Realokasi Anggaran Pilkada untuk Covid-19 Butuh Payung Hukum
Pemerintah dianggap perlu mengeluarkan payung hukum agar pemerintah daerah dapat merealokasi anggaran Pilkada 2020 untuk penanganan Covid-19. Realokasi anggaran ini merupakan permintaan DPR dan disetujui pemerintah.
Oleh
INGKI RINALDI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Permintaan Komisi II DPR yang disetujui pemerintah agar anggaran Pemilihan Kepala Daerah 2020 direalokasi untuk penanganan pandemi Covid-19 perlu segera ditindaklanjuti. Kementerian Dalam Negeri diminta mengeluarkan payung hukum sebagai dasar bagi pemerintah daerah untuk melakukan realokasi anggaran.
Diberitakan sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dan penyelenggara pemilu, Senin (30/3/2020), Komisi II DPR meminta kepada kepala daerah yang akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 untuk merealokasi anggaran pilkada yang belum terpakai untuk penanganan pandemi Covid-19.
Hal ini menjadi salah satu kesimpulan rapat yang disetujui oleh Mendagri dan penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Berangkat dari hal itu, peneliti pada Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Moch Nurhasim, saat dihubungi, Rabu (1/4/2020), meminta agar Kementerian Dalam Negeri segera mengeluarkan payung hukum yang memungkinkan pemerintah daerah melakukan realokasi anggaran. Dengan payung hukum itu, pemda tidak takut disalahkan ketika merealokasi anggaran.
Menurut dia, anggaran pilkada dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersebut bersifat hibah. Karena itu, mesti dibuatkan aturan teknisnya saat hendak dikembalikan atau dialihkan untuk menangani wabah. Bentuk payung hukum itu bisa saja berupa peraturan menteri yang isinya petunjuk teknis bagi kepala daerah dan DPRD untuk merealokasi anggaran.
”Ini menjadi semacam payung hukum darurat,” kata Nurhasim.
Opsi lainnya, instruksi merealokasi anggaran itu ikut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pilkada 2020. Jadi, perppu yang juga diminta Komisi II DPR untuk diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo tak hanya mengatur penundaan waktu pemungutan suara Pilkada 2020 yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Hanya saja, dia khawatir jika menunggu terbitnya perppu terlalu lama. Sementara saat ini pemda harus bergerak cepat untuk menangani pandemi Covid-19. Oleh karena itu, payung hukum berupa peraturan menteri lebih bisa diandalkan karena terbitnya aturan bisa lebih cepat.
Hingga kini, sisa anggaran pilkada yang belum terpakai sekitar Rp 9 triliun dari total anggaran sebesar Rp 14 triliun, Kompas (31/3/2020). Pilkada 2020 menurut rencana digelar di 270 daerah.
Anggota KPU, Ilham Saputra, mengatakan masih mengoordinasikan permintaan relokasi anggaran itu dengan Kementerian Dalam Negeri. KPU belum tahu mekanisme pengembalian anggaran pilkada tersebut. KPU juga belum tahu mekanisme pertanggungjawaban terhadap anggaran yang sudah dikeluarkan.