Konfigurasi “Prestasi” Daerah Pilkada
Dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), capaian kinerja daerah menjadi materi riil yang kerap diperdebatkan. Bagi para kepala daerah yang kembali bertarung, capaian lima tahun terakhir akan menjadi kapital sekaligus senjata dalam mempertahankan jabatannya. Namun sebaliknya bagi para penantang, kinerja daerah justru menjadi kunci pendelegitimasian praktik kekuasaan selama ini.
Itulah mengapa, di luar faktor besar-kecilnya aspek kapital finansial, simbolik, dan sosial yang melekat pada masing-masing kandidat Pilkada, berbagai indikator capaian sosial, ekonomi, politik, maupun kesejahteraan daerah menjadi fokus persoalan yang dipertarungkan. Proses legitimasi dan delegitimasi sosok kandidat akan menjadi semakin nyata dan dipandang lebih rasional dengan mengungkap berbagai indikator tersebut.
Persoalannya, indikator-indikator apa yang dapat digunakan sebagai materi dalam menilai capaian suatu daerah selama ini?
Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) selalu dimunculkan dan menjadi indikator yang dirujuk. Pertimbangannya, IPM mampu mengukur perubahan kualitas manusia suatu daerah. Di samping itu, IPM menjadi indikator mudah diperoleh, diperbandingkan, dan yang paling ringkas penyajiannya. Dalam IPM, terdapat tiga dimensi yang menjadi pijakan pengukuran yaitu: (1) Dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat; (2) Dimensi Pengetahuan; dan (3) Dimensi Standar Hidup Layak penduduk.
Pada tulisan terdahulu (Lihat Peta Kompetisi Peningkatan Pembangunan Manusia) kajian dengan menggunakan indikator IPM menunjukkan bahwa sepanjang lima tahun terakhir telah terjadi peningkatan kualitas pembangunan manusia di 94 daerah kabupaten dan kota yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak 15 Februari 2017 mendatang (dari 101 kabupaten/kota dan Provinsi penyelenggara Pilkada). Tiap-tiap daerah kabupaten dan kota tersebut dapat dikatakan berhasil meningkatkan setiap dimensi pengukuran, baik umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak penduduknya.
Namun, jika ditelisik lebih jauh, keberhasilan demikian sebenarnya masih bersifat relatif dan tergolong wajar saja terjadi peningkatan jika yang menjadi acuan kondisi lima tahun lalu dibandingkan dengan kondisi sekarang. Akan tetapi, apabila dinilai dari sisi kompetisi antar-wilayah (dengan membandingkan dengan kemajuan daerah lainnya dalam satu provinsi), kajian tersebut menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil (9 daerah kabupaten dan kota dari 94 daerah yang dianalisis) yang berhasil. Kesembilan daerah tersebut dapat dikelompokkan sebagai daerah dengan prestasi peningkatan kualitas pembangunan manusianya relatif paling pesat dan relatif paling kompetitif dalam kurun lima tahun terakhir.
Selain kesembilan daerah tersebut, terdapat 20 daerah kabupaten dan kota yang mencatatkan besaran IPM di atas capaian kondisi IPM provinsinya akan tetapi, jika dikaji dari laju pertumbuhan IPM sepanjang lima tahun terakhir ini masih di bawah laju pertumbuhan IPM provinsinya. Terdapat pula 41 daerah kabupaten yang meskipun capaian besaran IPM nya masih di bawah besaran IPM provinsi masing-masing namun semua kabupaten yang masuk kategori demikian justru menunjukkan laju pertumbuhan IPM di atas laju pertumbuhan IPM provinsinya. Paling mengkhawatirkan, terdapat 24 daerah kabupaten yang diketahui besaran IPM dan laju peningkatan IPM kurun waktu lima tahun terakhir berada di bawah kondisi besaran IPM dan laju peningkatan IPM provinsinya, sekaligus menempatkan daerah-daerah dalam kategori demikian, tidak hanya lambat kemajuan IPM daerahnya namun juga kurang kompetitif dibandingkan dengan daerah-daerah lain dalam satu povinsi.
Sekalipun dianggap paling komprehensif, menggunakan indikator capaian IPM masih tergolong terbatas dalam memotret kinerja suatu daerah. Seperti yang diuraikan di atas, IPM hanya mampu mengukur kualitas pembangunan manusia suatu wilayah berikut segenap perubahannya. Fokus IPM adalah manusia dan pencapaian kesejahteraannya. Bagaimana pembangunan yang terjadi di suatu daerah dalam kurun waktu lima tahun terakhir atau bagaimana suatu daerah bertumbuh secara ekonomi misalnya, tidak secara khusus terjangkau dalam indikator IPM. Padahal Pembangunan Daerah yang secara konvensional dilekatkan pada segenap aktivitas peningkatan nilai tambah ekonomi dari setiap sektor menjadi indikator yang juga penting dalam memotret gerak dan kemajuan suatu daerah.
