Mahfud MD: Tahun 2021, Polisi Siber Akan Sungguh-sungguh Diaktifkan
Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan potensi ancaman yang perlu diperhatikan pada tahun 2021, ialah ketegangan politik, terorisme, dan serangan digital. Tahun depan, pemerintah akan serius mengaktifkan polisi siber.
Pandemi Covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan individu, tetapi juga dapat menimbulkan instabilitas keamanan. Pandemi sekaligus menguji daya tahan negara bangsa. Turunnya Indeks Ketahanan Nasional yang disusun Lembaga Ketahanan Nasional memperlihatkan dampak pandemi Covid-19. Pada akhir 2019, IKN mencapai 2,82, sedangkan pada Juni 2020 turun menjadi 2,70.
Dalam wawancara khusus bersama Kompas, Kamis (17/12/2020) malam, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan potensi ancaman yang perlu mendapat perhatian pada 2021, seperti ketegangan politik, terorisme, dan serangan digital. Terkait itu, sebagai salah satu strategi, pemerintah pada tahun depan akan lebih menggencarkan polisi siber. Berikut petikan wawancaranya.
Sejauh mana pemerintah mengantisipasi potensi krisis dan efek domino dari pandemi Covid-19? Apa langkah untuk memetakan persoalan itu?
Pemerintah selalu memetakan itu. Apa yang akan terjadi tahun 2021 dan situasi menuju mana. Kami mencatat juga paradoks akibat pandemi Covid-19. Apakah itu membangun soliditas masyarakat atau justru menciptakan segregasi? Negara harus kuat, tetapi banyak korupsi. Di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan, di situ ada program kesejahteraan, pendidikan, dan lain-lain. Kalau dari Kemenko Polhukam tentu saja membangun bagaimana hukum ditegakkan dengan benar. Itu dulu dilakukan untuk membangun kepercayaan masyarakat.
Itu sebabnya, kami selalu mengundang KPK. Kami meminta KPK mengawasi kebijakan pemerintah dengan prosedur tidak normal. Prosedur yang tidak normal itu adalah kebijakan harus keluar secara cepat untuk menyelamatkan masyarakat dari serangan Covid-19. Kami meminta KPK mengawasi, tetapi jangan dicari-cari salahnya. Ambil yang besar-besar, kalau perlu menterinya ditangkap tangan.
Bagaimana KPK berkoordinasi dengan Menko Polhukam dalam rangka penegakan hukum? Saya beri tahu KPK bahwa presiden memastikan KPK boleh menindak orang yang melakukan korupsi pada masa Covid-19 ini. Bukan hanya itu, kepala daerah, DPRD kan terus digarap oleh KPK. Kami tidak menghalangi mereka melakukan itu.
Bahkan, kemarin KPK kemarin merasa kesulitan masuk ke kejaksaan dan Polri untuk supervisi kasus yang melibatkan aparat penegak hukum, kami buatkan instrumen hukum Perpres Nomor 102/2020 agar KPK bisa menyupervisi kasus yang sedang ditangani kejaksaan atau kepolisian. Ini cara kami memperkuat KPK di tengah-tengah fakta kenyataan bahwa KPK sudah punya UU baru. Kami tidak boleh putus asa dengan yang baru. Mari cari pintu untuk menguatkan.
Indeks Ketahanan Nasional turun. Menurut Anda, gejala apa yang tampak dari situ?
Ada kekhawatiran pada penurunan IKN 2020 yang dibuat Lemhannas. Akan tetapi, Indeks Demokrasi Indonesia pada tahun ini naik dari 72 menjadi 74. Kekhawatiran itu wajar karena ketahanan nasional akan terganggu manakala keamanan tidak kondusif. Situasi keamanan tidak kondusif kalau situasi ekonomi buruk. Karena impitan ekonomi, orang lalu melakukan hal-hal tidak benar.
Pemerintah sekarang ingin membangun optimisme masyarakat. Bahwa tahun 2021 kita akan bangkit. Pemerintah, misalnya, mengumumkan kepada masyarakat tahun 2021 akan divaksin. Awalnya dibuat ada yang bayar, ada yang gratis. Namun, masyarakat protes. Presiden kemudian responsif, mengumumkan vaksin Covid-19 gratis untuk semua.
Presiden juga mengatakan bahwa prediksi tahun 2021 pertumbuhan ekonomi kita naik dibandingkan negara lain. Ini agar kita optimistis bersama-sama. Tentu perlu kesadaran kolektif itu untuk membangun situasi yang lebih kondusif, kesadaran bahwa bangsa ini harus dijaga bersama-sama.
