Teror Bom dan "Banding" Ahok Jadi Sorotan Utama Media
Tiga isu utama yang memenuhi halaman muka surat kabar sepanjang pekan ini adalah terkait pembatalan banding Ahok, ledakan bom di Manchester, Inggris, serta aksi bom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta.
Peristiwa peledakan bom menggenapi rangkaian pemberitaan yang mengisi wajah surat kabar pada pekan ini.
Peledakan bom pada konser penyanyi Ariana Grande di gedung pertunjukan Manchester Arena, Inggris, menjadi pemberitaan utama sejumlah surat kabar nasional di Indonesia. Surat kabar juga mengecam aksi pengeboman yang menewaskan sedikitnya 22 orang dan mengakibatkan 59 orang luka-luka.
Rentetan bom di konser Ariana Grande di Inggris disusul bom bunuh diri di kawasan Kampung Melayu disorot headline surat kabar sebagai indikasi laten yang muncul sewaktu-waktu. Sorotan terkait kasus hukum Ahok tampak segera teralihkan pada pemberitaan aksi terorisme.
”Sorotan terkait kasus hukum Ahok tampak segera teralihkan pada pemberitaan aksi terorisme.”
Kompas, Jawa Pos, Koran Sindo, dan Republika mengangkat teror bom di Inggris ini sebagai bencana teror bom yang kembali terjadi untuk kesekian kalinya. Hampir semua koran menyampaikan pesan yang sama, bahwa terorisme adalah musuh bersama. Terorisme dianggap bahaya laten ibarat virus tersembunyi di dalam tubuh yang sewaktu-waktu bisa muncul kembali ketika kekebalan dan ketahanan lemah.
Peristiwa aksi terorisme di Inggris berlanjut dengan peristiwa aksi serupa di Jakarta. Kompas (26/5) memuat judul ”Bersatu Melawan Terorisme”, menegaskan bahwa terorisme adalah musuh bersama dan harus ditumpas sampai ke akar-akarnya. Namun, apa daya, sudah lebih dari lima belas tahun, Indonesia tetap dihantui teror bom dan polisi selalu menjadi target utama.
Media Indonesia dan Republika membingkai peristiwa teror bom ini dari sudut pandang perintah dari Presiden Joko Widodo. Media Indonesia menulis judul ”Presiden Perintahkan Kejar Sampai Tuntas”, sedangkan Republika menulis judul ”Presiden Minta Masyarakat Tenang”.
Koran Tempo dan Koran Sindo membingkai aksi teror bom tersebut dari sudut pandang pelaku teror. Judul yang dipilih Koran Tempo adalah ”Pengebom Kampung Melayu Diduga Kelompok Bandung”, sedangkan Koran Sindo menulis judul ”Dua Pelaku Bom Bunuh Diri Diduga Jaringan ISIS”.
”Belum selesainya pembahasan RUU Antiterorisme merupakan bukti lambannya DPR.”
Surat kabar mengecam keras aksi terorisme yang terus dilakukan di Tanah Air. Pada edisi ini surat kabar pada umumnya juga menggambarkan kronologi beragam aksi terorisme yang pernah terjadi di Indonesia sejak tahun 2000. Tidak hentinya aksi terorisme menjadikan pekerjaan rumah pemerintah kian berat. Belum selesainya pembahasan RUU Antiterorisme merupakan bukti lambannya DPR merespons aksi terorisme yang tetap subur.
Banding Ahok
Awal pekan ini isu publik yang disorot mayoritas surat kabar nasional adalah terkait keputusan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk membatalkan upaya banding. Keputusan tim penasihat hukum dan istri Gubernur DKI Jakarta (nonaktif) Basuki Tjahaja Purnama mewarnai halaman muka surat kabar nasional selama dua hari berturut-turut.
Surat kabar melihat langkah pembatalan upaya banding atas vonis yang dijatuhkan kepada Ahok sebagai upaya untuk menjaga situasi yang tetap kondusif di tengah melemahnya kohesi sosial.
”Ahok menerima keputusan majelis hakim demi kebaikan berbangsa dan bernegara.”
Pemberitaan sejumlah surat kabar nasional memberikan penekanan pada alasan dari pihak keluarga yang disampaikan Veronica Tan, istri Basuki Tjahaja Purnama, mengapa mengambil keputusan untuk membatalkan memori banding. Alasan yang disampaikan Veronica Tan saat membacakan surat dari Ahok adalah menerima keputusan majelis hakim demi kebaikan berbangsa dan bernegara.
Kompas menempatkan pemberitaan batalnya memori banding Ahok dalam dua edisi, yakni pada 23 Mei di halaman dalam Rubrik Metropolitan, dan edisi 24 Mei di halaman depan disertai foto emosional kesedihan istri Ahok saat membacakan alasan pembatalan upaya banding. Topik ini ditempatkan Kompas di halaman satu sebagaimana topik soal ”kebangsaan” yang masih menjadi sentra utama pemberitaan sepanjang pekan lalu.
