Cegah Sengketa, Pemerintah Lanjutkan Redistribusi Aset
Presiden Jokowi kembali menyerahkan surat keputusan hutan sosial dan lainnya. Pemerintah terus melakukan redistribusi aset melalui kebijakan perhutanan sosial dan reforma agraria sebagai salah satu solusi sengketa lahan.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Potensi sengketa lahan yang selama ini menjadi ancaman masyarakat, terutama di perdesaan dan kawasan hutan, terus dicegah. Sampai saat ini pemerintah terus melakukan redistribusi aset melalui kebijakan perhutanan sosial dan reforma agraria sebagai salah satu jawaban atas sengketa lahan yang banyak dikeluhkan masyarakat.
Pada Kamis (7/1/2021), Presiden Joko Widodo kembali menyerahkan 2.929 Surat Keputusan (SK) Hutan Sosial, 35 SK Hutan Adat, dan 58 SK Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) di sejumlah daerah di Tanah Air. Hutan sosial yang diserahkan kepada masyarakat untuk dikelola memiliki luas 3,442 juta hektar, hutan adat seluas 37.500 hektar, dan TORA seluas 72.000 hektar.
Dalam pidato yang disampaikan di Istana Negara, Jakarta, Presiden kembali menegaskan alasan pemerintah memberikan perhatian khusus pada redistribusi aset. Selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan dan kawasan hutan, redistribusi aset juga dilakukan untuk mencegah sengketa lahan.
Ini terkait dengan kemiskinan, terkait dengan ketimpangan ekonomi, khususnya terjadi di perdesaan dan lingkungan sekitar hutan. Termasuk redistribusi aset ini menjadi jawaban bagi banyaknya sengketa agraria.
”Ini terkait dengan kemiskinan, terkait dengan ketimpangan ekonomi, khususnya terjadi di perdesaan dan lingkungan sekitar hutan. Termasuk redistribusi aset ini menjadi jawaban bagi banyaknya sengketa agraria,” kata Presiden dalam acara yang dihadiri secara tatap muka oleh sejumlah perwakilan penerima SK perhutanan sosial, hutan adat, dan TORA.
Presiden terus mendorong redistribusi aset, baik melalui kebijakan perhutanan sosial maupun reforma agraria, sebagai salah satu upaya untuk menyelesaikan sekaligus mencegah konflik. Itu karena selama ini Presiden sering kali menerima laporan dari masyarakat terkait dengan sengketa agraria, baik antar-masyarakat, antara masyarakat dan korporasi, maupun sengketa antara masyarakat dan pemerintah.
Redistribusi aset juga dilakukan dengan tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat, terutama mereka yang tinggal di perdesaan, kawasan hutan, dan juga hutan adat. Karena itu, lahan yang diberikan diharapkan tidak dibiarkan telantar, apalagi dipindahtangankan kepada pihak lain. Lahan yang diterima masyarakat semestinya dimanfaatkan, dikelola untuk kegiatan ekonomi produktif, tetapi ramah lingkungan.
Tak hanya memanfaatkan lahan untuk menanam tanaman produktif yang memiliki nilai ekonomi, masyarakat juga bisa mengembangkan lahan untuk usaha agrowisata, bioenergi, dan lainnya. Dengan begitu, tujuan redistribusi aset untuk meningkatkan perekonomian masyarakat bisa tercapai.
”Ini akan saya ikuti, akan saya cek terus, untuk memastikan bahwa lahan ini betul-betul dipakai untuk kegiatan produktif, tidak ditelantarkan, tetapi dikembangkan, sehingga memiliki manfaat yang besar bagi bagi ekonomi kita, bagi ekonomi masyarakat. Tujuannya ke situ, goal-nya ke situ,” kata Presiden.
Lebih jauh Presiden meminta jajarannya untuk membantu kelompok usaha perhutanan sosial dalam mengakses permodalan dari perbankan. ”Menteri Koperasi dan UKM ini kelompok usaha perhutanan sosial agar dibantu akses permodalan, KUR, karena menyangkut luas lahan yang besar sekali,” ujarnya.
Selain itu, khusus untuk lahan perhutanan sosial yang berada di perdesaan, Presiden berharap bantuan permodalan bisa diberikan dari dana desa.
Percepat reformasi agraria
Pemerintah akan mempercepat penyelesaian permasalahan dan konflik dalam kawasan hutan, persoalan permukiman dalam kawasan hutan, dan penyelesaian masalah perhutanan di wilayah padat penduduk di Pulau Jawa, Lampung, Bali, dan provinsi padat penduduk lainnya.
Dalam acara penyerahan SK perhutanan sosial yang juga dihadiri Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyampaikan komitmen untuk mempercepat reformasi agraria.
”Pemerintah akan mempercepat penyelesaian permasalahan dan konflik dalam kawasan hutan, persoalan permukiman dalam kawasan hutan, dan penyelesaian masalah perhutanan di wilayah padat penduduk di Pulau Jawa, Lampung, Bali, dan provinsi padat penduduk lainnya,” kata Siti.
Percepatan reforma agraria juga dilakukan agar masyarakat bisa mendapatkan manfaat berupa peningkatan perekonomian. Untuk itu, pemerintah pun telah mengeluarkan berbagai kebijakan, seperti Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH), program perhutanan sosial, dan kebijakan penataan permukiman dalam kawasan hutan.