Narasi kesatuan bangsa menjadi sajian utama pemberitaan surat kabar sepanjang pekan ketiga bulan Mei. Drama Pilkada DKI yang menyedot perhatian publik berimbas pada tantangan menjaga rasa persatuan dan kebangsaan. Isu intoleransi masih menjadi topik utama perbincangan publik, terutama di media sosial, meskipun pilkada yang berlangsung di Ibu Kota telah usai.
Pekan ini sorotan berita utama surat kabar nasional tertuju pada soal pentingnya kebersamaan, kebangsaan, dan persatuan. Bingkai pemberitaan terkait nilai-nilai kebangsaan dan keindonesiaan mewarnai berita utama halaman muka surat kabar. Mayoritas surat kabar menyoroti semangat keindonesiaan yang harus dibangun dan ditegakkan kembali di tengah gelombang friksi yang gaung resonansinya masih terdengar di masyarakat.
Kesimpulan tersebut tergambar dari hasil pemantauan terhadap berita utama di tujuh surat kabar nasional selama satu pekan terakhir. Kompas edisi Selasa (16/5) mengangkat berita utama soal pentingnya memperkuat keindonesiaan. Kompas menulis judul berita utama ”Perkuat Keindonesiaan”. Berlatar fragmentasi sosial yang muncul akhir-akhir ini, Kompas mengingatkan kembali pentingnya membangun kebersamaan seperti halnya semangat para founding father dan para pejuang kemerdekaan dalam mendirikan bangsa.
Edisi berikutnya (17/5), Kompas masih mengangkat isu persatuan sebagai berita utama. Isu tersebut pada hari yang sama diangkat oleh beberapa surat kabar lain di halaman satu, seperti Media Indonesia, Republika, Indopos, dan The Jakarta Post.
Kompas mengangkat judul ”Tindak Pengganggu Persatuan” sebagai headline halaman muka yang isinya menekankan pentingnya perasaan satu bangsa. Dunia usaha juga melihat fragmentasi dan gesekan politik dengan maraknya demo-demo sebagai penghambat kemajuan usaha dan tidak produktif. Pengusaha mengharapkan situasi kondusif agar kelangsungan roda bisnis tetap berjalan. Situasi politik yang memanas akhir-akhir ini memengaruhi iklim investasi di dalam negeri, bahkan bisa menjauhkan diri dari para investor.
Media Indonesia selama lima edisi berturut-turut (15-19/5) konsisten mengangkat isu persatuan dan kebangsaan. Pada edisi (15/5), Media Indonesia menekankan isu persatuan dengan mengangkat judul ”Wujudkan Rekonsiliasi”. Frame berita yang diangkat mengambil narasumber yang menegaskan pentingnya rekonsiliasi untuk menyatukan perbedaan dengan semangat saling menghargai. Rekonsiliasi itu penting karena kejadian serupa bukan yang pertama kali.
Pada edisi berikutnya (16/5), Media Indonesia mengangkat judul ”Kedepankan Persatuan”. Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta semua elemen bangsa menahan diri dan mengedepankan persatuan untuk menghindari disintegrasi antarkelompok. Memanasnya situasi bangsa wajib disikapi secara bijak. Wapres juga mengajak semua pihak saling menahan ucapan sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda di tengah masyarakat.
Media Indonesia edisi rabu (17/5) mengangkat judul ”Jangan Ragu Tindak Tegas Pengganggu Persatuan”. Berita ini menonjolkan Presiden Joko Widodo yang menyampaikan perintah kepada Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk menindak tegas semua hal yang mengganggu persatuan bangsa. Pernyataan tersebut dikemukakan Presiden seusai bertemu dengan sejumlah tokoh agama di Istana Merdeka.
Republika dan Indopos juga terbit dengan tema berita utama yang sama pada hari Rabu (17/5). Republika memasang judul ”Jokowi Minta Gesekan Disudahi”, sementara Indopos memilih judul ”Hentikan Gesekan!”. Demikian juga The Jakarta Post yang mengangkat judul ”Jokowi Srambles To Ease Tension”. Ketiga surat kabar tersebut menekankan pesan yang disampaikan Presiden Joko Widodo agar gesekan-gesekan yang terjadi di masyarakat setelah Pilkada DKI dihentikan.
Kompas, Media Indonesia, Indopos, dan The Jakarta Post mengangkat foto Presiden Joko Widodo bersama Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai foto headline berita. Hadirnya foto Presiden bersama Panglima TNI dan Kapolri semakin menegaskan sikap pemerintah yang tidak segan-segan menindak upaya-upaya yang akan memecah belah anak bangsa.
Soal ”gebuk”
Salah satu berita yang cukup ramai menjadi perbincangan publik, terutama di media sosial, adalah pernyataan Presiden Jokowi yang menggunakan diksi ”gebuk” untuk menekankan keseriusan pemerintah menghadapi kelompok yang melawan konstitusi. Empat surat kabar, yakni Kompas, Media Indonesia, Republika, dan The Jakarta Post, mengangkat seruan Jokowi tersebut dalam berita utama edisi Kamis (18/5). Kompas dan The Jakarta Post menjelaskan, kata ”gebuk” pernah diucapkan Presiden Soeharto pada 13 September 1989 kepada pemimpin media massa dalam perjalanan ke Tanah Air dari Yugoslavia dan Uni Soviet.
