Hasil kajian terhadap perubahan Indeks Pembangunan Manusia kurun waktu lima tahun terakhir menunjukkan, hanya sebagian kecil saja dari seluruh kabupaten dan kota peserta Pilkada serentak 2017 mendatang yang selain berhasil meningkatkan besaran dan laju pembangunan manusia di daerahnya namun juga paling kompetitif dibandingkan capaian provinsinya masing-masing.
Angka-angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) selalu dimunculkan dan menjadi indikator yang dirujuk, dipertentangkan, hingga dibanggakan oleh masing-masing pasangan calon dalam Pilkada, baik calon petahana maupun calon penantangnya, dalam menilai kondisi pembangunan manusia di daerahnya dalam kurun waktu tertentu. Masuk di akal memang, oleh karena dari berbagai indikator daerah yang selama ini tersaji, seperti indikator pertumbuhan ekonomi, indikator pembangunan sumber daya manusia, indikator kesejahteraan rakyat, indikator pemenuhan kebutuhan dasar, dan beberapa indikator lainnya, IPM menjadi indikator paling komprehensif dalam mengukur perubahan kualitas manusia suatu wilayah. Di samping itu, IPM juga menjadi indikator mudah diperoleh, diperbandingkan, dan yang paling ringkas penyajiannya.
IPM diperkenalkan pertama kali tahun 1990 oleh United Nations Development Programme (UNDP), badan PBB yang memfokuskan perhatiannya pada program-progam pembangunan di seluruh dunia. Pada tahun 1996, Indonesia –dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)-- mulai menghitung IPM secara berkala tiap-tiap tiga tahun sekali. Baru sejak 2004 hingga kini, IPM dihitung secara rutin tahunan yang digunakan untuk mencermati perubahan-perubahan kualitas pembangunan manusia di setiap daerah di negeri ini. Dalam kurun waktu tersebut, telah dilakukan beberapa bentuk penyesuaian dan penyempurnaan berbagai indikator pengukuran.
Dalam IPM, terdapat tiga dimensi yang menjadi pijakan pengukuran. Pertama, dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat. Dimensi demikian diukur melalui indikator Angka Harapan Hidup semenjak lahir yaitu rata-rata perkiraan banyaknya tahun yang dapat ditempuh seseorang selama hidup. Kedua, dimensi Pengetahuan, yang diukur melalui indikator Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah tiap-tiap penduduk suatu daerah. Angka Rata-rata Lama Sekolah mengukur jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk (berusia 25 tahun ke atas) dalam menjalani pendidikan formal. Di sisi lain, Harapan Lama Sekolah merujuk pada lama tahun sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu (7 tahun ke atas) pada masa mendatang. Ketiga, dimensi Standar Hidup Layak penduduk. Oleh BPS, dimensi demikian diukur melalui indikator pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan paritas daya beli (purchasing power parity) terhadap 96 komoditas kebutuhan pokok.
Dengan menggunakan IPM sebagai basis pengukuran kemajuan pembangunan manusia suatu daerah, pertanyaannya apa yang dapat disimpulkan terhadap seluruh daerah kabupaten dan kota yang menyelenggarakan Pilkada serentak 15 Februari 2016 mendatang? Lebih khusus lagi, dengan menggunakan indikator tersebut, apakah klaim terhadap kemajuan masing-masing daerah yang berkontestasi politik benar-benar dapat terlegitimasikan?
Tidak dapat disangkal, sekalipun dengan kondisi perubahan yang sangat beragam, hasil kajian ini menunjukkan bahwa sepanjang lima tahun terakhir telah terjadi peningkatan kualitas pembangunan manusia di 94 daerah kabupaten dan kota yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak 15 Februari 2017 mendatang (dari 101 kabupaten/kota dan Provinsi penyelenggara Pilkada). Tiap-tiap daerah kabupaten dan kota tersebut dapat dikatakan berhasil meningkatkan setiap dimensi pengukuran, baik umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak penduduknya.
Peningkatan tertinggi dalam kurun lima tahun terakhir terjadi pada daerah kabupaten dan kota yang berada di wilayah Indonesia bagian Timur, seperti Kabupaten Puncak Jaya, Nduga, Dogiyai, Intan Jaya, Tambraw (Papua), Kabupaten Sorong (Papua Barat), Kabupaten Lembata (NTT), dan beberapa daerah di kawasan Indonesia Barat seperti Kabupaten Muaro Jambi (Jambi), Kabupaten Hulu Sungai Utara (Kalsel). Dikatakan tertinggi, karena peningkatan IPM kurun waktu lima tahun terakhir pada daerah-daerah tersebut tergolong sangat signifikan, mampu mencapai hingga di atas 3,3 poin dari kondisi semula. Sementara pada sisi sebaliknya, pada sebagian daerah sekalipun terjadi peningkatan namun tergolong paling rendah, di bawah 1,5 poin. Daerah tersebut, juga di Papua seperti Kota Jayapura, Kepulauan Yapen, Mappi, dan beberapa wilayah di Indonesia Barat seperti Kepulauan Mentawai (Sumbar) dan Aceh Tengah (Aceh).
