Pemerintah melarang ASN, anggota TNI, dan Polri kembali ke kampung halaman saat Lebaran 2020. Untuk masyarakat, pemerintah hanya mengimbau agar tak mudik. Imbauan ini dinilai Muhammadiyah tak akan efektif.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mencegah pergerakan orang dari satu daerah ke daerah lain yang bisa meningkatkan risiko penyebaran Covid-19. Upaya terbaru yang diputuskan adalah melarang para aparatur negara, baik aparatur sipil negara dan pegawai badan usaha milik negara, maupun anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara RI, pulang ke kampung halaman saat Lebaran 2020 atau mudik.
Keputusan untuk melarang ASN, pegawai BUMN, TNI, dan Polri mudik lebaran disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dalam keterangan pers melalui telekonferensi dari Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (9/4/2020). ”Hari ini sudah kami putuskan bahwa untuk ASN, TNI, dan Polri, serta pegawai BUMN dilarang mudik,” kata Presiden.
Sebelumnya, pemerintah hanya memberikan imbauan kepada para ASN dan keluarganya untuk tidak mudik atau bepergian ke luar daerah. Imbauan itu salah satunya disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo melalui Surat Edaran Nomor 36 Tahun 2020. Dalam suratnya, Menpan RB menjelaskan bahwa pembatasan tersebut dimaksudkan untuk mencegah mobilitas penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lainnya yang memungkinkan meningkatnya risiko penyebaran Covid-19.
Sejumlah kementerian lainnya juga melarang pegawai di lingkungannya mudik. Salah satunya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Jumat (27/3/2020) lalu, juru bicara Menhan, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyampaikan larangan itu berlaku bagi seluruh pejabat eselon 1 hingga pegawai di lingkungan Kemhan. Larangan bertujuan untuk mendukung upaya pencegahan serta penyebaran Covid-19.
Sementara untuk masyarakat umum, pemerintah memberlakukan peraturan yang berbeda dengan aparatur negara. Sampai saat ini, pemerintah tidak melarang masyarakat mudik, meski risiko penyebaran Covid-19 akibat aktivitas mudik relatif tinggi.
Presiden menyampaikan bahwa pihaknya masih akan mengevaluasi secara detail kondisi terkini di lapangan. Meski memahami bahwa aktivitas mudik dapat menyebabkan meluasnya penyebaran Covid-19, tetapi pemerintah juga mengalkulasi akan adanya masyarakat yang terpaksa mudik karena alasan ekonomi.
”Ada kelompok pemudik yang tidak bisa begitu saja kita larang-larang karena ada juga yang pulang kampung karena alasan ekonomi. Warga terpaksa pulang kampung karena masalah ekonomi setelah diterapkannya pembatasan sosial sehingga penghasilan mereka turun atau bahkan tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki penghasilan,” tuturnya.
Meski tidak melarang, pemerintah tetap melakukan berbagai upaya untuk menekan arus mudik. Di antaranya dengan memberikan bantuan sosial (bansos) khusus untuk keluarga miskin dan rentan miskin di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
”Penyaluran bantuan sosial khususnya di Jabodetabek kita berikan agar warga mengurungkan niatnya untuk mudik,” kata Presiden.
Tak hanya itu, pemerintah juga akan membatasi kapasitas penumpang transportasi umum, kendaraan pribadi, ataupun sepeda motor. Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan, kapasitas penumpang angkutan umum akan dibatasi menjadi separuh dari tempat duduk yang tersedia. Dengan pembatasan itu secara otomatis harga tiket angkutan umum pun akan naik.
Tidak efektif
Sementara secara terpisah, Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana Muhammadiyah atau Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Arif Jamali Muis, imbauan saja tidak akan efektif untuk menekan arus mudik. Hal itu setidaknya terlihat dengan banyaknya masyarakat yang mudik ke sejumlah daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Karena itu, Muhammadiyah secara tegas mengusulkan kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan larangan mudik lebaran tahun ini. ”Keputusan ini, bagi Muhammadiyah, berlandaskan pada maqosid syari’ah yang masuk dalam kategori hifdzun nafs atau menjaga keselamatan jiwa manusia adalah yang utama untuk dilindungi,” tutur Arif.
Usulan agar pemerintah secara tegas melarang masyarakat mudik itu sudah disampaikan Arif dalam rapat koordinasi yang digelar Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi melalui telekonferensi pada Selasa (7/4/2020) lalu.
”Tugas pemerintah saat ini adalah mengeluarkan kebijakan, bukan hanya imbauan,” katanya.
Selain memutus mata rantai penyebaran Covid-19, larangan mudik juga penting untuk mencegah munculnya konflik sosial di masyarakat. Sebab kenyataannya saat ini banyak masyarakat di daerah yang menolak pendatang dan juga pemudik.
”Jadi, jangan sampai membolehkan mudik karena malah menimbulkan efek-efek sosial baru yang itu bakal lebih merepotkan,” kata Arif.
Lebih jauh, pemerintah juga harus menyiapkan kebijakan untuk menjamin perekonomian warga yang terdampak larangan mudik. Tak hanya masyarakat yang mematuhi aturan tidak mudik, bantuan juga semestinya diberikan kepada para sopir angkutan umum yang terdampak kebijakan larangan mudik.