Kompas (18/5) milih judul berita utama ”Presiden: Saya Ikuti Konstitusi”. Presiden kembali menegaskan pentingnya tetap berpegang pada konstitusi dalam menyuarakan aspirasi. Frame Kompas pada isu ini adalah sikap Presiden Jokowi yang merasa terus difitnah karena dikaitkan dengan PKI. Presiden melihat memanasnya dinamika politik akhir-akhir ini juga terkait dengan Pemilu 2019. Kompas membingkai pentingnya merajut semangat persatuan dan kesatuan ini dari narasumber partai, kepala daerah, dan pimpinan perguruan tinggi.
Sementara itu, berita utama Media Indonesia (18/5) masih konsisten menyuarakan soal pentingnya persatuan dan kesatuan. Pada edisi ini, Media Indonesia mengangkat judul ”Gebuk Organisasi Penentang Konstitusi”. Latar berita yang diambil sama dengan Kompas, Republika, dan The Jakarta Post, yakni pertemuan Presiden Joko Widodo dan pemimpin media massa. Media Indonesia menempatkan kata ”gebuk” di bagian judul berita yang makin menguatkan sikap dan perintah nyata dari Presiden yang akan menindak setiap organisasi massa yang tidak sesuai dengan konstitusi.
Republika (18/5) juga memilih judul berita utama ”Jokowi: Gebuk Saja!”. Harian ini membingkai perintah Presiden Joko Widodo terkait dengan pihak-pihak yang dinilai memecah belah masyarakat dan mengancam NKRI. Republika menegaskan pernyataan Presiden soal keberadaan atau ancaman PKI. Surat kabar ini juga mengaitkan pernyataan Presiden tersebut dengan langkah pemerintah membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dalam berita ini, terkait pembubaran ormas tersebut, Republika mengambil frame pendapat dari Menteri Agama dan Menko Polhukam.
The Jakarta Post juga menempatkan kata ”gebuk” pada berita utamanya edisi Kamis (18/5). Koran berbahasa Inggris ini menuliskan judul berita utamanya ”Jokowi to ’clobber’ intolerant groups”. The Jakarta Post juga menggarisbawahi bahwa ”clobber” (gebuk) merupakan pernyataan yang pernah disampaikan mantan Presiden Soeharto sebagai ungkapan rasa marah.
Kompas, Media Indonesia, dan Republika hingga edisi Jumat (19/5) masih konsisten menyuarakan pentingnya menjunjung tinggi perasaan satu bangsa. Sudut pandang pemberitaan yang diangkat pada edisi ini tentang langkah nyata yang akan dilakukan pemerintah dengan menindak pihak-pihak yang intoleran, yang bermaksud mengganggu bahkan memecah persatuan.
Harian Kompas edisi Jumat (19/5) membingkai wacana persatuan dan kebangsaan dari kalangan pebisnis, ilmuwan, dan kepolisian. Adapun Media Indonesia membingkai wacana yang sama dari perspektif Lembaga Ketahanan Nasional yang memandang harus segera diambil tindakan nyata dari aparat keamanan terhadap elemen masyarakat yang intoleran.
Sementara itu, istilah ”gebuk” masih mewarnai judul berita utama Republika (19/5). Dalam edisi tersebut, harian ini memberikan penekanan bahwa tindakan ”gebuk” harus berlandaskan konstitusi dan melihat kondisi kekinian sehingga tidak bisa disamakan dengan makna ”gebuk” di era Soeharto. Republika juga menekankan semangat persatuan dalam koridor NKRI.
Isu lain
Selain wacana tentang persatuan dan kebangsaan, terdapat sejumlah isu lain yang mewarnai berita utama surat kabar Indonesia selama satu pekan terakhir ini. Koran Tempo dan Koran Sindo cenderung berbeda dari koran lain.
Sepanjang pekan ini, kedua koran tersebut tidak banyak mengangkat wacana persatuan dan kebangsaan dalam berita utama di halaman muka mereka. Koran Tempo mengangkat serangan siber ransomware dan kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Sementara Koran Sindo lebih menonjolkan soal isu akses informasi data keuangan dan dampak serangan siber ransomware.
Sementara itu, Kompas dan The Jakarta Post juga menyisipkan isu lain dalam rangkaian berita utama mereka di luar wacana persatuan dan kebangsaan. Kompas mengangkat soal nasib petani tembakau yang tidak terlepas dari persoalan: anomali cuaca, lambannya revitalisasi pabrik gula, penyimpangan gula impor, penetapan harga eceran tertinggi gula konsumsi Rp 12.500 per kilogram, perubahan mekanisme kredit petani, dan pembatasan alokasi pupuk bersubsidi. The Jakarta Post juga menyoroti isu RUU Tembakau dalam salah satu berita utamanya.
Isu pemberitaan lain yang diangkat surat kabar nasional adalah soal penyelundupan bawang dan kasus penganiayaan yang mengakibatkan tewasnya seorang siswa taruna di Akademi Kepolisian di Semarang. Kedua isu ini diangkat oleh Indopos sebagai berita utama. (TOPAN YUNIARTO/LITBANG KOMPAS)