Drama Pilkada DKI yang berujung pada vonis Ahok tidak bisa dipisahkan dari melemahnya kohesi sosial dalam beberapa pekan terakhir, terutama gesekan perbedaan pandangan masyarakat di media sosial yang makin tajam. Kompas kembali menekankan semangat kebangsaan di Indonesia pasca-”gegernya” Pilkada DKI.
Surat kabar Media Indonesia juga menekankan sikap kebesaran jiwa Basuki Tjahaja Purnama. Media Indonesia edisi 23 Mei memilih judul ”Basuki Berbesar Hati”. Koran ini memandang keputusan Ahok mencabut memori banding atas vonis dua tahun diharapkan akan mendorong proses rekonsiliasi dan meredam kegaduhan yang terjadi selama ini.
”Upaya rekonsiliasi bangsa akan bisa terwujud ketika Ahok mengalah.”
Ahok tak ingin terpaku pada upaya memperjuangkan haknya, tetapi lebih mempertimbangkan upaya rekonsiliasi bangsa akan bisa terwujud ketika dia mengalah. Hingga kini, rakyat masih terbelah dalam menyikapi vonis Ahok.
Media Indonesia menggarisbawahi pencabutan banding yang diajukan kuasa hukum Ahok mengandung arti putusan majelis Pengadilan Negeri Jakarta Utara berupa pidana dua tahun berkekuatan hukum tetap jika jaksa juga tidak jadi banding.
Ahok masih bisa mengajukan grasi atau peninjauan kembali. Hal ini juga bisa dimaknai sebagai strategi untuk bebas melalui PK ke Mahkamah Agung atau grasi ke Presiden untuk meminta maaf. Presiden punya wewenang mengeluarkan putusan memaafkan dan memutuskan bebas.
Sementara itu, Koran Tempo memaknai upaya pencabutan banding Ahok sebagai upaya terbaik saat ini yang bisa ditempuh. Koran Tempo melihat, jika upaya banding ini diteruskan, ada beberapa kemungkinan yang bisa diterima Ahok. Kemungkinan terburuk adalah hukuman bisa diperberat. Koran Tempo pada edisi 23 Mei memilih judul ”Ahok Khawatir Hukuman Diperberat”.
Pada edisi berikutnya, Rabu (24/5), Koran Tempo masih mengangkat berita utama soal banding yang dilakukan jaksa. Jaksa Agung M Prasetyo belum memutuskan apakah akan mencabut banding yang diajukan oleh jaksa. Sementara Koran Sindo mengangkat perspektif yang cenderung berbeda.
Sindo mencatat pembatalan upaya banding merupakan tindakan Ahok yang mengakui kesalahannya sebagai penoda agama. Koran Sindo cenderung menojolkan narasumber dari GNPF MUI.
Isu kebangsaan
Gaung semangat kebangsaan tetap menjadi fokus utama pemberitaan sejumlah surat kabar. Kompas sejak seminggu lalu konsisten mengangkat arti pentingnya kesatuan bangsa. Di tengah masih memanasnya gesekan perbedaan pendapat di masyarakat, Kompas di awal pekan ini kembali mengingatkan melemahnya kohesi sosial.
”Kompas kembali mengingatkan soal melemahnya kohesi sosial.”
Pada edisi Senin (22/5), Kompas mengangkat berita utama soal ”menjawab tantangan keadilan dan persatuan” dengan memaparkan hasil jajak pendapat Kompas bertema ”Kebangkitan Nasional”. Hari berikutnya Kompas mengangkat judul ”Susun Strategi Kebudayaan”.
Kesenjangan ekonomi yang terjadi tidak cukup diatasi dengan kebijakan ekonomi, tetapi juga harus diatasi dengan strategi kebudayaan. Strategi yang dimaksud bisa dirumuskan dalam model pendidikan sejak pendidikan dasar. Selain itu, budaya lokal bisa merekatkan kembali nilai-nilai yang mulai luntur.
Kompas mengingatkan pemerintah agar ada langkah nyata untuk menjaga semangat kebangsaan di tengah melemahnya kohesi sosial. Berita ini diperkuat dengan seruan Presiden Joko Widodo yang mengajak elite untuk bergandengan mewujudkan persatuan. Presiden memerintahkan agar ungkapan saling hujat di berbagai forum, media arus utama, dan paling santer di media sosial harus segera dihentikan.
Media Indonesia juga menegaskan agar elite politik mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat supaya dapat memilah mana wilayah politik, mana ranah hukum, dan mana wilayah agama untuk meminimalkan perbedaan pendapat.
Jokowi menyampaikan betapa bangsa Indonesia dikagumi negara lain lantaran bisa menjaga kerukunan bangsa dalam keberagaman dan kemajemukan. Presiden meminta kepada para tokoh agama untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat jika ada gesekan-gesekan kecil yang mengemuka. (TOPAN YUNIARTO/LITBANG KOMPAS)