Rancangan Peraturan KPU Belum Mengatur Rinci Pelaksanaan di Lapangan
Saat uji publik rancangan peraturan KPU terkait Pilkada 2020, sejumlah kalangan mengkritisi. Rancangan PKPU tersebut dinilai belum rinci mengatur teknis pelaksanaan di lapangan terutama terkait Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS - Rancangan peraturan Komisi Pemilihan Umum terkait Pilkada 2020 yang tahapannya segera dimulai sembilan hari lagi dinilai masih belum rinci mengatur teknis pelaksanaan di lapangan. Oleh karena itu, penyelenggara pemilu diharapkan lebih cermat lagi menyusun aturan teknis agar tak dipersoalkan secara hukum dan mendegradasi kualitas pemilu.
Peraturan KPU yang dinilai kurang rinci di antaranya, mulai dari pelibatan pengawas di setiap tahapan, hingga jaminan keselamatan petugas lapangan. Tahapan pilkada yang sempat tertunda akibat pandemi Covid-19 dan segera dimulai di antaranya verifikasi faktual dukungan bakal calon perseorangan.
Saat uji publik PKPU virtual, Deputi I Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM Mayor Jenderal TNI (Purn) Purnomo Sidi, Sabtu (6/6/2020), di Jakarta, mengatakan, pilkada di tengah Covid-19 jadi tantangan KPU menyusun teknis aturan yang lebih rinci agar tak bermasalah pada masa datang. Tak hanya kualitas pemilu, tetapi juga keselamatan jiwa pemilih dan penyelenggara hingga peserta yang harus terjamin di PKPU.
Baca Juga: Lonjakan Anggaran Pilkada 2020 Membebani Daerah
”Pelaksanaan pilkada sekarang sangat berbeda dengan sebelumnya, sangat teknis sekali dengan adanya protokol kesehatan. Aturan ini harus mampu membuat mereka (pemilih, peserta, penyelenggara pemilu) paham dan dipedomani sehingga tak dimasalahkan,” ujar Purnomo.
”Pelaksanaan pilkada sekarang sangat berbeda dengan sebelumnya, sangat teknis sekali dengan adanya protokol kesehatan. Aturan ini harus mampu membuat mereka (pemilih, peserta, penyelenggara pemilu) paham dan dipedomani sehingga tak dimasalahkan”
Selain Purnomo, hadir sebagai peserta uji publik di antaranya Ketua KPU Arief Budiman dan beberapa komisioner lain, anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar, perwakilan kementerian dan lembaga, perwakilan partai politik, serta sejumlah pegiat pemilu.
Rancangan PKPU terdiri dari 110 pasal. Sejumlah hal yang diatur di dalamnya, meliputi pembentukan dan tata kerja badan ad hoc, pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih, pencalonan, kampanye, dana kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan hasil pemilihan, sosialisasi dan pendidikan pemilih, serta pengamanan perlengkapan pemilihan. Semua mekanisme pemilihan itu diatur dengan protokol kesehatan penyelenggaraan pemilihan dalam kondisi bencana nonalam Covid-19.
Purnomo meminta KPU segera menetapkan rancangan PKPU terkait aturan teknis itu karena tahapan lanjutan pilkada harus dilaksanakan pada 15 Juni 2020.
"Waktu sudah mepet menuju tanggal 15, sementara PKPU belum. Uji publik ini bisa jadi yang terakhir dan disahkan. Setelah disahkan dan ditandatangani, PKPU perlu disosialisasikan sampai petugas paling terdepan, paling bawah, apa yang boleh dan tidak boleh," kata Purnomo.
Menyisakan catatan
Di tengah tenggat waktu tersebut, rancangan PKPU tentang Pilkada 2020 masih menyisakan sejumlah catatan dari pengawas pemilu, partai politik, serta pegiat pemilu.
Dari Bawaslu, misalnya, Fritz mengatakan, dari 110 pasal, hanya ada satu pasal yang memberi akses pada pengawas pemilu. Akses kepada pengawas pemilu tak diatur di dalam proses dari pemutakhiran data pemilih dan verifikasi calon perseorangan.
Fritz berharap, perlu ada klausul pelibatan anggota Bawaslu di tahapan-tahapan tersebut. Ini untuk meminimalisir terjadinya sengketa di akhir pemilu nanti.
"Tren sengketa pemilihan, di pilkada ada di proses pencalonan. Lihat di PKPU, kalau petugas saat verifikasi tak ketemu warganya, dikumpulkan ke satu tempat, dan kalau tak ketemu bisa lewat daring. Gimana pengawas pemilu tahu verifikasi daring dilakukan atau tidak? Apakah ada video? Bagaimana kalau ada orang merasa tak diverifikasi? Komunikasi KPU dan Bawaslu di tingkat bawah sangat krusial demi mengurangi potensi sengketa. Apabila komunikasi tak muncul, maka potensi sengketa akan ada," kata Fritz.
Komisioner Komisi Nasional HAM Hairansyah Akhmad pun berpendapat bahwa KPU perlu memberikan perhatian khusus kepada kelompok rentan. Di kondisi sekarang, kelompok rentan tak hanya pemilih disabilitas, perempuan dan masyarakat adat, tetapi juga pemilih dengan risiko penularan Covid-19.
