Tes Covid-19 yang lebih masif penting dilakukan untuk mengetahui jumlah sesungguhnya yang sudah tertular Covid-19 dan pemetaan persebarannya.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tes Covid-19 perlu lebih banyak dilakukan. Area pengetesan juga harus lebih luas. Begitu pula hasil pengetesan harus diketahui lebih cepat. Hal ini mendesak dilakukan untuk mengetahui jumlah sesungguhnya yang sudah tertular Covid-19 dan pemetaan persebaran Covid-19 di Indonesia secara utuh.
Hal ini disampaikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam telekonferensi dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Jumat (3/4/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan hal senada saat telekonferensi dengan Wapres Amin sehari sebelumnya.
Ridwan menjelaskan, hingga 2 April 2020, di Jawa Barat terdapat 223 orang positif terinfeksi Covid-19 dari hasil tes usap (swab) oleh Badan Litbangkes.
Namun, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dalam rapat dengan Presiden dan Wapres sebelumnya menyebutkan antrean uji Covid-19 di Litbangkes luar biasa panjang. Badan Litbangkes hanya mampu menguji 200 sampel per hari.
Oleh karena itu, kata Ridwan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat membeli sendiri alat uji Covid-19, PCR, dan mengecek 500 sampel di Laboratorium Kesehatan Daerah Jabar.
Selain itu, Pemprov Jabar juga mendapatkan alat uji cepat (rapid test) Covid-19 sumbangan Yayasan Buddha Tzu Chi sebanyak 25.000 sebelum mendapat tambahan alat uji dari Kementerian Kesehatan beberapa hari kemudian. Sekitar 50.000 alat tes cepat ini pun dibagikan ke semua kabupaten/kota. Tes dilakukan secara masif, baik dari rumah ke rumah, dilakukan di puskesmas dan rumah sakit, maupun melalui drive thru.
Dari pengujian sekitar 15.000 penduduk, diperoleh 677 orang positif. Namun, menurut Ridwan, mereka akan dites ulang menggunakan tes usap untuk memastikan hasilnya. Karena itu, Pemprov Jabar belum melaporkan data ini kepada Kemenkes.
Hasil pengujian tersebut membuat Pemporv Jabar lebih cepat mengidentifikasi empat kluster penyebaran Covid-19. Keempat kluster itu adalah kluster seminar ekonomi syariah di Bogor, kluster acara keagamaan Kristen di Bogor dan Lembang, serta acara Musda HIPMI di Karawang.
Selain itu, dari tes cepat, Pemprov Jabar menemukan 300 siswa Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Polri Sukabumi positif Covid-19. Seluruh siswa Setukpa itu kini dikarantina.
”Semakin kita banyak mengetes, semakin kita tahu virus-virus ini beredar di mana saja. Maka, saya meyakini saat ini kasus (Covid-19) kita berlipat-lipat. Tapi, karena kecepatan mengetes tidak sebanyak yang diharapkan, data (pasien positif) seolah sedikit,” tutur Ridwan.
Dia mencontohkan, Korea Selatan dengan total penduduk 51 juta orang telah mengetes 300.000 penduduk atau sekitar 0,6 persennya. Dengan persentase serupa saja, Indonesia perlu mengetes sekitar 2 juta orang. Saat ini, diperkirakan baru 50.000 orang yang dites.
Dalam situs Infeksiemerging.Kemkes.go.id pada 3 April, tertulis baru 7.425 spesimen yang diterima dan secara keseluruhan 1.790 orang positif Covid-19 di Indonesia. Namun, angka 1.790 orang positif per 3 April itu secara riil berarti jumlah pasien positif pada 3-4 hari sebelumnya. Sebab, untuk tes Covid-19, Litbangkes memerlukan waktu 3-4 hari. Adapun penambahan pasien positif yang sakit pada 3 April secara riil baru akan diketahui pada tanggal 6 atau 7 April.
Gubernur DKI Anies Baswedan dalam telekonferensi sehari sebelumnya juga mengharapkan hal yang sama. Kendati di DKI pada 2 April tercatat 885 kasus positif dengan 90 orang meninggal, Anies menyebutkan terdapat 401 orang meninggal yang dimakamkan dengan prosedur penanganan jenazah Covid-19. Orang-orang ini kerap belum diketahui positif saat dimakamkan.
Jika angka kematian di DKI lebih dari 10 persen, sedangkan jumlah yang meninggal dan dikuburkan dengan prosedur Covid-19 sebanyak 401 orang, pasien positif di DKI semestinya jauh lebih banyak dari 885 orang. Bahkan, Pemprov DKI memproyeksikan jumlah pasien Covid-19 di DKI berkisar 4.000 kasus.
”Karena yang dites sedikit, jumlah (pasien) positif juga sedikit. Kalau yang dites banyak dan orang-orang yang mungkin berinteraksi dengan pasien positif, kita akan menemukan angka yang lebih tinggi,” ujarnya.
Untuk itu, Gubernur DKI mengajukan permintaan pembatasan ekstrem, yakni karantina wilayah. Namun, setelah pemerintah pusat menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Menteri Kesehatan diharap segera menetapkan PSBB ini untuk Jakarta.
Namun, lanjut Anies, ada masalah dalam PP No 21/2020 tersebut sebab Gubernur hanya bisa mengatur pergerakan di satu provinsi. Adapun episentrum Covid-19 sesungguhnya di Jabodetabek yang meliputi tiga provinsi, yakni DKI, Jawa Barat, dan Banten. Karena itu, diusulkan supaya ada kebijakan tersendiri untuk Jabodetabek.
Ridwan Kamil pun meminta supaya langkah antisipasi penyebaran Covid-19 di tiga provinsi ini lebih serempak, yakni kebijakan, pendistribusian alat, dan lainnya. Sebab, 70 persen persebaran Covid-19 ada di wilayah ini.
Terkait rumah sakit, Ridwan Kamil mengatakan telah menyediakan 1.227 ranjang di sejumlah rumah sakit untuk merawat pasien Covid-19. Apabila pasien melebihi 1.000 orang, gedung-gedung negara, hotel, dan fasilitas TNI akan mulai difungsikan sebagai tempat merawat pasien.
”Dalam hitungan hari, mungkin kapasitas kami akan habis. Jadi saya harus ambil rencana tahap ketiga, yaitu menggunakan gedung-gedung nonkesehatan dan (menyediakan) sampai 5.000 bed,” tutur Ridwan.
Selain itu, tambahnya, sudah ada dua hotel yang difungsikan sebagai tempat tinggal perawat. Sebab, saat ini banyak perawat yang ditolak pemilik kosnya. Kesalahpahaman masyarakat mengenai petugas medis yang bertugas di lini depan penanganan Covid-19 masih terjadi. Sebanyak empat hotel lain juga disiapkan untuk keperluan istirahat harian dokter dan perawat.
Usulkan lebih luas
Wapres Amin dalam telekonferensi dengan Ridwan Kamil mengatakan akan mengusulkan supaya pengetesan Covid-19 bisa dilakukan lebih luas dan lebih cepat.
Pemerintah juga mendorong laboratorium di daerah untuk melakukan tes Covid-19. Dalam surat keputusan Menteri Kesehatan tertanggal 19 Maret 2020, umumnya balai besar laboratorium kesehatan di daerah dan beberapa rumah sakit umum daerah mulai diberi izin mengetes Covid-19.