Pembangunan daerah dalam wujud kemajuan ekonomi yang salah satunya capaian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menjadi indikator yang jamak digunakan. PDRB merupakan nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu daerah sebagai akibat dari berbagai aktivitas ekonomi dalam periode waktu tertentu. Penyusunan PDRB suatu daerah dapat dilakukan dalam tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendapatan, atau pengeluaran yang disajikan atas dasar harga berlaku atau harga konstan. Dengan menggunakan indikator PDRB maka selain dapat melihat struktur atau perubahan struktur perekonomian suatu kawasan juga dapat terukur pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
Guna mengetahui peta capaian kemajuan ataupun kinerja 101 daerah penyelenggara Pilkada serentak 2017, baik IPM maupun PDRB (secara khusus indikator PDRB per kapita) menjadi dua indikator yang digunakan dalam kajian ini. Dengan demikian, keduanya akan mampu menggambarkan sekaligus memetakan bagaimana pembangunan yang berlangsung –baik kualitas pembangunan manusia dan kualitas pembangunan ekonomi- pada seluruh daerah Pilkada yang dalam kurun lima tahun terakhir. Kajian ini memaparkan kelompok daerah yang tergolong berhasil, baik dalam kinerja pembangunan manusia maupun pembangunan ekonominya. Sebaliknya, terdapat pula kelompok daerah yang tergolong lamban dalam dalam kemajuan ekonomi maupun pembangunan manusianya. Terdapat pula daerah-daerah yang masih bergulat pada salah satu aspek, baik dalam ketertinggalan pembangunan manusia ataupun ketertinggalan pembangunan ekonominya.
Pada jenjang provinsi, kajian terhadap tujuh provinsi penyelenggara Pilkada menunjukkan tidak satu pun provinsi yang masuk dalam kategori wilayah yang mencatatkan kemajuan sangat spektakuler, di atas rata-rata pencapaian nasional (rata-rata seluruh provinsi di Indonesia) baik dari sisi laju peningkatan IPM dan PDRB per kapita. Provinsi Aceh, Bangka Belitung, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, sekalipun dalam lima tahun terakhir mencatatkan pertumbuhan IPM dan PDRB per kapita yang signifikan, namun laju pertumbuhan kedua indikator tersebut masih di bawah laju pertumbuhan rata-rata nasional. Kondisi demikian menunjukkan kelima daerah tersebut relatif kurang kompetitif dibandingkan dengan laju peningkatan provinsi-provinsi lainnya di negeri ini.
Pada sisi lain, terdapat pula provinsi yang sebenarnya menorehkan kemajuan yang signifikan, di atas rata-rata nasional, namun hanya terpaku pada salah satu indikator pembangunan saja. Provinsi Papua Barat misalnya, dalam kurun waktu lima tahun terakhir mampu menunjukkan peningkatan pembangunan ekonomi daerahnya secara signifikan di atas rata-rata nasional, dari rata-rata PDRB per kapita Rp 56,31 juta (2011) menjadi Rp 72,15 juta (2015). Akan tetapi, dari sisi pertumbuhan IPM peningkatan selama lima tahun provinsi ini masih di bawah rata-rata laju peningkatan IPM Nasional. Pada tahun 2015 lalu, IPM Provinsi Papua Barat (61,73) bahkan masih di bawah capaian IPM nasional (69,55).
Sekalipun sama-sama mencatatkan pertumbuhan yang signifikan pada salah satu indikator, DKI Jakarta menjadi wilayah yang paling menarik dicermati. DKI masih menjadi pusat dari pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia. Kedua indikator, baik IPM ataupun PDRB per kapita dari DKI Jakarta berada jauh di atas rata-rata capaian nasional. Bahkan, menjadi yang teratas dari 32 provinsi lainnya. Dari sisi pertumbuhan, khususnya pertumbuhan PDRB per kapita, masih tergolong tinggi lantaran berada di atas pencapaian rata-rata provinsi lain. Akan tetapi, berbeda dari sisi pertumbuhan IPM. Sekalipun pertumbuhan signifikan berlangsung, dari capaian 76,98 (2011) menjadi 78,99 (2015), namun pertumbuhan tersebut relatif masih di bawah pertumbuhan rata-rata provinsi (Grafik 1).
[kompas-highchart id="prestasi-1" /]
Pemetaan terhadap ketujuh provinsi di atas menunjukkan, tidak satu pun provinsi yang dalam kurun waktu lima tahun terakhir mampu berkembang secara spektakuler, di atas rata-rata nasional, baik dari sisi laju peningkatan pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusianya. Bahkan, sebagian besar dari ketujuh provinsi masih bergulat dalam persoalan-persoalan paling dasar baik dari sisi peningkatan fisik kegiatan ekonomi daerah maupun kualitas kesejahteraan warganya agar lebih baik dibandingkan dengan wilayah provinsi lain di negeri ini.
