Ketika Kesehatan dan Keselamatan Warga Menjadi yang Utama
Dunia tengah merasakan "pukulan" telak Covid-19. Hingga Jumat, merujuk WHO, sebanyak 465.915 orang dari 200 negara terinfeksi. Dari jumlah itu, 21.031 orang meninggal. Demikian pula Indonesia. Ke mana prioritas kita?
Rencana boleh saja disusun tetapi kondisi-lah yang menentukan. Inilah yang kini terjadi hampir di seluruh kehidupan sosial manusia di muka bumi hari-hari ini.
Mungkin benar seperti pernah disampaikan beberapa tahun silam oleh legenda tinju dunia asal Amerika Serikat, Mike Tyson, ”setiap orang punya rencana sampai pukulan mendarat telak mengena."
Hari-hari ini, dunia tengah merasakan "pukulan" telak itu. Jika dalam empat dekade terakhir pukulan pada dunia global berasal dari krisis keuangan, maka kali ini "pukulan" telak itu tak kelihatan karena berasal dari organisme subseluler bernama virus korona baru yang menyebabkan penyakit Covid-19.
Kasus ini, mencuat di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, pada Desember 2019. Selanjutnya Covid-19 meluas, tak hanya di kota-kota di Tiongkok, tetapi juga melintas ke berbagai negara. Hingga Jumat kemarin, merujuk data Badan Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 465.915 orang dari 200 negara terinfeksi Covid-19. Dari jumlah itu, 21.031 di antaranya meninggal dunia. Di Indonesia, kasusnya meningkat drastis selama tiga pekan terakhir, dari 2 kasus per 2 Maret menjadi 1.046 kasus per 27 Maret lalu. Sebanyak 87 orang di antaranya meninggal dunia, dan kasus menyebar di 28 dari 34 provinsi.
Baca Juga: Direktur Rumah Sakit di Wuhan Ikut Jadi Korban Keganasan Virus Covid-19
Masifnya penyebaran Covid- 19 membuat puluhan negara melakukan lockdown (karantina wilayah) mencegah penularannya. Sebagian lagi menerapkan pembatasan sosial pergerakan warga (social distancing), seperti yang dilakukan di Indonesia.
"Jika dalam empat dekade terakhir pukulan pada dunia global berasal dari krisis keuangan, maka kali ini "pukulan" telak itu tak kelihatan karena berasal dari organisme subseluler bernama virus korona baru yang menyebabkan penyakit Covid-19"
Covid-19, dengan karakteristik penyebarannya, tak hanya berimbas sangat serius pada kesehatan dan keselamatan umat manusia tetapi juga membuat seluruh aspek kehidupan seolah berhenti. Perekonomian nasional dan global pun melambat. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan memperkirakan, dampak ekonomi akibat Covid-19 berpotensi seburuk krisis ekonomi global pada 2008.
Pemerintah sebagai penyelenggara negara tentu punya tanggung-jawab terdepan mengelola situasi. Saat beberapa kali memimpin rapat terbatas, Presiden Joko Widodo menginstruksikan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah mengubah fokus kegiatan (refocusing) dan merealokasi anggaran untuk penanggulangan Covid-19. ”Prioritas kita adalah mencegah Covid-19 lebih luas lagi untuk kesehatan dan keselamatan warga,” ujar Presiden Jokowi lewat media telekonferensi di Istana Bogor, 19 Maret lalu.
Sementara saat ratas pada 24 Maret, Presiden secara khusus membahas antisipasi dampak ekonomi dari Covid-19. Penyebaran virus itu, tambah Jokowi, sudah benar-benar memperlambat perekonomian dunia, termasuk domestik. ”Untuk itu, pemerintah terus bekerja keras mengantisipasi, untuk mempertahankan daya beli, mengurangi risiko PHK, mempertahankan produktivitas ekonomi dan produktivitas masyarakat di seluruh Indonesia,” tutur Presiden Jokowi lagi.
Dengan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran di pusat hingga ke daerah, setidaknya ada tiga hal yang diutamakan pemerintah. Selain kesehatan dan keselamatan warga dari pandemi Covid-19, juga dampak ekonomi dengan mendorong terbentuknya jaring pengaman sosial (social safety net) khususnya masyarakat kecil yang hidupnya pas-pasan, serta stimulus ekonomi bagi usaha kecil, menengah dan besar. Dari aspek realisasi penerimaan negara, hampir bisa dipastikan di bawah target. Sebab, perekonomian sebagai sumber pembayaran pajak juga melambat. Dampaknya, sejumlah program yang dirancang bisa tertunda.
Omnibus Laws dan ibukota
Salah seorang pejabat di istana saat ditanya bagaimana dampak Covid-19 terhadap rencana pembahasan RUU Perpajakan dan RUU Cipta Kerja dalam sistem omnibus law, serta RUU Ibu Kota Negara? "Sebagai konsekuensi dari refocusing dan realokasi anggaran akibat Covid-19, negara harus all out jaga kesehatan dan keselamatan warga, mendorong terjaminnya jaring pengaman sosial dan stimulus ekonomi. Yang lainnya, seperti omnibus law dan ibukota negara terpaksa bergeser. Itu karena fokus utama, kesehatan dan keselamatan, jaring pengaman sosial dan stimulus ekonomi," tutur sang pejabat.
Sejauh ini, Presiden Jokowi memang belum menyinggung sama sekali akibat refokus dan realokasi yang berubah menyababkan target besar pemerintah sebelumnya pada tahun ini seperti RUU Perpajakan dan RUU Cipta Kerja serta RUU Ibu Kota Negara, akan tertunda juga.
Juru Bicara Presiden, Fadrjoel Rachman menegaskan target-target pemerintah dalam RUU Perpajakan dan RUU Cipta Kerja serta RUU tentang Ibu Kota Negara tidak akan berubah. ”Sementara tak ada penyesuaian target. Pemerintah masih dengan rencana semula, tetapi prioritasnya pada penanganan dampak Covid-19 terlebih dahulu,” kata Fadjroel. Artinya, pemerintah masih menargetkan pembahasan RUU-RUU di masa datang tetap ada dengan pengandaian wabah Covid-19 berhasil dikendalikan.
”Sementara tak ada penyesuaian target. Pemerintah masih dengan rencana semula, tetapi prioritasnya pada penanganan dampak Covid-19 terlebih dahulu”
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Ahmad Baidowi, menyatakan, dengan merebaknya Covid-19 mau tak mau kinerja DPR sebagai mitra pemerintah dalam menyusun legislasi pun menjadi terganggu. Oleh karena itu, pembahasan RUU-RUU disebutnya bisa meleset dari target yang ditetapkan semula. ”Sudah pasti akan sulit sesuai target. Reses diperpanjang, jadwal pembahasannya pun jadi mundur,” katanya.
Baca Juga: Kerja Parlemen di Tengah Virus Korona…
Menurut Baidowi hal itu karena UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mensyaratkan penyusunan RUU harus terbuka dan memberi ruang publik memberi pandangan dan masukan. Syarat itu tak mungkin terpenuhi jika pembahasnannya lewat media telekonferensi.
Kini, akibat pandemi Covid-19, tak ada cara lain bagi pemerintah memprioritas kesehatan dan keselamatan warga, mewujudkan social safety net dan stimulus ekonomi agar setiap rencana besar lainnya tetap bisa berjalan dan tak berhenti akibat "pukulan" telak Covid-19.