Dari berbagai potensi ancaman keamanan, sosial, dan politik pada 2021, apa yang paling perlu diperhatikan?
Ancaman keamanan itu, kontestasi politik sudah mulai masuk ke pembahasan berbagai UU di bidang politik. Itu secara politik akan menimbulkan ketegangan. Dan ketegangan politik diikuti ancaman keamanan, baik karena demo, kerusuhan, maupun orang menumpang tarik perhatian.
Kemudian yang kami lihat sekarang ini adalah digital. Serangan digital memang dilematis, tetapi kami sudah memutuskan ada polisi siber. Pada 2021 akan diaktifkan sungguh-sungguh karena terlalu toleran, juga berbahaya.
Memprovokasi orang dengan berita bohong, membuat gerakan post-truth, di mana sesuatu yang salah itu selalu dikatakan beramai-ramai sampai orang takut. Dan yang membuat sendiri akhirnya takut dan itu sering terjadi.
Kemudian terorisme. Dari pembicaraan saya dengan negara-negara di kawasan, harus hati-hati karena eskalasi akan meningkat dengan teknologi digital.
Baca juga: Ancaman Siber Akan Semakin Mengganas di 2021
Mekanisme polisi siber itu seperti apa?
Polisi siber yang sifatnya kontranarasi, kami buat kontranarasi. Ada isu begini salah, dibuat rame-rame (bahwa itu) tidak benar. Akan tetapi, terhadap yang sifatnya pelanggaran itu akan ditindak, kalau sifatnya pidana ditindak. Sekarang polisi siber itu gampang sekali, kalau misalnya Anda mendapatkan berita yang mengerikan, lalu lapor ke polisi, dalam waktu sekian menit diketahui dapat dari siapa, dari mana, lalu ditemukan pelakunya lalu ditangkap.
Seminggu terakhir ini sudah banyak sekali orang ditangkap karena mau menjagal polisi. Pagi beredar, siangnya ditangkap langsung ketahuan, di mana orangnya. Polisi siber kita itu mampu, kalau Anda kirim teror gelap saya tahu pelakunya, saya dapat dari nomor sekian, itu nanti tinggal HP saya, pakai alat tertentu. Sampai ujungnya siapa ketemu siapa yang pertama kali, kita sudah punya alat yang begitu.
Itulah polisi siber kita dan tindakan hukumnya yang sifatnya fisik sudah disiapkan dan itu yang akan kita lakukan ke depan demi keamanan. Dan itu bisa dipertanggungjawabkan, tidak dalam rangka kesewenang-wenangan.
Apa contohnya dipertanggungjawabkan? Kalau sifatnya hinaan terhadap personal kita tidak peduli. Akan tetapi, kalau sudah berhubungan dengan kepentingan masyarakat, polisi bertindak. Artinya polisi siber kita punya kemampuan seperti itu, cuma selama ini kita menjaga agar orang tidak takut pada polisi, pada pemerintah. Ini tampaknya sudah mulai memanas, kita lebih panas juga agar lebih tertib.
Belakangan ada kritik soal kebebasan sipil yang dianggap menyempit dan penegakan hukum yang terlalu keras terhadap suara kritis. Bagaimana menyeimbangkan menjaga tertib sosial dan kebebasan sipil?
Kita terkadang dihadapkan pada masalah yang dilematis. Kalau kita diam, orang berteriak, di mana negara. Kalau tidak diam, dianggap melanggar HAM. Seperti kasus yang terakhir itu gimana orang berkerumun terus, kita diamkan yang penting tertib, kita beri peringatan baik-baik. Diberi peringatan baik-baik tidak bisa juga, sementara masyarakat sudah marah, di mana negara?
Begitu kita turun tangan muncul lagi tanggapan atau tudingan kepada pemerintah dianggap mengganggu kebebasan sipil, hak asasi, dan sebagainya. Itu memang satu dilema. Itulah yang mungkin disebut sebagai oleh teman-teman sebagai digital dictatorship.
Baca juga: Pengabaian Kebebasan Sipil Bisa Ciptakan Iklim Otoritarian
Akan tetapi, juga tidak benar tudingan pemerintah pandang bulu. Kalau yang laporan kejahatan oposisi langsung diproses. Kalau bukan oposisi langsung dibebaskan. Sebenarnya itu kan tidak benar juga, ya. Banyak juga yang teman sendiri diproses hukumnya, baik karena korupsi maupun kejahatan lain.
