Warga Kepulauan Sula, Maluku Utara, Ismail Ahmad, yang mengunggah guyonan mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur soal polisi jujur, diperiksa untuk minta maaf ke Polri. Kebebasan berekspresi kin jadi tantangan.
Oleh
Edna C Pattisina, Norbertus Arya Dwiangga Martiar dan Fransiscus Pati Herin
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga Kepulauan Sula, Maluku Utara, Ismail Ahmad (41), yang mengunggah di Facebook guyonan dari Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur soal polisi jujur, dijemput anggota Satuan Intelijen Polres Kepulauan Sula dan kemudian diminta memohon maaf.
Isi guyonan Gus Dur itu adalah polisi jujur di Indonesia terdiri dari patung polisi, polisi tidur, dan mantan Kepala Polri Jenderal (Pol) Hoegeng Imam Santoso.
Putri Gus Dur, Alissa Wahid, mengatakan, isi guyonan yang diunggah Ismail itu tidak hanya sekali dilontarkan Gus Dur, tetapi sering. Gus Dur memang sering membuat lelucon tidak saja tentang pemuka agama, tetapi juga penguasa. Sudah sering ia membuat lelucon tentang polisi, bahkan lelucon itu menjadi bentuk kritik.
”Saya pernah dengar sendiri Pak Sutarman, waktu itu Kapolri, mengutip joke Gus Dur dan tak tersinggung, malah membahasnya sebagai kritik,” tutur Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian ini, Kamis (18/6/2020).
Saya pernah dengar sendiri Pak Sutarman, waktu itu Kapolri, mengutip joke Gus Dur dan tak tersinggung, malah membahasnya sebagai kritik. (Alissa Wahid)
Menurut Alissa, kasus Ismail di satu sisi tidak bisa digeneralisasi untuk seluruh polisi. Namun, yang dialami Ismail menjadi salah satu indikasi dari berbagai rentetan intimidasi terhadap kebebasan berpendapat beberapa waktu terakhir. ”Rakyat itu harus mengkritik penguasa. Kalau joke saja tak diperbolehkan, apalagi kritik,” ujar Alissa.
Minta maaf
Ismail, yang dihubungi dari Ambon, Maluku, kemarin, mengatakan, persoalan sudah diselesaikan. Dia tidak mau memperpanjang lagi masalah itu. Tak ada tuntutan hukum baginya setelah menyampaikan permintaan maaf dalam keterangan pers di Markas Polres Sula di Sanana, Selasa (16/6). Keterangan pers itu digelar secara khusus oleh polisi.
Ismail juga sudah menghapus unggahan berisi guyonan Gus Dur itu di akun Facebook Mael Sulla. Ia menuturkan, dirinya tak memiliki motivasi apa pun terkait unggahan tersebut. ”Saya duduk baca-baca artikel tentang Gus Dur. Ada satu yang saya rasa bagus. Ada tulisan yang menyebutkan Jenderal Hoegeng. Siapa yang tak kenal Hoegeng,” tuturnya.
Guyonan Gus Dur itu diunggahnya pada Jumat pekan lalu. Tiga jam berselang, anggota Satuan Intelijen Polres Kepulauan Sula menjemput Ismail di rumahnya. Ia dibawa ke markas polres untuk dimintai klarifikasi terkait unggahannya.
Setelah menjelaskan maksudnya, Ismail pulang ke rumah. Dia merasa tertekan lantaran baru pertama kali berurusan dengan polisi. Pada Selasa silam, Ismail diminta datang lagi ke Markas Polres Kepulauan Sula. Pihak polres sudah menyiapkan konferensi pers, termasuk secarik tulisan berisi permintaan maaf. Ismail diminta membacakannya. ”Waktu itu, saya minta maaf kalau unggahan itu menyinggung institusi Polri,” ujarnya.
Merunut status-status di akun Mael Sulla, Ismail tak banyak mengunggah hal-hal terkait politik. Aparatur sipil negara (ASN) ini pernah mengunggah foto artikel berjudul ”ASN yang Jatuhkan Martabat Jokowi Bakal Ditindak Tegas” pada 29 Agustus 2018. Ia menulis keterangan foto, ASN berhati-hati bermain di medsos dan saling mengingatkan untuk menghormati Presiden Joko Widodo sebagai pemimpin tertinggi.
Olok-olok adalah modal terbesar masyarakat menghadapi krisis. Demokrasi, antara lain, diukur dari bagaimana institusi menerima olok-olok. (Garin Nugroho)
Sineas Garin Nugroho mengatakan, olok-olok adalah modal terbesar masyarakat menghadapi krisis. Demokrasi, antara lain, diukur dari bagaimana institusi menerima olok-olok. Dalam kasus Ismail, olok-olok lebih dulu dimunculkan Presiden Gus Dur. ”Atau memang karena jabatan, maka berhak berolok-olok bebas dan rakyat tidak?” tanyanya.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional, Bekto Suprapto, menyayangkan cara yang ditempuh Polres Kepulauan Sula dengan menjemput Ismail Ahmad. Menurut Bekto, banyak cara melakukan klarifikasi. Selain itu, menurut dia, tidak seharusnya Polri tersinggung.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono menolak berkomentar mengenai hal tersebut. Adapun Kabid Humas Polda Maluku Utara Ajun Komisaris Besar Adip Rojikan mengatakan, polisi tidak memproses hukum Ismail. ”Cuma mengedukasi masyarakat bahwasanya hal-hal yang sensitif terhadap suatu hal kiranya tidak dipublikasi,” ujarnya.