Model analisis yang sama dilakukan terhadap 94 daerah kabupaten dan kota yang berkontestasi dalam Pilkada 2017, menghasilkan konfigurasi yang beragam. Setidaknya terdapat empat kelompok yang membedakan kondisi satu daerah kabupaten/kota dengan daerah lainnya. Pertama, merupakan kelompok kabupaten dan kota yang tergolong paling kompetitif. Dikatakan demikian, karena kabupaten dan kota dalam kelompok ini tidak hanya berhasil meningkatkan IPM dan PDRB per kapita daerahnya secara signifikan, namun juga menjadi daerah dengan pencapaian laju pertumbuhan IPM dan PDRB per kapitanya di atas capaian rata-rata seluruh kabupaten dan kota di provinsi mereka masing-masing. Terdapat 20 kabupaten dan kota dalam kelompok ini yang dapat dikatakan sebagai kelompok daerah berhasil dalam membangun wilayahnya, baik fisik ekonomi maupun kesejahteraan warganya (Grafik 2).
[kompas-highchart id="prestasi-2" /]
Pada sisi lain, terdapat pula kategori daerah kabupaten dan kota yang menunjukkan laju peningkatan di atas rata-rata provinsinya hanya pada salah satu indikator pembangunan. Sebaliknya, pada indikator lainnya justru tidak berhasil menunjukkan peningkatan di atas capaian rata-rata provinsinya. Dalam kategori demikian, terdapat 31 daerah kabupaten yang tergolong berhasil menempatkan daerahnya dengan pencapaian IPM di atas rata-rata capaian provinsi daerah tersebut, namun sayangnya terhadap capaian PDRB per kapitanya justru di bawah capaian provinsinya (Grafik 3). Kelompok daerah ini merupakan kabupaten yang terkonsentrasi pada peningkatan kesejahteraan manusia namun tidak ditopang oleh keberhasilan peningkatan nilai tambah kegiatan ekonomi di daerahnya. Dibandingkan dengan perkembangan penciptaan nilai tambah kegiatan ekonomi rata-rata kabupaten dan kota dalam provinsinya, daerah dalam kelompok ini relatif tertinggal.
[kompas-highchart id="prestasi-3" /]
Kondisi bertolak belakang terjadi pada 23 daerah kabupaten dan kota yang justru mengalami peningkatan laju pembangunan ekonomi yang di atas rata-rata capaian provinsi namun pada sisi laju peningkatan kualitas pembangunan manusianya masih di bawah capaian provinsi (Grafik 4). Hampir separuh dalam kelompok ini merupakan wilayah kota, yang dapat dimaknai masih kuat kesan terpusatnya berbagai penciptaan nilai tambah ekonomi pada kawasan perkotaan. Persoalan utama pada daerah dalam kategori demikian terkait dengan upaya daerah tersebut di dalam meningkatkan kualitas warganya dan tidak hanya tertuju pada berbagai upaya pembangunan yang lebih bersifat fisik perekonomian.
[kompas-highchart id="prestasi-4" /]
Dari 101 daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota, penyelenggara Pilkada 2017, perhatian khusus tertuju pada 20 daerah kabupaten/kota yang dapat dikategorikan sebagai wilayah yang relatif lamban dan kurang kompetitif terhadap daerah lain dalam provinsi yang sama. Ke-20 kabupaten kelompok ini tersebar baik di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua (Grafik 5). Pada kelompok daerah demikian laju pertumbuhan IPM maupun PDRB per kapita daerahnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan capaian provinsi masing-masing. Apabila ditelusuri lebih jauh, di antara ke-20 daerah tersebut terdapat beberapa daerah seperti Kota Tebing Tinggi, Kota Tasikmalaya, Kota Singkawang, Kabupaten Jepara, dan Buleleng yang tergolong pembangunan manusianya di atas rata-rata capaian IPM nasional. Namun, dari sisi pembangunan ekonominya dalam kurun lima tahun terakhir masih relatif di bawah rata-rata capaian daerah-daerah lain dalam provinsi masing-masing.
[kompas-highchart id="prestasi-5" /]
Dengan berbagai model konfigurasi capaian pembangunan di atas, dapat dengan jelas terpetakan daerah-daerah yang memang menorehkan prestasi maupun yang tergolong lamban. Sekalipun demikian, pengkategorisasian semacam ini bersifat relatif, tidak bersifat mutlak. Pengelompokkan berdasarkan capaian pembangunan kualitas manusia dan pembangunan ekonomi yang dilakukan secara agregat dirasakan pula menyisakan persoalan dalam memotret kondisi riil yang berlaku pada setiap individu ataupun warga di daerah tersebut. Namun dalam kerangka pembobotan Pilkada 2017, upaya demikian tergolong mampu menguak kinerja tiap-tiap daerah yang kini tengah berkontestasi. Selain ini, model pengelompokkan demikian dapat menjadi titik pijakan bagi analisis selanjutnya yang berupaya memahami faktor utama yang membuat suatu daerah dapat bertumbuh dengan pesat dan lebih kompetitif dibandingkan dengan daerah-daerah lain atau justru sebaliknya yang lamban bertumbuh serta kurang kompetitif.
Artikel Terkait: Peta Kompetisi Peningkatan Pembangunan Manusia