Zulfikar.
Sikap pemerintah
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyerahkan keputusan penundaan tahapan Pilkada 2020 kepada KPU. ”Itu kewenangan KPU. Kami hanya bertugas mengamankan, menertibkan dari sudut hukum, dari sudut politik, Kementerian Dalam Negeri, dan lain-lain, termasuk soal logistik yang berkaitan dengan pemerintah daerah,” katanya.
Adapun terkait kemungkinan seluruh tahapan ditunda, termasuk waktu pemungutan suara, pemerintah menunggu perkembangan dari KPU.
”Tentu kalau pada saatnya nanti KPU meminta perppu itu dikeluarkan, kami akan mempelajari kemungkinan itu. Kalau memang waktunya dari jauh hari tidak harus perppu, bisa melalui proses legislasi biasa melalui daftar kumulatif terbuka karena keadaan mendesak pun bisa,” ujar Mahfud.