Kejar Target Sejuta Guru PPPK, Kemenpan dan RB ”Jemput Bola”
Pengajuan usulan formasi guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja dari pemda tinggal tersisa dua hari. Kemenpan dan RB bakal ”jemput bola” agar target perekrutan 1 juta guru dari jalur PPPK bisa tercapai.
JAKARTA, KOMPAS — Dua hari menjelang batas akhir pengusulan formasi guru melalui jalur perekrutan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK, target satu juta formasi guru diperkirakan belum terpenuhi.
Hal ini karena usulan dari daerah belum banyak masuk sehingga Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) menimbang untuk mengubah strategi pengusulan, yakni dengan ”jemput bola” ke daerah-daerah yang belum mengajukan usulan formasi guru.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Kemenpan dan RB Teguh Widjinarko saat dihubungi, Selasa (29/12/2020), mengatakan, Kemenpan dan RB belum menghitung kembali jumlah usulan formasi guru yang masuk dari daerah. Usulan dari daerah ini nantinya harus dicek dengan data pokok pendidikan (dapodik) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) karena yang menjadi syarat utama menjadi PPPK adalah guru honorer yang telah terdaftar di dalam dapodik.
”Kami akan proaktif mendorong daerah untuk segera mengajukan. Upaya ’jemput bola’ tampaknya yang akan kami tempuh,” kata Teguh.
Teguh mengatakan, jika sampai tenggat pengusulan pada 31 Desember 2020 jumlah usulan belum memenuhi target formasi satu juta, Kemenpan dan RB mempertimbangkan untuk memperpanjang waktu pengusulan.
Sebelumnya, Menpan dan RB Tjahjo Kumolo mengatakan, hingga pertengahan Desember 2020, usulan formasi guru PPPK yang diterima Kemenpan dan RB baru 174.077 formasi dari 1 juta formasi yang ditargetkan, tahun 2021.
Baca juga : Daerah Tak Kunjung Usulkan Formasi Guru PPPK
Sebagai informasi, sejak 2016 pemerintah membuka peluang bagi warga negara untuk menjadi pegawai negara non-pegawai negeri sipil (PNS). Mereka yang nantinya direkrut sebagai PPPK ini adalah orang-orang profesional yang sejak lama menggeluti bidang tertentu.
Remunerasi bagi PPPK sama dengan PNS lainnya, seperti gaji dan tunjangan. Bedanya, mereka terikat kontrak kerja selama waktu tertentu, dan tidak harus sampai usia pensiun sebagaimana pegawai yang berstatus PNS. Perekrutan PPPK ini terutama memberikan kesempatan kepada guru honorer di daerah untuk memperoleh kepastian status dan remunerasi yang lebih baik.
Teguh mengatakan, usulan formasi dari daerah terhadap guru PPPK ini akan diupayakan maksimal hingga memenuhi target 1 juta guru. Upaya ”jemput bola” dan perpanjangan waktu untuk sementara ini dipertimbangkan akan dilakukan. Di sisi lain, Kemenpan dan RB akan mendorong atau menyurati daerah-daerah yang belum mengirimkan usulan formasinya agar segera mengirim usulan mereka kepada kementerian.
Setelah usulan formasi guru itu diterima oleh kementerian, selanjutnya verifikasi akan dilakukan bersama antara Kemenpan dan RB dengan Kemendikbud, serta memperoleh pertimbangan dari Kementerian Keuangan dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). ”Setelah itu barulah dilakukan proses pengadaan pegawai dilakukan,” ucapnya.
Teguh mengatakan, jadwal seleksi guru PPPK ini masih dikoordinasikan antara Kemanpan dan RB dengan Kemendikbud, BKN, Kemenkeu, dan panitia seleksi nasional. Pasalnya, jadwal perekrutan dan seleksi guru PPPK ini berbarengan pula dengan penerimaan PNS, serta PPPK selain guru. Secara teknis, hal itu harus direncanakan dengan baik agar tidak terjadi kekacauan dalam penjadwalan.
