Cegah Covid-19 Menyebar di Lapas, Pembebasan Narapidana Dipercepat
Untuk memutus pandemi Covid-19, Kementerian Hukum dan HAM percepat pembebasan 30.000 narapidana dewasa dan anak. Pembebasan tidak termasuk napi korupsi dan narkoba.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan membebaskan sekitar 30.000 narapidana dewasa dan anak melalui lanjutan program asimilasi dan integrasi.
Pembebasan narapidana kali ini merupakan bagian dari upaya pemerintah memutus penyebaran Covid-19 di lingkungan lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan. Kebijakan yang dikecualikan untuk narapidana narkoba dan korupsi itu juga dibuat karena kondisi LP dan rutan yang melebihi kapasitas.
Hingga Selasa (31/3/2020), jumlah narapidana dan tahanan di Indonesia mencapai 270.386 orang. Sementara kapasitas LP dan rutan hanya mampu menampung 131.931 orang. Melihat kondisi itu, narapidana dan tahanan berpotensi terpapar virus korona baru penyebab Covid-19. Hal itu karena narapidana dan tahanan yang berjejal dan tak dapat menjaga jarak di LP dan rutan.
Oleh karena itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menerbitkan Surat Keputusan Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Keputusan menteri itu ditandatangani pada Senin (30/3/2020).
Saat dikonfirmasi, Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Kemenkumham Bambang Wiyono membenarkan adanya program tersebut.
Dalam SK itu, pengeluaran narapidana dan anak lewat asimilasi dilakukan, pertama, bagi narapidana yang dua pertiga masa pidananya hingga 31 Desember 2020. Kedua, anak yang setengah masa pidananya hingga 31 Desember 2020. Ketiga, narapidana dan anak yang tak terkait Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP No 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yang tidak menjalani subsider, dan bukan warga asing.
Asimilasi dilaksanakan di rumah, dengan SK kepala lapas, kepala LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak), dan kepala rutan.
Untuk ketentuan pembebasan bagi narapidana dan anak lewat integrasi (pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti jelang bebas), pertama, narapidana yang menjalani dua pertiga masa pidana. Kedua, anak yang menjalani setengah masa pidana hukumannya. Ketiga, narapidana dan anak yang tak terkait PP No 99/2012, dan tak jalani subsider, serta bukan orang asing.
Adapun usulan pembebasan cara integrasi dengan sistem basis data pemasyarakatan dan surat keputusan integrasi diterbitkan Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti mengatakan, percepatan pembebasan narapidana dan anak melalui program hak integrasi sebenarnya sejak 2019 atau sebelum pandemi Covid-19.
”Dengan adanya Covid-19, program ini dijalankan hingga Juni 2020,” kata Rika.
Program hak integrasi, persyaratan pembebasan narapidana dan anak akan dipermudah. Jika sebelumnya harus ada penjamin keluarga inti, dalam program percepatan pembebasan ini penjamin bisa dari pembimbing kemasyarakatan.
Diapresiasi
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Choirul Anam, mengapresiasi langkah cepat Kemenkumham itu. ”Apa pun kebijakan mengurangi jumlah penghuni LP dan rutan harus segera dilakukan, apalagi untuk anak-anak,” ujar Choirul.
Direktur Yayasan LBHI Asfinawati menyatakan, kebijakan itu harus segera dilakukan karena narapidana dan tahanan rentan tertular Covid-19.
”Orang yang rentan tidak hanya warga binaan pemasyarakatan atau napi, tetapi juga tahanan. Karena itu, keputusan itu harus diikuti kebijakan lain melepaskan mereka yang ditahan,” ujarnya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari, sebelumnya meminta Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis harus berani mengambil tindakan ekstrem terkait wabah Covid-19 untuk memutus penyebaran Covid-19 di LP dan rutan. Idham pun mendukung kebijakan Kemenkumham.