Polri akan memproses hukum masyarakat yang membandel dan tidak mengindahkan imbauan pemerintah untuk melakukan pembatasan sosial atau social distancing.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI dan PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kepolisian Negara RI akan mengedepankan pendekatan persuasif untuk membubarkan kerumunan menyusul adanya imbauan pemerintah untuk melakukan pembatasan sosial atau social distancing. Namun, bagi warga yang tidak mengindahkan imbauan itu, tindakan tegas akan dilakukan Polri sesuai hukum yang berlaku.
Pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan menanti mereka yang membandel. Penyidik Polri akan menerapkan Pasal 212, Pasal 214, Pasal 216, dan Pasal 218 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
”Apabila ada masyarakat yang membandel, yang tidak mengindahkan perintah personel, kami akan proses hukum. Intinya bisa dipidana,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal, Senin (23/3/2020) di Jakarta.
Pada 19 Maret, Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis mengeluarkan Maklumat Nomor Mak/2/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Korona atau SARS-CoV-2. Isinya, di antaranya, selama masa bencana nasional yang ditetapkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, masyarakat dilarang mengadakan pertemuan sosial, budaya, keagamaan, dan aliran kepercayaan dalam bentuk seminar, lokakarya, sarasehan, dan kegiatan sejenis lainnya. Selain itu, konser musik, pekan raya, festival, bazar, pasar malam, pameran, dan resepsi keluarga juga dilarang. Demikian pula kegiatan olahraga, kesenian, jasa hiburan, unjuk rasa, pawai, karnaval, dan kegiatan yang menyebabkan pengumpulan massa juga dilarang.
Menurut Iqbal, Polri menyiapkan semua jajarannya untuk menyosialisasikan hal itu kepada masyarakat. Sebanyak 460.000 personel Polri telah bergerak, bersama dengan TNI atau unsur masyarakat lainnya.
”Menyampaikan imbauan kepada seluruh lapisan masyarakat yang terlihat masih berkumpul walau hanya sekadar ngopi di kafe, duduk-duduk, nongkrong di persimpangan, dan sebagainya. Ini bahaya,” kata Iqbal.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan, Indonesia memilih strategi pembatasan sosial karena melihat strategi penutupan wilayah (lockdown) dinilai tak berhasil di Italia. Korban di negara tersebut terus berjatuhan. Untuk mengefektifkan pembatasan sosial, pemerintah memakai seluruh pranata pemerintahan hingga ke RT/RW untuk mengedukasi warga.
Sulit dilakukan di LP
Pembatasan sosial tak mungkin diterapkan di lembaga pemasyarakatan/rumah tahanan. Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Rika Aprianti mengatakan, kelebihan penghuni membuat jaga jarak minimal 1 meter tidak dapat diterapkan.
Hingga 23 Maret, jumlah penghuni LP/rutan mencapai 258.843 orang. Padahal, kapasitas seluruh LP/rutan hanya 131.931 orang.
Untuk mencegah penularan virus korona, Rika mengatakan, pihaknya membatasi kunjungan. Pengunjung dilarang bertemu warga binaan, hanya dapat berkomunikasi melalui panggilan video.
Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Herman Hery meminta tiap pegawai LP untuk lebih aktif memperhatikan kesehatan warga binaan. Seluruh LP pun diminta menyiapkan blok khusus untuk ruang isolasi jika ada warga binaan yang menunjukkan gejala Covid-19.
Sementara itu, untuk mencegah penyebaran Covid-19, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali kemarin mengeluarkan kebijakan, hakim dan aparat pengadilan dapat bekerja di rumah. MA mengatur sistem piket tetap bekerja di kantor agar layanan peradilan kepada masyarakat tidak terhambat.
Terkait persidangan, Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, persidangan perkara pidana, militer, dan jinayat tetap dilaksanakan khusus terhadap perkara yang terdakwanya sedang ditahan dan penahanannya tidak dapat diperpanjang lagi.