Hingga tiga tahun ke depan, pengembang properti di Kota Surabaya, Jawa Timur, bakal menghadapi tantangan dahsyat memasarkan areal perkantoran. Penurunan tarif sewa dasar sejak 2016 diprediksi masih berlangsung hingga 2022. Akibatnya, tingkat hunian masih akan anjlok.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
Hingga tiga tahun ke depan, pengembang properti di Kota Surabaya, Jawa Timur, bakal menghadapi tantangan dahsyat memasarkan areal perkantoran. Penurunan tarif sewa dasar sejak 2016 diprediksi masih berlangsung hingga 2022. Akibatnya, tingkat hunian masih akan anjlok.
Hasil riset konsultan properti internasional Colliers yang dipublikasikan Rabu (24/7/2019), tarif sewa dasar yang ditawarkan di Surabaya pada 2016 masih sekitar Rp 145.000 per meter persegi per bulan (m2/bulan). Angka ini terkoreksi menjadi Rp 120.000/m2/bulan dengan prediksi berlaku sampai akhir tahun.
Namun, awal tahun depan, kemungkinan tarif sewa dasar yang ditawarkan akan berbalik naik menjadi Rp 130.000/m2/bulan. Sayangnya, kondisi itu tampaknya hanya berlaku setahun. Pada 2021, tarif sewa dasar kemungkinan terkoreksi seperti tahun ini, yaitu Rp 120.000/m2/bulan. Adapun pada 2022, diyakini akan kembali naik menjadi Rp 130.000/m2/bulan.
Masih hasil riset Colliers, tingkat hunian perkantoran di Surabaya pada 2016 sekitar 75 persen dan sempat naik hampir 78 persen pada tahun lalu. Namun, tahun ini, tingkat hunian kemungkinan terkoreksi di bawah 70 persen. Kondisi ini diperkirakan bertahan hingga tahun depan. Bahkan, pada 2021, tingkat hunian boleh jadi terjun menyentuh angka 50 persen.
Bahkan, pada 2021, tingkat hunian boleh jadi terjun menyentuh angka 50 persen.
Menurut Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto, tingkat penjualan atau sewa bisa jadi bagus, tetapi tidak linier dengan keterisian.
Penelitian Colliers juga menyebutkan, hingga pertengahan 2019, belum ada pembangunan perkantoran baru sehingga angka ketersediaan masih sekitar 341.000 meter persegi. Tahun depan, hingga akhir 2022, akan ada penambahan ruang baru seluas 193.000 meter persegi untuk kantor sewa dan 107.000 meter persegi untuk kantor jual.
Penambahan terpenuhi dengan selesainya sejumlah proyek gedung pencakar langit yang sedang berlangsung, yakni Capital Square dan Satoria di Surabaya barat, Pelindo Place di Surabaya utara, Telkom Smart dan One Galaxy di Surabaya timur, dan Ciputra World di Surabaya selatan.
Ferry menilai ada beberapa kondisi khusus di Surabaya yang berkontribusi terhadap kemunculan tantangan besar pemasaran perkantoran. Hal itu antara lain pebisnis pemula atau perusahaan rintisan lebih menyukai sewa ruang kerja bersama karena proyek insidental. Selain itu, bisnis rintisan juga tak ingin merogoh kocek terlalu dalam untuk urusan interior dan kelengkapan kantor.
”Yang jelas disukai adalah coworking space dengan koneksi internet yang kencang,” katanya.
Yang jelas disukai adalah coworking space dengan koneksi internet yang kencang.
Menurut Ferry, ada juga kondisi konservatif, misalnya pebisnis skala kecil dan menengah di Surabaya lebih suka berkantor di rumah atau rumah toko. Memindahkan usaha ke perkantoran berarti memikirkan investasi untuk kelengkapan. Selain itu, perkantoran biasanya memasang sistem parkir bertarif mencekik karena dihitung per jam. Parkir di rumah cuma-cuma dan tarif datar yang amat terjangkau di ruko.
”Mengapa kondisi ini terjadi, karena penegakan hukum masih rendah,” ujar Ferry.
Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur sepatutnya lebih tegas dan keras. Rumah idealnya tidak untuk tempat usaha, apalagi kantor dengan banyak pegawai yang membawa kendaraan pribadi, seperti sepeda motor dan mobil. Sementara ruko amat terbatas ketersediaan lahan parkirnya sehingga dianggap tidak lagi sesuai untuk perusahaan yang berpegawai cukup banyak.
Pemaparan kinerja dan proyeksi pemasaran apartemen oleh Colliers International Indonesia, Rabu (24/7/2019), di Surabaya, Jawa Timur.”Jika aturan ditegakkan, kemungkinan usaha-usaha akan pindah ke perkantoran, tetapi yang menerapkan sewa fleksibel,” ujar Ferry.
Boleh jadi nantinya, perkantoran baru dengan sistem sewa akan dikuasai sejumlah pemain besar pengelola ruang kerja bersama (coworking space). Mereka kemudian memecah-mecahnya untuk disewakan lagi ke berbagai usaha sesuai kebutuhan. Tarif sewa bisa bervariasi sesuai kesepakatan antara pengelola dan konsumen.
Ferry mengatakan, tantangan besar yang sedang dan masih akan terjadi sebaiknya juga dilihat sebagai peluang. Ke depan, perkantoran sewa diyakini lebih dipilih daripada yang perkantoran jual. Selain itu, kelengkapan antara lain koneksi internet yang cepat bakal menjadi daya tarik utama. Kelengkapan lain yang mesti diperhatikan adalah tempat ibadah, ritel, atau klinik, dan area parkir bertarif rasional.
Diminati
Sebaliknya, jika perkantoran diprediksi lesu, tak demikian dengan kebutuhan rumah vertikal, yakni apartemen. Setidaknya, itu berlaku bagi pengembang besar Sinarmas Land yang juga merambah pasar ke Surabaya.
Menurut Koordinator Sales & Promotion PT Sinarmas Land Arvina Syawir, konsumen rumah vertikal di ”Kota Pahlawan”, julukan Surabaya, terus tumbuh. Indikasinya, peminat Tower Azure di Klaska Residence di Jalan Jagir Wonokromo cukup tinggi. Dari seluruh unit yang tersedia, sudah 80 persen terjual.
Maket Klaska Residence Surabaya yang dibangun Sinarmas Land.Untuk menarik pembeli, pengembang memberikan penawaran promo menarik. Konsumen bisa memilih unit tanpa memikirkan uang muka dan biaya kredit pemilikan apartemen. Lokasi strategis di pusat kota semakin memudahkan mobilitas penghuni menjangkau lokasi kerja, layanan pendidikan, bahkan ke pusat belanja.
Sinarmas Land mengklaim Klaska hadir dengan fasilitas resor untuk memenuhi kebutuhan rekreasi penghuni. Fasilitas itu tersedia bagi anak-anak dan kalangan milenial, yaitu kids splash pool dan virtual game room, sementara untuk dewasa, seperti sky jogging track, yoga zone, family party park, private library, jacuzzi, dan sauna.