Kondisi peningkatan IPM semacam inilah yang selalu menjadi modal dasar bagi masing-masing kepala daerah guna menunjukkan keberhasilannya dalam bekontestasi politik. Namun, jika ditelisik lebih jauh, keberhasilan demikian sebenarnya masih tergolong relatif. Pasalnya, prestasi atau peningkatan pembangunan manusia daerah yang dicapai disandarkan tolok ukur hanya pada perubahan yang berlangsung di wilayahnya masing-masing. Tergolong wajar saja jika terjadi peningkatan kondisi dengan mengambil acuan kondisi lima tahun lalu dibandingkan dengan sekarang.
Tampaknya, akan menjadi semakin bermakna jika perbandingan kondisi IPM suatu daerah dilakukan bukan terhadap kondisi daerah tersebut saja, namun dengan melihat perubahan yang terjadi pada daerah lainnya, khususnya daerah-daerah di dalam provinsi yang sama. Dalam hal ini, model perbandingan relatif digunakan. Dua variabel digunakan, yaitu: Besaran skor IPM dan Rata-rata Pertumbuhan IPM daerah terhadap provinsinya. Hal demikian dapat dilakukan dengan mengidentifikasi wilayah-wilayah kabupaten dan kota mana saja yang mencatatkan skor IPM di atas rata-rata atau di bawah rata-rata skor IPM provinsinya. Selanjutnya, pengidentifikasian wilayah kabupaten dan kota yang selama lima tahun terakhir ini mencatatkan rata-rata pertumbuhan IPM di atas dan di bawah pertumbuhan rata-rata IPM provinsinya.
Dengan menggunakan perbandingan relatif demikian, hasil kajian ini menunjukkan dari 94 daerah kabupaten dan kota hanya 9,6 persen saja (sekitar 9 daerah kabupaten dan kota) yang dapat digolongkan sebagai daerah dengan prestasi peningkatan kualitas pembangunan manusianya relatif paling pesat. Dikatakan pesat, oleh karena pada 9 daerah kabupaten tersebut, yaitu: Kota Sorong, Kabupaten Sorong (Papua Barat), Kabupaten Sarmi (Papua), dan beberapa daerah di Aceh seperti Kota Lhokseumawe, Banda Aceh, Langsa, Kabupaten Bireuen, dan beberapa daerah lainnya (Grafik 1) mencatatkan besaran angka IPM saat ini di atas capaian angka IPM provinsinya dan laju peningkatan atau pertumbuhan IPM daerah tersebut juga di atas peningkatan pertumbuhan IPM provinsinya. Dengan demikian, kesembilan daerah ini merupakan daerah yang relatif paling kompetitif.
[kompas-highchart id="ipm-1" /]
Selain kesembilan daerah di atas, sebenarnya terdapat pula sebanyak 20 daerah kabupaten dan kota (21,3 persen) yang mencatatkan besaran IPM di atas capaian kondisi IPM provinsinya (Grafik 2). Akan tetapi, jika dikaji dari laju pertumbuhan IPM sepanjang lima tahun terakhir ini masih di bawah laju pertumbuhan IPM provinsinya. Sebagian besar wilayah yang masuk kategori demikian tergolong daerah kota, yang sejak awal perhitungan memiliki angka rata-rata IPM relatif lebih tinggi daripada daerah kabupaten. Dengan kondisi tersebut, teramat sulit memang meningkatkan laju pertumbuhan IPM hingga mencapai di atas pertumbuhan IPM provinsinya, jika tidak dilakukan berbagai upaya masif yang spektakuler di kota-kota tersebut.
[kompas-highchart id="ipm-2" /]
Persoalan terbesar dari temuan kajian ini sebenarnya tertuju pada masih begitu besarnya wilayah-wilayah yang kondisi besaran IPM di bawah skor IPM provinsi. Dari sejumlah 65 kabupaten yang termasuk dalam kategori demikian, terdapat 41 daerah kabupaten (43,6 persen) yang meskipun capaian besaran IPM nya masih di bawah besaran IPM provinsi masing-masing, namun semua kabupaten yang masuk kategori demikian justru menunjukkan laju pertumbuhan IPM di atas laju pertumbuhan IPM provinsinya. Wilayah kabupaten demikian (Grafik 3) tergolong prosektif, jika pada masa mendatang tetap konsisten dalam peningkatan laju IPM, sangat potensial mengejar ketertinggalan di bandingkan dengan daerah-daerah lain di provinsinya.
[kompas-highchart id="ipm-3" /]
Paling mengkhawatirkan kondisi lima tahun terakhir yang terjadi pada 24 daerah kabupaten (25,5 persen). Pada kelompok daerah ini, diketahui bahwa besaran IPM dan laju peningkatan IPM kurun waktu lima tahun terakhir berada di bawah kondisi besaran IPM dan laju peningkatan IPM provinsinya (Grafik 4). Terhadap daerah-daerah dalam kategori demikian, tidak hanya lambat kemajuan IPM daerahnya namun juga kurang kompetitif dibandingkan dengan daerah-daerah lain dalam satu povinsi. Diperlukan berbagai upaya ekstra keras guna menjadikan kualitas pembangunan manusia di daerah-daerah ini menjadi lebih maju dan kompetitif. Ajang Pilkada bisa jadi menjadi pintu masuk perubahan.
[kompas-highchart id="ipm-4" /]
Artikel terkait: Konfigurasi "Prestasi" Daerah Pilkada