Belum Rekam KTP-el, 20 Juta Warga Terancam Tak Bisa Gunakan Hak Pilih
Kementerian Dalam Negeri meminta dinas kependudukan di daerah untuk memaksimalkan perekaman KTP elektronik, diantaranya dengan tetap buka pada hari libur. Diharapkan, 20,7 juta pemilih dapat terlayani merekam KTP-el
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sebanyak 20.788.320 warga yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap pemilihan kepala daerah 2020 terancam tidak bisa menggunakan hak pilih karena belum melakukan perekaman kartu tanda penduduk elektronik. Kementerian Dalam Negeri menginstruksikan pemerintah daerah meningkatkan layanan perekaman KTP-el.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Viryan Aziz, dihubungi dari Jakarta, Selasa (27/10/2020) mengatakan, ada 100.359.152 warga yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) pada pemilihan kepala daerah serentak 2020. Rinciannya terdiri dari 50.164.426 laki-laki dan 50.194.726 perempuan. Mereka akan memilih di 298.939 tempat pemungutan suara yang berada di 270 daerah penyelenggara.
Dari seluruh DPT, sebanyak 20.788.320 warga atau 20 persen di antaranya belum melakukan perekaman KTP-el
Namun dari seluruh DPT, sebanyak 20.788.320 warga atau 20 persen di antaranya belum melakukan perekaman KTP-el. Adapun yang sudah memiliki KTP-el sebanyak 77.631.210 warga dan sudah melakukan perekaman tetapi belum memiliki KTP-el sebanyak 1.939.622 warga.
Untuk diketahui, saat pencoblosan warga harus membawa dokumen berupa KTP-el atau surat keterangan. Bagi yang tidak membawa dokumen tersebut, warga tidak bisa memilih meski sudah masuk dalam DPT. "Kami berharap pemilih yang belum rekam KTP-el bisa selesai sebelum 9 Desember 2020," ucap Viryan.
Dalam tahap pemutakhiran daftar pemilih tetap, lanjut dia, KPU juga menemukan 1.456.523 pemilih yang tidak memenuhi syarat. Alasan terbesar adalah bukan penduduk (392.445), pindah domisili (416.818), pemilih ganda (239.196), dan meninggal (201.675).
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin berharap, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di daerah segera mempercepat perekaman KTP-el warga. Masih ada waktu 42 hari sebelum tanggal pencoblosan agar seluruh warga yang masuk dalam DPT terlindungi hak pilihnya. “Tantangannya memang sekarang kondisinya masih pandemi Covid-19,” katanya.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di daerah segera mempercepat perekaman KTP-el warga. Masih ada waktu 42 hari sebelum tanggal pencoblosan agar seluruh warga yang masuk dalam DPT terlindungi hak pilihnya
Direktur Jenderal Kependudukan Dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh mengakui ada penurunan perekaman KTP-el selama pandemi Covid-19. Jika dalam saat normal sebelum pandemi, perekaman KTP-el tiap bulan bisa mencapai 600.000 hingga 800.000 lembar. Namun saat pandemi, jumlahnya menurun antara 100.000 hingga 500.000 lembar per bulan.
Untuk mengejar target perekaman KTP-el terhadap seluruh pemilik hak pilih, pihaknya menginstruksikan kantor pelayanan di daerah agar tetap membuka layanan di hari libur nasional dan cuti bersama sepanjang Oktober hingga Desember. Langkah itu dilakukan untuk mempermudah masyarakat yang ingin melakukan perekaman KTP-el, terutama yang ingin mengurus dokuman kependudukan itu saat hari libur.
“Mendagri Tito Karnavian akan memberikan apresiasi yang tinggi dengan menyediakan hadiah berupa 20 Anjungan Dukcapil Mandiri (ADM) bagi daerah yang menunjukkan kinerja terbaiknya," ucapnya.
Dengan sisa waktu 42 hari sebelum pencoblosan yang menyisakan 20.788.320 warga belum melakukan perekaman, artinya setiap hari harus ada perekaman baru sekitar 500.000 warga. Jumlah ini setara dengan jumlah perekaman KTP-el dalam sebulan.
Partisipasi
Direktur Eksekutif Netgrit Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, jumlah pemilih yang belum melakukan perekaman KTP-el yang mencapai 20,7 juta seharusnya tidak terjadi jika ada koordinasi antara KPU dengan Kemendagri. Saat Kemendagri memberikan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) seharusnya diketahui jumlah pemilih yang belum melakukan perekaman KTP-el sehingga bisa diantisipasi sejak awal.
“Perekaman KTP-el untuk 20,7 juta warga kemungkinan tidak akan optimal jika melihat dalam jangka waktu yang tersisa sebelum pencoblosan,” tuturnya.
Masalah ini dikhawatirkan membuat partisipasi pemilih menurun. Padahal, KPU telah menargetkan partisipasi hingga 77,5 persen. Hanya saja dari dokumen persyaratan, baru 80 persen yang siap memilih dengan disertai dokumen kependudukan berupa KTP-el atau surat keterangan.
“Bahwa kemudian 20,7 juta pemilih itu akan menggunakan hak pilihnya atau tidak, itu persoalan lain,” ucap Ferry.
Masalah ini dikhawatirkan membuat partisipasi pemilih menurun. Padahal, KPU telah menargetkan partisipasi hingga 77,5 persen.
Menurut dia, kejadian seperti sekarang harus menjadi catatan penting bagi penyelenggaraan pemilu maupun pilkada yang akan dating. Persoalan administrasi ini berpotensi membuat warga kehilangan hak pilihnya untuk menentukan kepala daerah.
Kampanye daring
Sementara itu, terkait pelaksanaan kampanye, kata Afif, terjadi penurunan jumlah kampanye secara dalam jaringan (daring) pada 10 hari ketiga dibandingkan 10 hari kedua. Pelaksanaan kampanye daring pada 16-25 Oktober tercatat sebanyak 80 kegiatan, lebih rendah dibandingkan periode 6-10 Oktober yang tercatat sebanyak 98 kegiatan.
“Penurunan jumlah kampanye daring menunjukkan bahwa metode ini bukan kegiatan yang diprioritaskan oleh pasangan calon,” katanya.
Menurut Afif, kurangnya minat penggunaan metode kampanye daring disebabkan tim kampanye tidak siap beradaptasi memanfaatkan metode baru ini. Kampanye daring dianggap kurang komunikatif sehingga tidak efektif dalam menyampaikan visi, misi, program, dan pesan untuk mempengaruhi pemilih.
Kurangnya minat penggunaan metode kampanye daring disebabkan tim kampanye tidak siap beradaptasi memanfaatkan metode baru ini
Secara umum dalam pelaksanaan kampanye pada 10 hari ketiga terjadi 15.007 kegiatan. Bentuk kampanye terbanyak adalah kampanye tatap muka atau pertemuan terbatas (13.646 kegiatan), disusul pemasangan alat peraga kampanye (621 kegiatan), penyebaran bahan kampanye (660 kegiatan) dan kampanye daring (80 kegiatan).
Dari kampanye tatap muka tersebut, Bawaslu menemukan 306 pelanggaran protokol kesehatan. Terhadap seluruh pelanggaran itu, Bawaslu memberikan peringatan tertulis kepada seluruh pelanggaran, sebanyak 25 kegiatan di antaranya diberikan sanksi pembubaran.