Rakyat Menunggu Kerja Pengawasan DPR dalam Penanganan Covid-19
DPR memutuskan tidak memperpanjang masa reses dan memilih membuka masa sidang ketiga, Senin ini. Seusai memasuki masa sidang, kerja pengawasan DPR, khususnya pengawasan terhadap penanganan Covid-19, dinanti masyarakat.
Oleh
Rini Kustiasih
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat mengagendakan pembukaan masa sidang ketiga, Senin (30/3/2020), di tengah upaya negara melakukan percepatan penanganan penyakit Covid-19. Dalam kondisi darurat, rakyat menantikan kerja pengawasan DPR, baik dalam bentuk dukungan, masukan, rekomendasi, maupun kritisi dari DPR terhadap kerja-kerja yang dilakukan oleh pemerintah, di samping tetap menjalankan kerja legislasi dan penganggaran.
Berbeda dengan rapat paripurna pembukaan masa sidang biasanya yang dilakukan secara langsung dengan kehadiran fisik anggota, rapat paripurna kali ini diadakan dengan kombinasi antara rapat yang dihadiri fisik dan secara virtual menggunakan sambungan jarak jauh atau telekonferensi. Jumlah peserta rapat dibatasi. Selain yang ditugasi fraksi untuk menghadiri rapat, anggota DPR lainnya dapat mengikuti rapat secara virtual. Tempat duduk diatur minimal ada jarak 1 meter antarpeserta. Seluruh tenaga ahli fraksi dan pegawai ataupun pengunjung lain tidak dibolehkan masuk ke area Gedung Nusantara, tempat rapat digelar.
Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi, Minggu (29/3/2020), di Jakarta, mengatakan, pembukaan masa sidang itu diperlukan untuk memastikan kerja-kerja DPR tidak terbengkalai. Secara teknis, kerja-kerja DPR itu bisa dilakukan dengan telekonferensi, sekalipun untuk hal-hal tertentu, seperti pembahasan rancangan undang-undang (RUU), akan menggunakan pertimbangan prioritas. RUU yang tidak terlalu mendesak diusulkan untuk ditunda pembahasannya.
Pembukaan masa sidang ketiga pada Senin ini diputuskan dalam rapat konsultasi pengganti badan musyawarah, Jumat pekan lalu. Semua fraksi sepakat masa sidang dibuka untuk menjaga kerja-kerja DPR tidak terbengkalai. Menurut jadwal, sidang pembukaan masa sidang dilakukan 23 Maret, tetapi mempertimbangkan kondisi penyebaran Covid-19 saat itu, reses diperpanjang hingga 29 Maret.
Dosen Magister Ilmu Politik Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional Alfan Alfian, Minggu, di Jakarta, mengatakan, putusan untuk membuka masa sidang itu dinilai tepat karena saat ini negara memerlukan peran DPR dalam mengawal kebijakan pemerintah di masa darurat penyakit Covid-19. Tiga fungsi DPR, yakni pengawasan, legislasi, dan penganggaran, dinilai harus tetap dilakukan. Fungsi pengawasan utamanya yang harus dioptimalkan oleh DPR dalam mengawal kebijakan pemerintah.
”Rakyat menunggu suara DPR. Apa pendapat DPR dan apa rekomendasinya terhadap pemerintah. Saya kira ini yang terpenting karena saat ini nyaris tidak terdengar suara DPR tentang apa, sih, sebenarnya pendapat mereka tentang cara pemerintah menangani penyebaran penyakit Covid-19. Itu yang ditunggu oleh masyarakat. Sebagai wakil rakyat, peran pengawasan di masa darurat ini sangat ditunggu karena masukan dan keluhan banyak datang dari rakyat,” katanya.
Mengenai rapat virtual ataupun sidang dengan menjaga jarak, menurut Alfan, itu teknis pelaksanaan kerja saja. DPR secara substantif justru harus memastikan tiga fungsinya itu tetap berjalan. Utamanya dalam penyerapan aspirasi masyarakat, DPR diharapkan lebih peka dan tidak segan memberikan masukan kepada pemerintah dalam penanganan penyakit Covid-19.
