Lima Tukang Divonis Penjara karena Kebakaran Gedung Kejagung, Kuasa Hukum Menilai Ada Kejanggalan
Lima tukang bangunan, terdakwa kebakaran gedung Kejaksaan Agung, divonis satu tahun penjara. Menanggapi putusan tersebut, pengacara mengaku pikir-pikir dan akan menganalisis putusan hakim karena dinilai ada kejanggalan.
JAKARTA, KOMPAS — Lima tukang bangunan divonis satu tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus kebakaran gedung Kejaksaan Agung, 22 Agustus 2020. Namun, hakim membebaskan mandor yang diketahui tidak berada di tempat saat peristiwa naas itu terjadi. Atas putusan itu, kuasa hukum para terdakwa mengungkapkan sejumlah kejanggalan.
Putusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Elfian, Senin (26/7/2021), di Jakarta. Lima tukang bangunan yang divonis bersalah ialah Sahrul Karim, Karta, Tarno, Halim, dan Imam Sudrajat. Para terdakwa dinilai terbukti melakukan kealpaan yang menyebabkan kebakaran.
Saat dikonfirmasi, Senin malam, pejabat hubungan masyarakat (humas) PN Jaksel, Suharno, mengatakan, kelima terdakwa itu terbukti melanggar Pasal 188 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. ”Ya benar ada putusan itu, dari keenam terdakwa, lima dari mereka, yaitu atas nama terdakwa Imam Sudrajat, Sahrul Karim, Karta, Tarno, dan Halim, terbukti bersalah. Adapun satu mandor, yakni atas nama Uti Abdul Munir, dibebaskan dari segala dakwaan karena tidak terbukti bersalah,” ucap Suharno, yang juga anggota majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut. Satu anggota majelis hakim lainnya ialah Siti Hamidah.
Terkait dengan pertimbangan hukumnya, Suharno mengatakan, hal itu sudah disampaikan secara terang di dalam putusan hakim. ”Pertimbangannya apa, itu sudah ada di putusan hakim,” ucap Suharno, yang tidak bersedia merinci pertimbangan umum majelis.
Baca juga: Misteri di Lantai Enam Gedung Kejaksaan Agung
Sebelumnya, keenam terdakwa itu diadili karena diduga telah lalai dalam bertugas. Lima tukang bangunan diduga merokok saat melakukan pekerjaan renovasi di lantai 6 gedung Kejaksaan Agung. Akibat kelalaian mereka tidak mematikan puntung rokok terjadi kebakaran yang membuat gedung itu dilalap si jago merah. Peristiwa kebakaran itu sendiri terjadi tidak lama setelah Kejagung berhasil menangkap buron Djoko Tjandra, yang belakangan diketahui bekerja sama dengan Jaksa Pinangki Sirna Malasari untuk mengurus kasus hukumnya di Mahkamah Agung (MA).
Sementara itu, saat dihubungi, kuasa hukum para terdakwa, Arnold JP Nainggolan, mengatakan, pihaknya masih pikir-pikir dengan putusan hakim tersebut. Pihaknya belum menerima salinan putusan itu sehingga belum dapat menganalisis secara detail pertimbangan hakim. Namun, beberapa pertimbangan hakim yang dibacakan tersebut dirasa mengandung sejumlah kejanggalan karena tidak sesuai fakta yang terungkap di pengadilan.
Kuasa hukum para terdakwa, Arnold JP Nainggolan, mengatakan, pihaknya masih pikir-pikir dengan putusan hakim tersebut. Pihaknya belum menerima salinan putusan itu sehingga belum dapat menganalisis secara detail pertimbangan hakim.
”Fakta bahwa Saudara Imam Sudrajat membuang wallpaper yang dibasahi air itu tidak disebutkan oleh hakim dalam pertimbangan putusannya. Padahal, dengan fakta wallpaper dibasahi dan dibuang sampahnya ke dalam kantong polibag yang sama dengan yang dipakai oleh tukang sebelumnya yang sudah pulang, itu menunjukkan rokok tidak akan menyala dalam kondisi itu,” katanya.
Hanya saja, fakta itu tidak disebut oleh hakim. Dalam pertimbangannya, hakim juga tidak menyebut secara jelas rokok siapa itu yang menyulut api sehingga menyebabkan kebakaran besar di gedung Kejagung. Kenyataan bahwa para tukang itu merokok tidak dapat dijabarkan secara detail melalui pertimbangan hakim. ”Hakim mengatakan, tanpa harus mengingat rokok siapa pun itu. Artinya, tanpa memedulikan rokok siapa pun itu, kelimanya harus bertanggung jawab dalam peristiwa itu. Padahal, hukum pidana harus secara jelas menunjuk orang per orang dan peranannya,” kata Arnold.
