Menko Polhukam Mahfud MD meminta Jaksa Agung segera menangkap Joko S Tjandra. Tak terpantaunya Joko keluar masuk Indonesia itu menunjukkan buruknya sistem keimigrasian yang perlu diperbaiki.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari, Prayogi Dwi Sulistyo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia Mahfud MD meminta agar Jaksa Agung segera menangkap narapidana dan buronan kasus pengalihan hak tagih Bank Bali sejak 2009, Joko S Tjandra. Mahfud meminta Joko Tjandra segera ditangkap dan dijebloskan ke penjara sesuai dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Mahfud, Kamis (2/7/2020), mengatakan sudah berbicara dengan Jaksa Agung melalui sambungan telepon. Dia meminta secara khusus agar narapidana dan buron kelas kakap itu segera ditangkap. Baginya, tidak ada alasan orang yang memiliki hak melakukan peninjauan kembali (PK) dibiarkan bebas berkeliaran. Apalagi, Joko adalah buronan yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) interpol. Penangkapan terhadap Joko diharapkan memberikan kepastian hukum dalam penanganan korupsi di Indonesia.
”Saya tadi sudah bicara dengan Jaksa Agung supaya segera menangkap buronan Joko Tjandra. Tidak ada alasan bagi orang yang DPO meskipun dia mau minta peninjauan kembali (PK) lalu dibiarkan berkeliaran,” ujar Mahfud melalui keterangan tertulis.
Saya tadi sudah bicara dengan Jaksa Agung supaya segera menangkap buronan Joko Tjandra. Tidak ada alasan bagi orang yang DPO meskipun dia mau minta peninjauan kembali (PK) lalu dibiarkan berkeliaran. (Mahfud MD)
Apalagi, menurut Mahfud, sesuai aturan perundang-undangan, orang yang mengajukan peninjauan kembali (PK) harus hadir langsung di pengadilan. Jika tidak, peninjauan kembali tidak bisa dilakukan. Mahfud meminta kepada kepolisian dan kejaksaan agar menangkap Joko saat proses PK tersebut. Dia tidak mau ada penundaan hukum bagi terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali tersebut.
”Tidak ada penundaan hukum bagi orang yang sudah meminta PK. Dia harus tetap dihukum sesuai putusan pengadilan yang telah inkracht demi kepastian hukum dan komitmen melawan korupsi,” kata Mahfud.
Seperti diketahui, Joko Tjandra adalah buron kasus cessie Bank Bali yang sejak tahun 2019 diduga masuk ke Indonesia. Dia sempat mendaftarkan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Joko masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi oleh pihak imigrasi sehingga bisa melenggang dengan bebas di dalam negeri.
Sistem keiimigrasian di Indonesia sangat buruk karena tidak bisa mendeteksi sejumlah nama buron.
Sementara itu, pakar telematika Roy Suryo mengatakan bahwa sistem keiimigrasian di Indonesia sangat buruk karena tidak bisa mendeteksi sejumlah nama buron. Politikus Partai Demokrat ini menyebut bahwa dalam kasus Harun Masiku dan Joko Tjandra, Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMK) yang digembar-gemborkan canggih tersebut dinilai ternyata tidak sesuai kenyataan.
Sebab, untuk buron kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) PDI-P Harun Masiku saja bisa terlambat lebih dari 20 hari datanya, apalagi untuk Joko Tjandra sistem terlambat hingga bertahun-tahun. Menurut Roy, dari sisi teknologi informasi, kegagalan itu tidak bisa ditoleransi. Di dunia teknologi informasi dikenal bahwa keterlambatan sistem beberapa detik saja sudah bisa dinyatakan sistem gagal.
”Menkumham Yasonna Laoly harus bertanggung jawab terhadap buruknya sistem SIMK ini. Jangan hanya menyalahkan katanya sistem belum di-upgrade. Padahal, setahu saya tahun 2018 sudah diluncurkan SIMK versi 2.0,” ujar Roy saat dihubungi.
Menkumham Yasonna Laoly harus bertanggung jawab terhadap buruknya sistem SIMK ini. Jangan hanya menyalahkan katanya sistem belum di-upgrade. Padahal, setahu saya tahun 2018 sudah diluncurkan SIMK versi 2.0. (Roy Suryo)
Menurut Roy, jika tidak ingin kembali kebobolan, otoritas keimigrasian harus berbenah. SIMK hanyalah alat yang dikendalikan oleh otoritas keimigrasian di bawah Kemenkumham. Tanggung jawab terhadap sistem tersebut adalah kewenangan dari Kemenkumham. Jika pemegang otoritas tak mau berbenah, sama saja kejadian kebobolan buron kelas kakap masih mungkin terjadi kembali.
”Analogi ini sama seperti fungsi terrain alarm pada pesawat. Meski sudah mendeteksi dengan benar mengeluarkan sinyal tanda bahaya, tetapi jika pilotnya abai dan tidak memperhatikan peringatan, pesawatnya tetap akan jatuh,” kata Roy.