Nico Daryanto, sekjen PDI periode 1986-1993, berpulang. Politisi yang mengajak Megawati Soekarnoputri itu masuk PDI itu dinilai memiliki peran penting dalam demokratisasi di internal PDI
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Nico Daryanto (82) berpulang, Kamis (9/4/2020) malam. Politisi senior yang berjasa, antara lain, dengan mengajak Megawati Soekarnoputri bergabung dengan PDI ketika itu, ibarat membukakan pintu bagi terjadinya demokratisasi yang lebih vibran dan dinamis di dalam tubuh partai. Hal itu berdampak pada perputaran elite politik partai yang turut berpengaruh pada dinamika politik nasional.
Michael Maria Abimanyu, menantu Nico, mengatakan, ayahnya dalam kondisi sehat seusai menjalani cuci darah, Kamis. Setiap Senin dan Kamis, Nico menjalani cuci daerah karena penyakit yang dideritanya.
”Saat itu kondisi Bapak segar karena sehabis cuci darah. Cuci darah itu sudah dijalani hampir setahun. Setelahnya, sore hari, kami mengikuti misa Kamis Putih secara streaming. Bapak senang sekali bisa mengikuti misa itu. Bapak didampingi anak-anak dan cucunya,” kata Abimanyu, Jumat, yang dihubungi dari Jakarta.
Pada saat misa, ada inisiatif dari anak-anak Nico untuk membasuh kakinya. Hal itu merupakan kenangan terakhir keluarga dengan Nico yang dianugerahi 7 anak dan 16 cucu itu. Usia panjangnya ditutup dengan kesan mendalam oleh keluarga, karena bertepatan dengan rangkaian peringatan Trihari Suci Paskah.
”Bapak terlihat senang sekali dibasuh anak-anak dan cucunya,” kata Abimanyu.
Seusai misa, Nico diajak makan malam. Sebelum mulai makan malam, ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci tangannya. Namun, Nico tidak kunjung kembali. Setelah dicek oleh putrinya, Nico ditemukan dalam kondisi terduduk lemas di kamar mandi.
Menurut rencana, Nico yang disemayamkan di rumah duka di Siloam, Semanggi, Ruang Isaac di Lantai 15, akan diberangkatkan ke San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat, pukul 11.30, seusai didoakan secara langsung oleh Kardinal Ignatius Suharyo. Kardinal terjadwal tiba pukul 10.30.
Membuka demokratisasi
Menurut Abimanyu, ayahnya sangat peduli dengan demokratisasi di Tanah Air. Hingga di usia senjanya, sejumlah politisi kerap meminta masukan dan nasihat kepada Nico. Tidak terkecuali sejumlah orang dekat Presiden Joko Widodo yang beberapa kali berdiskusi dengannya tentang beberapa hal.
”Bapak bercerita kepada anak-anaknya kalau beliau pernah dimintai nasihat ketika Pak Jokowi dalam kondisi terdesak atau menghadapi lawan politiknya,” katanya.
Politik bukan hal aneh bagi Nico. Ia adalah Sekjen PDI selama 7 tahun, yakni 1986-1993, yang mendampingi Soerjadi selaku Ketua Umum PDI. Pada era Orde Baru yang memberikan ruang kecil bagi dinamika demokrasi, Nico dinilai mampu memberikan perubahan dalam tata kelola partai yang ketika itu di bawah represi kekuasaan.
PDI yang merupakan fusi dari berbagai partai, yakni Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik, berusaha menggeliat dalam dinamika itu dengan mengajak serta Megawati Soekarnoputri, putri Presiden pertama RI Soekarno untuk berkiprah di dalam politik.
Abimanyu mengatakan, dalam salah satu kesempatan, Nico pernah menyampaikan secara langsung kepada Presiden Soeharto ketika itu agar Indonesia menjadi lebih demokratis. Salah satu caranya ialah dengan memberi keluarga Soekarno kesempatan kembali ke dunia politik.
”Beliau (Nico) jugalah yang sowan ke putra-putri Bung Karno sehingga beliaulah yang sampai sekarang cukup dekat dan dihormati keluarga Soekarno,” kata Abimanyu.
Nico pernah menyampaikan secara langsung kepada Presiden Soeharto ketika itu agar Indonesia menjadi lebih demokratis. Salah satu caranya ialah dengan memberi keluarga Soekarno kesempatan kembali ke dunia politik.
Dinamika internal partai yang berkecamuk di tengah-tengah wacana suksesi kepemimpinan nasional ketika itu memicu terjadinya peristiwa 27 Juli 1996 (Kudatuli). Upaya pengambilalihan paksa kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, 58, Jakarta Pusat, yang diduga dilakukan oleh pendukung Soerjadi, dengan dibantu aparat keamanan, membuat jatuhnya korban. Saat itu, kantor DPP PDI dikuasai oleh pendukung Megawati.
Karena persaingan politik, Nico sempat dituduh beberapa pihak ikut terlibat dalam peristiwa tersebut. Namun, menurut Abimanyu, Megawati sendirilah yang menampik tudingan itu.
”Ketika itu, Bapak sedang berada di Swiss sehingga tidak tahu-menahu tentang kejadian itu. Bu Mega sendiri yang menyampaikan hal itu, bahwasanya Bapak tidak terlibat,” katanya.
Hingga sekarang, menurut Abimanyu, setiap kali ada kesempatan Mega bertemu dengan Nico, mereka selalu bersalaman. Hubungan keduanya pun tetap baik.
Masuknya Mega ke PDI, yang antara lain diinisiasi oleh Nico, mengubah percaturan politik. Mega berhasil membawa suara partai melambung dengan semangat dan nilai-nilai Bung Karno yang dibawanya. Peristiwa Kudatuli mendorong Mega dan pendukungnya untuk keluar dari PDI. Akibatnya, perolehan suara PDI merosot tajam, tahun 1997. Pasca-Reformasi, 1998, Mega mendirikan PDI Perjuangan untuk menegaskan faksi dan pendukungnya dari faksi PDI pendukung Soerjadi.
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menyampaikan dukacita mendalam atas berpulangnya Nico Daryanto. ”Dalam kapasitasnya sebagai Sekjen PDI, kepemimpinan Pak Nico Daryanto telah membawa perubahan dalam tata kelola partai yang baik sehingga PDI yang oleh pemerintahan Orde Baru saat itu hanya ditempatkan sebagai ornamen demokrasi, hadir sebagai partai yang digandrungi anak muda dengan semangat metalnya,” kata Hasto.