"Ini kaitan pandemi, baik usia atau memiliki penyakit tertentu. Kriteria ini belum dibuat. Di dalam undangan pemberitahuan hak pilih, harus ada kewajiban mematuhi protokol kesehatan, juga memberikan catatan kepada mereka yang punya kerentanan atau punya risiko," ujarnya.
Selain itu, menurut Hairansyah, KPU dan pemerintah juga perlu mengatur soal jaminan kesehatan kepada petugas pemilu jika mereka terpapar saat melakukan kerja pemilu. "Jadi diberi batas inkubasi selama 14 hari untuk tahu bahwa mereka menjadi bagian dari akibat klaster tempat pemungutan suara. Kesehatan mereka harus dijamin," ucapnya.
Mantan Komisioner Bawaslu Wahidah Suaib meminta agar KPU tidak tergesa-gesa dalam menyusun regulasi. Ini bisa berakibat fatal pada kualitas pilkada dan kesehatan publik. Apalagi, lanjutnya, hingga kini, belum ada kepastian anggaran penambahan untuk penanganan Covid-19 di pilkada.
"Kurang sembilan hari dan kami melihat semua persyaratan-persyaratan itu belum terpenuhi. Kami mengkhawatirkan kualitas pilkada ini. KPU butuh menyiapkan waktu dengan matang, tidak dengan mepet seperti ini," tuturnya.
Pengadaan alat protokol kesehatan Covid-19 dibutuhkan agar pilkada bisa tetap berlangsung 9 Desember 2020. KPU dan Bawaslu pada 3 Juni mengusulkan tambahan anggaran Rp 2,8 triliun hingga Rp 5,9 triliun, bergantung pada tingkat keketatan penerapan protokol Covid-19. Jumlah ini di luar sisa anggaran dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) pilkada Rp 9 triliun saat tahapan pilkada dihentikan akibat pandemi akhir Maret.
Di tengah persoalan itu, Deputi Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Muhammad Hanif meminta agar KPU juga menggencarkan lagi sosialisasi pendidikan pemilih. Hal ini penting karena belum semua masyarakat terkoneksi internet.
Kebutuhan data
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta meminta agar pelaksanaan tahapan lanjutan pilkada didasari data yang jelas terkait kondisi terkini pandemi Covid-19 di 270 daerah yang akan menggelar pilkada.
"Kami perlu sesuatu yang dapat dipegang untuk percaya diri bahwa pilkada benar-benar bisa bilanjutkan. Sementara pembatasan sosial berskala besar saat ini masih dilanjutkan di beberapa daerah," ucap Kaka.
Ironisnya lagi, di tengah penerapan PSBB, kini masyarakat kesulitan untuk berpindah tempat ke domisi aslinya. Ini bisa berdamak pada kepastian dan keadilan hak pemilih.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar menambahkan, tanpa terkecuali, seluruh daerah wajib menjalankan pilkada tahun ini dengan protokol kesehatan yang ketat. Dia pun meminta KPU agar aturan mengenai protokol kesehatan di tahapan pilkada tak hanya mengikat bagi penyelenggara tetapi juga kontestan, tim sukses pasangan calon, masyarakat, serta aparatur.
"Kita harus mampu memastikan di seluruh tahapan pilkada, seluruhnya pakai protokol kesehatan yang sangat ketat. Jadi, ada jaminan dan kepastian dengan penyelenggaraan pemilu tahun ini," ucap Bahtiar.
Selain itu, menurut Bahtiar, di dalam PKPU juga perlu diatur pelibatan Gugus Tugas, baik tingkat daerah hingga nasional, dalam upaya pemenuhan alat kesehatan. Setiap daerah harus mengoptimalkan koordinasi dengan Gugus Tugas.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik menambahkan, pihaknya hingga kini masih menunggu data detil dari KPU dan Bawaslu terkait kebutuhan alat kesehatan per TPS di 270 daerah yang akan menggelar pilkada. Data tersebut akan digunakan sebagai dasar perimbangan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Jadi, ini terkait merekonstruksi dukungan dana untuk KPU. Kami berharap bisa selesai cepat agar teman-teman di pemda bisa exercise dan melakukan simulasi agar dukungan pembiayaan pun bisa dilakukan dengan baik"
"Jadi, ini terkait merekonstruksi dukungan dana untuk KPU. Kami berharap bisa selesai cepat agar teman-teman di pemda bisa exercise dan melakukan simulasi agar dukungan pembiayaan pun bisa dilakukan dengan baik," ujar Akmal.
Baca Juga: Kebutuhan Anggaran Peralatan Protokol Kesehatan Pilkada Disiasati dari Pencairan NPHD
Segala masukan di uji publik kali ini, kata Ketua KPU Arief Budiman, akan dicermati dan menjadi pelengkap dalam penyusunan rancangan PKPU. "Kalau tak hati-hati, ini bisa jadi persoalan hukum dan kendala teknis di lapangan," tuturnya.
Terkait kebutuhan pengadaan alat kesehatan, Arief berharap, usulan tambahan anggaran nanti bisa dibelanjakan secara tepat waktu. "Oleh karena itu, kami butuh peran semua pihak," tutur Arief.