Hoaks Rusak Kepercayaan Publik untuk Atasi Pandemi
Penyebaran hoaks yang masif membahayakan karena memiliki daya rusak yang besar terhadap kepercayaan publik. Padahal, kepercayaan publik dibutuhkan untuk bersama-sama melawan pandemi Covid-19.
Oleh
Ingki Rinaldi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hoaks seputar pandemi Covid-19 yang berseliweran di ranah digital menggerus kepercayaan. Padahal, rasa saling percaya dibutuhkan untuk dapat menghentikan wabah.
Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk saat dihubungi pada Rabu (22/4/2020) mengatakan, hoaks dapat merusak kepercayaan. Sebelum fenomena hoaks merebak, di ranah ilmiah sekalipun masih ada banyak ketidakpastian mengenai sifat alami virus pencetus Covid-19. Begitu pula dengan sampai kapan pandemi tersebut akan berlangsung. Ketidakpastian itu mencakup berapa jumlah orang yang bakal terinfeksi dan berbagai informasi ilmiah lain yang didasarkan pada penelitian dengan basis argumentasi yang relatif kuat.
Hamdi menyebutkan, belum ada konklusi tunggal yang bisa dihasilkan, bahkan dalam tataran ilmiah. Ada sejumlah versi hasil penelitian yang sama-sama memiliki basis argumentasi ilmiah kuat. Pada kondisi yang dipenuhi ketidakpastian inilah, manusia terdorong untuk mencari informasi.
Informasi yang dicari berbeda-beda antarindividu. Hal itu antara lain dipengaruhi oleh motivasi tiap orang dan berhubungan dengan kepribadian orang yang bersangkutan. Sebagai contoh, orang yang optimistis akan mencari informasi yang membangkitkan optimisme. Begitupun dengan pribadi yang cenderung pesimistis dan sinis, mereka akan cenderung mencari informasi yang sesuai dengan motivasi masing-masing.
Ditambah dengan ideologi politik setiap orang, Hamdi mengatakan, masyarakat akan terpolarisasi menurut ideologi politiknya. Hal ini akan membuat semakin keras pula persaingan di tingkat akar rumput.
Akar masalahnya, imbuh Hamdi, berada pada motivated reasoning. Kondisi ini terjadi tatkala orang bernalar mencari informasi sesuai dengan motivasi yang dimiliki.
Selain berhubungan dengan kepribadian dan ideologi, motivasi tersebut juga berhubungan dengan identitas komunitas-komunitas yang sama. Identitas itu misalnya berbasis pada kesamaan agama, suku, dan kelompok-kelompok kepentingan.
Hamdi mengatakan bahwa saat ini hoaks sangat mengganggu dan berdampak hilangnya kepercayaan. Jika tidak ada kepercayaan, Hamdi mempertanyakan bagaimana bisa memobilisasi orang untuk satu kata dan perbuatan dalam melawan pandemi.
”Jadi di sinilah daya rusak hoaks,” ucap Hamdi.
Profesor Riset Bidang Sosiologi pada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Henny Warsilah, mengatakan bahwa masyarakat harus diberikan edukasi terkait dengan kearifan lokal serta budaya dalam menghadapi pandemi serta ilmu pengetahuan. Ia menuturkan, jangan sampai ada pemahaman bahwa, jika sudah mengikuti ritual tertentu, tidak akan terpapar virus.
”Ini (virus) beda, harus dilawan dengan ilmu. Masyarakat harus percaya dengan ilmu,” kata Henny.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa António Guterres pada 14 April 2020 mengumumkan keberadaan United Nations Communications Response Initiative. Sebagaimana dikutip dari laman www.unodc.org pada Rabu (22/4/2020), inisiatif itu akan membanjiri internet dengan fakta dan sains sembari melawan momok yang berkembang terkait misinformasi.