Kerja Sama Internasional Ungkap Suap di Garuda Berbuah Hasil
KPK bekerja sama dengan lembaga pemberantasan korupsi di negara lain dalam mengungkap suap pembelian pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Internasional. Suap terbukti. Bekas Dirut Garuda Emirsyah Satar dihukum penjara.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kerja sama internasional bertahun-tahun untuk menguak suap pembelian pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Internasional berbuah hasil.
Penerima suap, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (2005-2014) Emirsyah Satar, dan pemberi suap, Presiden Komisaris PT Mugi Rekso Abadi—yang juga beneficial owner Connaught International—Soetikno Soedarjo, terbukti bersalah dan dihukum majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (8/5/2020).
Emirsyah Satar divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan. Ia juga harus membayar uang pengganti sebesar 2.117.315,27 dollar Singapura atau sekitar Rp 22,38 miliar subsider 2 tahun kurungan penjara. Adapun Soetikno divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Vonis bagi Emirsyah lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yaitu 12 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsider 8 bulan kurungan penjara. Begitu pula vonis bagi Soetikno lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar subsider 8 bulan kurungan.
Kedua sidang dipimpin Hakim Rosmina dan digelar secara telekonferensi.
Emirsyah dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lalu, Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 Ayat (1) KUHP untuk dakwaan kedua.
Adapun Soetikno dinilai melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999. Kemudian melanggar Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 Ayat (1) KUHP pada dakwaan kedua.
Renovasi rumah
Dikutip dari Kompas.com, dalam dakwaan pertama, Emirsyah terbukti menerima uang suap senilai setidaknya Rp 48 miliar dalam bentuk rupiah dan sejumlah mata uang asing.
Uang itu diterimanya melalui Soetikno supaya Emirsyah memuluskan sejumlah pengadaan yang dikerjakan PT Garuda Indonesia, yaitu Total Care Program mesin (RR) Trent 700, pengadaan pesawat Airbus A330-300/200, pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, pengadaan pesawat Bombardier CRJ1000, dan pesawat ATR 72-600.
Dalam dakwaan kedua, Emirsyah terbukti melakukan pencucian uang dengan tujuh cara, seperti melunasi kredit dan merenovasi rumah.
Atas vonis hakim itu, baik Emirsyah, Soetikno, maupun jaksa KPK sama-sama menyatakan pikir-pikir.
Diusut sejak 2016
Emirsyah Satar bersama Soetikno Soedarjo ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir Januari 2017. Namun, kasus itu sendiri telah didalami oleh penyidik KPK sejak pertengahan 2016.
Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Laode M Syarif pernah mengatakan, penyidik KPK mendalami kasus tersebut bersama dengan lembaga antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO), dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura, Kompas (20/7/2017).
SFO mengungkapkan suap dari Rolls-Royce Plc, melalui perantara, untuk memuluskan penjualan mesin pesawat buatannya tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di enam negara lainnya, yaitu Thailand, India, Rusia, Nigeria, China, dan Malaysia. Praktik suap terjadi selama lebih dari satu dekade terakhir.
Sekalipun berstatus tersangka sejak 2017, Emirsyah dan Soetikno baru ditahan KPK pada pertengahan Agustus 2019. Tak sebatas itu, keduanya ditetapkan sebagai tersangka baru untuk perkara tindak pidana pencucian uang, Kompas (8/8/2019). Kemudian Emirsyah dan Soetikno mulai disidangkan pada akhir Desember 2019 atau setelah menjalani penyidikan hampir dua tahun.