Pemerintah menyatakan status kedaruratan kesehatan dan mengeluarkan PP tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar. Kebijakan lebih detail diharapkan memperkuat sinergi pusat-daerah.
Oleh
TIM KOMPAS
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah mengumumkan status kedaruratan kesehatan sekaligus mengeluarkan payung hukum penerapan pembatasan sosial berskala besar guna mengatasi penyebaran Covid-19. Pada saat yang sama, pemerintah mengumumkan jaring pengaman sosial untuk membantu masyarakat lapisan bawah memenuhi kebutuhan pokoknya.
Presiden Joko Widodo mengumumkan terbitnya Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, dalam keterangan pers melalui telekonferensi dari Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (31/3/2020).
Pengumuman payung hukum PSBB ini berlangsung sehari setelah Presiden memutuskan memberlakukan PSBB untuk mengatasi Covid-19 akibat virus korona yang meluas. Hingga Selasa, kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 1.528 kasus, naik 114 kasus dibandingkan dengan sehari sebelumnya. Dari jumlah itu, 136 orang meninggal.
Inti kebijakan kita sangat jelas dan tegas. Pertama, kesehatan masyarakat adalah yang utama.
Dengan adanya PP mengenai PSBB yang merupakan turunan dari UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan itu, Presiden meminta kepala daerah tak membuat kebijakan sendiri-sendiri yang tak terkoordinasi. Semua kebijakan di daerah diharapkan dalam koridor UU, PP, dan keppres. Kepolisian Negara RI juga dapat menegakkan hukum secara terukur supaya PSBB bisa diterapkan efektif dan bisa mencegah meluasnya Covid-19.
”Inti kebijakan kita sangat jelas dan tegas. Pertama, kesehatan masyarakat adalah yang utama. Oleh sebab itu, kendalikan penyebaran Covid-19 dan kita obati yang terpapar,” kata Presiden.
PP PSBB yang terdiri atas tujuh pasal ini mengatur, PPSB setidaknya dilakukan dengan meliburkan sekolah dan kerja, membatasi kegiatan keagamaan, serta membatasi kegiatan di area publik atau fasilitas umum. PP juga mengatur koordinasi kementerian terkait, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dan pemda. Sementara itu, pembatasan pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu dapat dilakukan pemda dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan kesehatan.
PP itu juga menyatakan, PSBB harus memenuhi dua kriteria, yakni (a) jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah, dan (b) terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
Direktur Kantor Hukum dan Hak Asasi Manusia Lokataru Haris Azhar menilai, PP tentang PSBB masih belum detail dan belum menjawab tantangan untuk mengatasi Covid-19. Pasal-pasal di dalamnya tak jauh dari apa yang sudah dijalankan di sejumlah daerah. Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari menuturkan, PP seharusnya bisa mengatur lebih detail, menampung mata rantai kerja agar daerah tidak jalan sendiri-sendiri. Begitu pula dengan instansi di pusat. Untuk menutup kekurangan itu, dibutuhkan diskresi pejabat pemegang komando, yakni Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dalam bentuk kebijakan teknis di lapangan.
Jaring pengaman sosial
Selasa kemarin, Presiden juga menegaskan, pemerintah menyiapkan jaring pengaman sosial untuk masyarakat lapisan bawah. Dengan demikian, masyarakat tetap bisa memenuhi kebutuhan pokok dan menjaga daya beli. Dunia usaha, terutama mikro, kecil, dan menengah, juga akan diberi stimulus supaya bisa tetap beroperasi dan menyerap tenaga kerja.
Bantuan untuk masyarakat itu, di antaranya, adalah penambahan jumlah penerima dan besaran bantuan untuk Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, dan kartu kerja serta pemotongan tarif listrik untuk pelanggan dengan daya 450 VA dan 900 VA.
Selain itu, Presiden juga menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Perppu itu mengatur realokasi APBN, stimulus fiskal dan moneter, serta relaksasi kebijakan defisit APBN. Keputusan pertama adalah realokasi pembiayaan APBN 2020 dan tambahan belanja penanganan Covid-19 Rp 405,1 triliun.
Menteri Sosial Juliari P Batubara memastikan, program perlindungan sosial dan stimulus ekonomi menghadapi dampak Covid-19 segera dilaksanakan kementeriannya.