”DPR secara kelembagaan ataupun anggota orang per orang adalah wakil rakyat yang semestinya proaktif dalam mengambil alih suara rakyat sehingga terlembagakan apa yang muncul sebagai keluh kesah masyarakat itu,” katanya.
Dua fungsi lainnya, yakni legislasi dan penganggaran, menurut Alfan, dapat dijadwalkan ulang. Kerja-kerja legislasi memungkinkan untuk ditunda bagi RUU yang tidak terlalu mendesak. Demikian halnya dengan penganggaran. Namun, untuk fungsi pengawasan, di masa darurat saat ini menjadi peran pokok yang dinanti masyarakat sebagai bagian dari praktik checks and balances dalam kehidupan negara demokrasi.
Anggota DPR diharapkan tidak takut menyuarakan aspirasi mereka sehingga kerja pengawasan dan upaya menjaga keseimbangan dengan peran pemerintah atau eksekutif betul-betul dirasakan oleh masyarakat. Di sisi lain, dukungan juga harus diberikan kepada pemerintah atas tindakan-tindakan yang dirasa penting diambil dalam situasi krisis.
”Kekompakan antara DPR dan pemerintah itu juga harus harus ditunjukkan sehingga rakyat merasa ada semacam kepastian kebijakan di pusat ataupun daerah,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), M Nasir Djamil, mengatakan, idealnya DPR membentuk tim pengawas yang isinya lintas komisi dan fraksi untuk mengawasi dan memastikan penanganan penyakit Covid-19 dilakukan dengan benar. Tim pengawas itu sebaiknya dibentuk melalui putusan pimpinan DPR.
”Untuk peristiwa sebesar ini harus ada pengawasan dari DPR karena pelaksanaan haji saja ada pengawasannya dan peristiwa bencana ini tentu juga baiknya ada pengawasan. Contohnya ialah penggunaan anggaran, harus dipastikan anggaran digunakan untuk kebutuhan pelayanan kesehatan bagi mereka yang terkena Covid-19. Di samping itu juga memberikan perhatian kepada tenaga kesehatan dan dokter yang saat ini memerlukan APD (alat perlindungan diri),” katanya.
Sementara itu, rapat paripurna Senin ini diagendakan berlangsung cepat, sebagai upaya pencegahan penyebaran penyakit Covid-19 di lingkungan DPR. Sidang minimal dihadiri tiga unsur pimpinan DPR secara fisik. Ketua DPR Puan Maharani tidak akan membacakan seluruh pidatonya dan hanya poin-poin penting saja, sementara pidato lengkap akan dibagikan kepada anggota. Sesi penyampaian aspirasi dari daerah pemilihan (dapil) anggota ataupun interupsi ditiadakan.
Untuk peristiwa sebesar ini harus ada pengawasan dari DPR karena pelaksanaan haji saja ada pengawasannya dan peristiwa bencana ini tentu juga baiknya ada pengawasan. Contohnya ialah penggunaan anggaran, harus dipastikan anggaran digunakan untuk kebutuhan pelayanan kesehatan bagi mereka yang terkena Covid-19.
Sidang cepat itu merupakan respons atas upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di lingkungan DPR. Jumat (27/3/2020) malam, akhir pekan lalu, anggota Komisi IX dari Fraksi PDI-P, Imam Suroso, meninggal di RS Kariadi, Semarang, Jawa Tengah. Imam berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19. Ia mengeluhkan demam dan sesak napas sejak 21 Maret. Sebelumnya, ia bertolak dari Jakarta dan sempat melakukan kegiatan bersama warga di Jateng dalam rangka reses, antara lain senam bersama dengan warga di Pati serta pembagian masker dan cairan pembersih tangan (hand sanitizer) dengan warga di Kudus.
Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan, saat ini pihaknya belum bisa mendata secara keseluruhan berapa banyak anggota DPR yang positif Covid-19 ataupun yang berada dalam status PDP atau orang dalam pemantauan (ODP). Satu anggota DPR lainnya dari Fraksi Gerindra, Imran, juga meninggal, Sabtu dini hari. Namun, Imran diketahui menderita sakit sejak Desember 2019.
”Masih belum bisa didata (status kesehatan anggota DPR) karena sebagian besar masih di dapil masing-masing,” katanya.