Pemerintah pusat akan menunda tranfer sekitar 35 persen dana alokasi umum ke 380 daerah karena belum juga menyelesaikan proses realokasi anggaran seperti diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35 Tahun 2020.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah pusat mulai bertindak tegas kepada daerah yang tidak sigap dalam penanganan Covid-19. Sebanyak 380 pemerintah daerah ditunda dana alokasi umumnya karena tak kunjung melaksanakan mandat pemangkasan belanja daerah sebagai upaya percepatan penanganan Covid-19.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri hingga Sabtu (2/5/2020), seluruh pemerintah daerah atau 457 kabupaten/kota telah melaporkan realokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk penanganan Covid-19. Total anggaran yang direalokasi sebesar Rp 63,88 triliun.
Namun, setelah laporan didalami, dari 457 daerah tersebut, masih ada 380 daerah yang belum menjalankan instruksi pemangkasan belanja, seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020 dalam Rangka Penanganan Pandemi Covid-19 yang Membahayakan Perekonomian Nasional.
Dari 457 daerah tersebut, masih ada 380 daerah yang belum menjalankan instruksi pemangkasan belanja, seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35 Tahun 2020.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto, saat dihubungi di Jakarta, mengatakan, akibat ketidakpatuhan itu, sebanyak 380 pemerintah daerah baru ditransfer dana alokasi umum (DAU)-nya sekitar 65 persen. Sementara 35 persen belum ditransfer karena daerah tersebut belum mematuhi mandat PMK No 35/2020.
”Setelah dilakukan assessment atau penilaian, ternyata angka yang mereka desain atau formulasikan untuk penanganan Covid-19 belum sesuai dengan aturan. Ada mandatory threshold belanja yang harus mereka patuhi. Di aturan itu jelas, kalau mereka tidak ikuti, akan ada penundaan dana transfer pada bulan Mei,” ujar Ardian.
Di dalam PMK No 35/2020 disebutkan, rasionalisasi belanja barang dan jasa sekurang-kurangnya 50 persen. Kemudian, rasionalisasi belanja modal juga sekurang-kurangnya 50 persen.
Ardian menyampaikan, dalam aturan itu memang tidak dimandatkan batas waktu pelaporan rasionalisasi belanja. Namun, dia berharap, daerah mempercepat rasionalisasi belanjanya sehingga penanganan Covid-19 bisa lebih cepat.
”Jadi, tidak lagi mengenal daerah zona hijau atau merah. Kalau daerah zona hijau, ternyata merasa aman, ya, jangan dimaknai bebas dan tidak ikut aturan. Tetap ikuti. Namun, pendanaannya mungkin diposkan di belanja tidak terduga saja,” tutur Ardian.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, percepatan pembayaran dana bagi hasil terutang tahun 2019 untuk membantu pemerintah daerah dalam merealokasi anggaran penanganan Covid-19. Dana bagi hasil (DBH) itu diharapkan dapat menambah penerimaan daerah untuk belanja kesehatan, bantuan sosial, serta penyelamatan usaha mikro, kecil, dan menengah
Percepatan pembayaran DBH dapat membantu keuangan daerah. Kurang bayar DBH seharusnya dibayarkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah setelah audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sekitar bulan Agustus. Namun, kini 50 persen DBH dibayarkan ke setiap daerah sebelum audit BPK keluar.
Alokasi anggaran kurang bayar DBH mencapai Rp 14,71 triliun untuk 542 daerah.