Baca juga: Penyidik Tidak Akan Lakukan Rekonstruksi Terbuka
Di dalam surat dakwaan dan keterangan kelima tukang bangunan itu juga sudah disampaikan cara mereka mematikan rokok itu. Pertama, dimatikan dengan gelas belimbing atau asbak. Kedua, dimatikan dengan cara diinjak dengan kaki. Ketiga, dimatikan pada potongan pelapis kayu jenis HPL. Hanya saja, dalam pertimbangannya, hakim menguraikan bahwa kelima tukang itu tidak bisa memastikan rokok itu telah padam atau belum.
”Hal lainnya yang dalam pemikiran kami, pengawas yang semestinya mengawasi pekerjaan tukang di lantai 6, yakni Muhammad Yusuf, malah tidak melakukan pekerjaannya mengawasi. Ia malah menyuruh Hendri Kiswoyo, pengawas lainnya, untuk mengawasi pekerjaan mereka,” kata Arnold.
Seorang mandor pengerjaan renovasi itu, yakni Uti Abdul Munir, dibebaskan dari segala dakwaan dengan pertimbangan yang bersangkutan tidak ada di saat peristiwa itu terjadi. Menurut pertimbangan hakim, mandor telah mengingatkan kepada para pekerjanya untuk berhati-hati. Pada saat kejadian itu, Uti Abdul Munir sedang berada di Riau.
Kuasa hukum juga menilai barang bukti berupa rokok yang diajukan ke pengadilan itu bukan barang bukti yang ditemukan pada saat terjadinya kebakaran. Para terdakwa mengaku rokok itu baru disita 27 Oktober 2020 atau berselang dua bulan dari peristiwa kebakaran itu terjadi.
”Rokoknya yang menjadi barang bukti pun masih dalam keadaan utuh. Tetapi, majelis hakim dalam pertimbangannya mengatakan keberatan itu seharusnya disampaikan dalam praperadilan. Itu membuat kami sedih karena seharusnya di atas hukum itu masih ada rasa kemanusiaan, karena jelas itu rokok dibeli oleh mereka paginya, dan malamnya disita, 27 Oktober 2020,” ucapnya.
Baca juga: Bareskrim Polri Diminta Transparan Tangani Kasus Kebakaran Kejagung
Dalami kasus kebakaran
Dihubungi terpisah, Kepala Advokasi dan pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora mengatakan, kasus ini patut didalami karena kebakaran sehebat itu tidak mungkin dipicu oleh puntung rokok. Sebab, gedung lembaga negara seperti Kejagung pastinya memiliki pendeteksi asap (smoke detector) sehingga ketika ada asap atau api pasti beroperasi dan memberikan tanda bahaya.
Agak aneh saja kalau gedung sebesar itu bisa terbakar karena puntung rokok. Apalagi, ini, kan, gedung negara yang sudah pasti memiliki standar keamanan dalam pencegahan kebakaran. (Nelson Nikodemus Simamora)
”Agak aneh saja kalau gedung sebesar itu bisa terbakar karena puntung rokok. Apalagi, ini, kan, gedung negara yang sudah pasti memiliki standar keamanan dalam pencegahan kebakaran. Jadi sangat aneh gedung besar terbakar dan tidak ada yang tahu,” katanya.
Nelson mengingatkan penegak hukum agar lebih jeli dalam melihat kasus ini karena ada kemungkinan terkait dengan tindak pidana lainnya yang ketika itu sedang berupaya ditangani oleh Kejagung, yakni kasus Djoko Tjandra. ”Terlalu sepele kasus ini kalau ditimpakan penyebabnya pada puntung rokok atau kelalaian tukang bangunan. Sebab, ini, kan, yang habis terbakar adalah gedung arsip. Pada saat bersamaan ada kasus Djoko Tjandra yang belakangan diketahui ada kaitan dengan salah satu jaksa,” katanya.
Dengan telah diketoknya putusan oleh hakim, Nelson berharap kuasa hukum mampu menyajikan rekonstruksi kasus secara detail saat mengajukan banding ke pengadilan tinggi. Sebab, advokat mestinya melakukan percobaan terlebih dulu atas argumentasi yang diungkapkan oleh jaksa maupun hasil penyidikan kepolisian. Misalnya, jika disebutkan puntung rokok itu bisa membakar daun-daun kering, atau tembok, harus dibuktikan dulu betul tidak itu terjadi. Apalagi, dakwaannya ialah puntung rokok itu bisa memicu kebakaran gedung
Dengan waktu tujuh hari yangg tersisa untuk mengajukan sikap atas putusan tersebut, Nelson berharap kuasa hukum dapat melakukan upaya lain dalam menyajikan fakta dan rekonstruksi kasus tersebut. ”Kuasa hukum dapat membuat video yang mempraktikkan puntung rokok dilempar pada suatu rumput kering, bagaimana efeknya, apakah benar dapat membakar rumput kering itu, dan sebagainya. Lalu bagaimana jika ada cairan, dan bagaimana jika dilempar pada tembok dalam kondisi tertentu,” ucapnya.