Sementara banyak juga kelompok oposisi yang dilaporkan, tetapi dibebaskan, misalnya Rocky Gerung dilepas. Ustad Abdul Somad itu kurang apa lagi dilaporkan orang, tetapi tidak diproses juga oleh pemerintah. Jadi banyak yang juga dibebaskan.
Bagi pemerintah itu harus bisa mengambil tindakan-tindakan yang seimbang untuk itu. Yang ditindak itu memang yang keterlaluan, yang sudah jelas secara visual, bukan karena ekspresi yang murni. Yang mengandung unsur pengancaman, merendahkan martabat, itu yang diambil yang seperti itu.
Di pemerintahan, siapa yang memastikan rem dan gas penegakan hukum tetap terukur agar kebebasan sipil terjaga?
Dalam hukum ada tiga pilarnya, satu keadilan, kedua kepastian, ketiga kemanfaatan. Ada satu hal yang mungkin ditindak adil dan pasti, tetapi tidak bermanfaat. Misalnya, menimbulkan gaduh dan tuduhan bermacam-macam terhadap pemerintah. Nah, ini kesampingkan saja dulu, tetapi diawasi. Nah, yang begitu kita sering koordinasi karena menyeimbangkan antara keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum.
Di situ, saya sebagai koordinator untuk membuat keseimbangan dalam langkah-langkah itu. Dan, kami cukup kompak kalau rapat biasanya pimpinan atau unsur tertinggi yang datang mulai dari Kapolri, Panglima, Kepala BIN, dan menteri.
Pilkada serentak 2020 baru saja selesai. Kepala daerah terpilih akan bekerja dan tantangan pertamanya pada 2021 adalah bagaimana sinkronisasi program daerah dengan kebijakan dari pemerintah pusat untuk pemulihan dampak Covid-19?
Kalau strategi itu biasanya Kemendagri langsung yang menangani itu. Akan tetapi, sampai saat ini kami tidak berbicara tentang harus berbuat apa agar menjadi lebih baik. Seperti biasa dilantik saja dulu, lalu kami kumpulkan. Kami kumpulkan berdasarkan kelompok daerah, kadang kala dibawa ke Jakarta, kami beri tahulah. Problem kita pada 2021 itu kan sebenarnya masih Covid-19.
Mudah-mudahan, permulaan pemerintah ini mulai dengan budaya protokol kesehatan diteruskan karena, ternyata, pilkada ini kan mampu membangun semacam budaya baru untuk protokol kesehatan. Pakai masker dan sebagainya itu tetap menjadi program utama pemerintah sebenarnya. Sekurang-kurangnya kuartal pertama tahun 2021 itu kita masih akan soal Covid-19 karena masih dianggap sebagai masalah yang sangat mengancam.
Tentu saja, masalah pembangunan ekonomi dan lain-lain itu adalah bagian di sebelahnya. Selama ini, juga kan kalau ada hasil pemilihan kepala daerah baru, kita juga tidak pernah buat yang langkah dan strategi khusus agar mereka melakukan sesuatu. Umumnya mereka itu bisa melakukan langkah-langkah yang diperlukan sebagai pemda baru, biasanya tidak terlalu lama gamangnya. Kan, sudah ada program, anggaran, dan pengawasnya.
Kalau dilihat dari sirkulasi petahana yang cukup tinggi, ini jadi tantangan atau kesempatan bagi pemerintah pusat karena ada 50 persen sisanya adalah kepala daerah baru?
Menurut saya, kesempatan karena ternyata mereka mampu selama 90 hari terakhir, mereka mampu melakukan protokol kesehatan. Melakukan protokol kesehatan kepada tim kampanye, masyarakatnya. Kalau itu Mendagri sudah banyak berkampanye, program ke depan itu kampanye protokol kesehatan dulu untuk menyelamatkan masyarakat.
Penekanannya memang pada protokol kesehatan dulu. Karena kami mau membangun ekonomi, kalau tidak sehat juga tidak bisa. Kalau Perpres Nomor 82/2020 itu kan memang visi protokol kesehatan, pandemi covid-19, dan pemulihan ekonomi nasional itu harus sejalan.
Kalau menargetkan 2021, lalu diberi skor dari satu sampai sepuluh, skornya berapa?
Kami usahakan mencapai tujuh, kalau diasumsikan sekarang ini misalnya 5,5 kalau kuartal pertama sudah naik ke 7. Kuartal pertama pada 2021, kita kan harus menjadi lebih baik. sesudah itu mudah-mudahan, terus naik dan naik. (SUT/ADP/GAL/IAM)