Kemudahan Pengadaan Barang dan Jasa Penanganan Covid-19 Jangan Disalahgunakan
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020, KPK bersama LKPP dan BPKP akan mengawasi pengadaan barang dan jasa untuk penanganan wabah Covid-19.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengadaan barang dan jasa untuk penanganan Covid-19 dimudahkan. Sejumlah pihak pun mengingatkan agar kemudahan itu tak disalahgunakan menjadi lahan korupsi. Jika sampai anggaran bencana dikorupsi, pelakunya akan diancam dengan hukuman terberat, yaitu hukuman mati.
Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Andy Martanto mengatakan, dalam kondisi darurat seperti yang terjadi saat ini ketika Covid-19 mengancam, pejabat pembuat komitmen (PPK) bisa langsung memilih dan menunjuk penyedia barang.
Hal tersebut sesuai dengan Peraturan LKPP Nomor 13 Tahun 2018, dalam kondisi darurat, pengadaan barang dan jasa dapat menjadi lebih sederhana. ”Kalau sebelumnya, harus melalui proses pemilihan penyedia barang yang kompetitif dengan proses tender, misalnya,” kata Andy melalui pesan singkat di Jakarta, Senin (23/3/2020).
Namun, dengan melihat nilai anggaran untuk penanganan Covid-19 yang besar, LKPP akan melakukan pendampingan dalam proses pengadaan barang atau jasa tersebut. Sebelumnya, pemerintah menyampaikan telah menyiapkan dana sebesar Rp 118 triliun-Rp 121,3 triliun untuk menangani pandemi Covid-19. Dana tersebut bersumber dari realokasi belanja kementerian/lembaga Rp 62,3 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa Rp 56 triliun-Rp 59 triliun (Kompas, 21/3/2020).
Adapun pendampingan pengadaan yang dilakukan LKPP dimulai dari perencanaan, penyusunan dokumen, pemilihan penyedia barang, hingga kontrak serta penyelesaian dan penerimaan pekerjaan. LKPP juga telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penjelasan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam Rangka Penanganan Covid-19 pada 23 Maret 2020 di Jakarta.
Surat edaran tersebut dibuat berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 yang memerintahkan seluruh kementerian/lembaga/pemerintah daerah melakukan langkah cepat, termasuk dalam pengadaan barang/jasa, untuk penanganan Covid-19.
Dalam surat edaran tersebut, selain PPK dapat menunjuk langsung, pengadaan barang/jasa untuk penanganan darurat dapat dilaksanakan dengan swakelola. Adapun untuk memastikan kewajaran harga setelah pembayaran, PPK meminta audit oleh aparat pengawas intern pemerintah atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP Dadang Kurnia mengatakan, saat ini BPKP sedang menyusun tim dan pedoman untuk pengawasan pengadaan barang/ jasa terkait penanganan Covid-19.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, PPK dapat menunjuk penyedia barang untuk melaksanakan pekerjaan berdasarkan kebutuhan pengguna anggaran. Karena itu, pengguna anggaran pun memiliki tanggung jawab yang besar dalam pengadaan barang/jasa tersebut.
”Kami minta tidak perlu ada ketakutan yang berlebihan sehingga menghambat penanganan bencana. Laksanakan pengadaan barang sesuai dengan ketentuan dengan pendampingan LKPP,” kata Firli.
Dia pun mengingatkan agar anggaran bencana tidak disalahgunakan. KPK akan bertindak tegas apabila ditemukan pelanggaran dan unsur koruptif.
”Korupsi anggaran bencana adalah kejahatan berat yang layak dituntut dengan hukuman mati. Hal tersebut sesuai dengan undang-undang tindak pidana korupsi,” kata Firli. Sesuai dengan Instruksi Presiden No 4/2020, KPK akan berkoordinasi dan memantau bersama dengan LKPP serta BPKP untuk mencegah terjadinya korupsi.
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Oce Madril mengatakan, kemudahan dalam pengadaan barang/jasa dapat dilakukan apabila sudah ditetapkan status darurat secara nasional atau di daerah tertentu.
Status darurat secara nasional disampaikan oleh presiden, sementara untuk daerah dapat disampaikan oleh kepala daerah masing-masing. ”Untuk saat ini, apakah status darurat tersebut sudah ditetapkan?” ujar Oce.
Apabila status darurat belum ditetapkan, penyederhanaan tersebut tidak dapat dilakukan. Karena itu, status darurat seharusnya ditetapkan terlebih dahulu oleh pemerintah.
Oce pun menegaskan, pengawasan harus dilakukan karena pengadaan barang/ jasa rawan terjadi penyimpangan. Karena itu, ia menyarankan ada pengawasan internal di dalam gugus tugas penanganan Covid-19.
Peneliti Transparency International Indonesia, Agus Sarwono, berharap proses pengadaan barang/jasa untuk menghadapi wabah Covid-19 dilakukan secara terbuka dan dapat diakses oleh publik. ”Kontrak pengadaan harus dibuka agar publik bisa mengawasi prosesnya,” kata Agus.