Waspadai radikalisme
Dalam seleksi PNS dan PPPK, Teguh mengatakan, selain menimbang kompetensi dan pengetahuan calon, panitia juga memberi atensi terhadap latar belakang calon, terutama untuk mencegah masuknya paham-paham radikal dalam birokrasi. ”Kami bekerja sama dengan BPIP, BNPT, dan Kepolisian RI dalam melakukan pemantauan ini,” katanya.
Sementara itu, terkait laporan paham radikalisme yang merebak di tengah-tengah ASN, Kepala BKN Bima Haria Wibisana dalam konferensi pers secara daring, Selasa, mengatakan, BKN bersama dengan Kemenpan dan RB telah menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) tentang penanganan radikalisme ASN. Selain itu, telah diluncurkan pula portal ASN No Radikal.
”Pelaksanaan penanganan radikalisme ini adalah kombinasi dari pencegahan dan penguatan, serta penegakan nilai-nilai dasar ASN yang menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 1945,” katanya.
Bima mencatat, untuk tahap pertama dari Januari-Juli 2020, ada 93 orang yang diadukan ke BKN terkait dengan radikalisme. Setelah diverifikasi, hanya 21 orang yang terkonfirmasi ASN dan sisanya 72 orang bukan ASN. Dari 21 orang ASN tersebut, 11 orang terbukti melakukan pelanggaran, dan 9 orang di antaranya telah dijatuhi hukuman disiplin. Masih tersisa 2 orang yang belum diberi sanksi disipliner.
Adapun data dari Agustus-Desember 2020, BKN mencatat ada 49 orang yang diadukan terkait radikalisme. Dari jumlah itu, 15 orang teridentifikasi sebagai ASN dan 34 orang lainnya bukan ASN. ”Kami masih melakukan verifikasi atas dugaan pelanggaran radikalisme yang diadukan terhadap mereka. Dan kami belum menentukan hukuman disiplinnya, tetapi kami akan menegakkan hukuman disiplin jika mereka terbukti bersalah,” ujar Bima.
Dimintai pendapat mengenai seleksi PNS dan PPPK, Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Sofian Effendi mengatakan, perekrutan 2021 harus lebih baik daripada perekrutan pada tahun-tahun sebelumnya yang lebih banyak mengandalkan pada ijazah.
”Idealnya, bukan hanya pengetahuan kognitif yang diuji, tetapi harus pula diukur kompetensi dan pengalaman kerja mereka,” katanya.
Sofian yang juga Ketua Komisi ASN (KASN) 2014-2019 mengatakan, metode computer assisted test (CAT) atau tes yang berbasis komputer adalah pendekatan baru yang baik. Namun, metode itu masih harus dilengkapi dengan pendekatan yang mengukur kompetensi calon PNS dan PPPK. Dengan demikian, tidak hanya meningkatkan jumlah pendaftar seleksi, tetapi juga meningkatkan kualitas hasil seleksi PNS dan PPPK.
”Kualitas PNS kita masih di bawah negara-negara tetangga di ASEAN, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Daya saing pegawai kita hanya separuh daripada kompetensi dan kualitas pegawai di Singapura,” katanya.
Adapun terkait dengan perekrutan guru PPPK dari daerah, Sofian mengatakan, daerah harus cepat merespons kesempatan pengajuan usulan formasi Kemenpan dan RB.
Namun, di sisi lain harus ada pula pemahaman yang baik dari daerah mengenai PPPK. Sebab, kerap kali orang ragu untuk mendaftar menjadi pegawai berstatus PPPK karena dinilai berbeda dengan ASN. Kemenpan dan RB diharapkan lebih aktif mengomunikasikan PPPK ini ke daerah-daerah.
Baca juga : Problematika Guru Honorer
”Padahal, sama saja dengan PNS umumnya. Remunerasi dan tunjangan, serta hal-hal lainnya, termasuk jaminan pensiun. Sebab, pensiun, kan, bisa dikelola dengan bank, karena itu, kan, akumulasi dari premi pekerja selama dia aktif bekerja. Bedanya, dia bekerja dalam kontrak waktu tertentu, misalnya 15 tahun atau 20 tahun saja. Untuk itu, PPPK ini harus disampaikan dengan benar supaya orang-orang tidak takut mendaftar,” katanya.