Toko Buku Fisik dan Daring, Bersaing atau Bersinergi?
Kapan Anda terakhir pergi ke toko buku? Toko buku yang dimaksud di sini tentunya toko buku luring alias toko buku yang memiliki bangunan fisiknya sendiri. Di masa di mana hidup saat ini penuh dengan kemudahan hanya cukup melalui sentuhan jari, membeli buku langsung ke toko buku fisik mungkin sudah jarang dilakukan orang.
Hasil jajak pendapat Litbang Kompas juga mencerminkan hal tersebut. Satu dari empat responden jajak pendapat mengatakan terakhir kali ke toko buku bulan lalu. Sebanyak 17,7 persen bahkan tidak ingat lagi kapan terakhir ke toko buku.
Bagi sebagian orang, toko buku fisik hanya menarik untuk membeli buku fisik. Karena itu, tawaran buku digital yang semakin banyak membuat sejumlah orang kini berpaling ke buku elektronik yang ditawarkan sejumlah situs e-commerce, bukan di toko buku fisik.
Di luar negeri, perkembangan buku digital juga menampakkan peningkatan terus-menerus. Di Amerika Serikat, persentase penjualan buku digital pada 2008 baru sebesar 1,17 persen dari total penjualan buku. Tahun 2009 angkanya meningkat menjadi 3,2 persen dan tahun 2010 melonjak menjadi 8,32 persen.
Di sejumlah situs buku daring, harga yang ditawarkan bagi calon pembeli yang ingin membeli buku digital dengan cara mengunduh kadang lebih murah ketimbang buku fisik. Pada situs Amazon, misalnya, buku karangan pengarang terkenal JK Rowling berjudul Harry Potter and the Half Blood Prince dijual seharga 13 dollar AS atau sekitar Rp 175.000 untuk buku fisik. Adapun buku digitalnya dijual hanya 9 dollar AS atau Rp 121.000.
Selain lebih murah, buku sejenis ini tidak akan dimakan waktu karena bisa tersimpan selama-lamanya dalam perangkat digital. Di situs e-commerce dalam negeri Tokopedia, buku digital karya pengarang lokal yang baru-baru ini difilmkan dan cukup meledak, Danur, bahkan dijual hanya Rp 5.000, sekitar sepersepuluh dari harga buku fisiknya.
Beli di toko buku digital lebih murah daripada toko buku biasa, tetapi belum ngetren.
Namun, tren buku elektronik di Indonesia tampaknya belum signifikan. Bahkan, buku pelajaran elektronik yang ditawarkan gratis oleh pemerintah beberapa waktu lalu saat ini tidak terdengar lagi gaungnya. Pencinta buku fisik masih jauh lebih banyak.
Terbukti belum banyak pengarang ataupun penerbit buku lokal yang menawarkan format digital untuk buku-bukunya. Buku elektronik di Indonesia yang lebih banyak ditemukan adalah jenis buku motivasi, trik bisnis, dan sejenisnya. Buku sastra dan fiksi masih cukup sulit ditemukan jenis buku digitalnya.
Penerbitan buku
Setiap tahun diperkirakan 30.000 hingga 40.000 buku yang terbit di Indonesia. Buku anak-anak merupakan jenis buku yang memiliki pangsa pasar terbesar hingga saat ini. Dibandingkan dengan sejumlah negara Asia Tenggara lainnya, seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand, jumlah terbitan buku di Indonesia bisa dibilang jauh lebih baik.
Pada tahun 2013, Organisasi Penerbit Internasional mencatat sebanyak 30.000 judul buku terbit di Indonesia. Sementara itu, Vietnam menerbitkan sekitar 24.000 judul buku, Malaysia sekitar 19.000 judul, dan Thailand 14.000 judul. Ini menandakan dunia penerbitan buku di Indonesia masih lebih menjanjikan ketimbang di negara-negara tersebut.
Nilai penjualan buku di toko buku juga tetap menjanjikan. Meski data Ikapi berikut tidak memilah antara penjualan di toko buku fisik dan toko buku daring, besaran angka Rp 4 triliun pada 2013 yang kemudian meningkat menjadi Rp 5 triliun tahun 2014 menunjukkan angka yang tergolong cukup besar bagi industri buku saat ini.
Industri toko buku
Jika industri buku saat ini masih tampak berprospek cerah, bagaimana dengan industri toko buku yang mendukungnya? Data jumlah toko buku, baik fisik maupun daring, sayangnya cukup sulit ditemukan. Tidak ada lembaga resmi yang mencatat dengan tepat perkembangan jumlah toko buku fisik ataupun kemunculan toko buku daring di Indonesia.
Bahkan, jumlah kunjungan ke toko buku pun sulit ditemukan dan harus mencarinya di setiap toko buku. Secara kasatmata, saat ini bisa dibilang sulit untuk menemukan toko buku fisik yang benar-benar berdiri sendiri atau dengan kata lain memiliki bangunan tunggal sebagai toko buku.
Makin sulit menemukan toko buku yang khusus menjual buku.
Di Jakarta, Toko Buku Gramedia di Matraman, Jakarta Timur, dan Toko Buku Gunung Agung di Kwitang, Jakarta Pusat, adalah contoh toko buku fisik yang masih bertahan sebagai toko buku yang berdiri sendiri, artinya tidak berada di dalam gedung pusat perbelanjaan seperti umumnya saat ini.
TB Gramedia Matraman bahkan sudah berkembang jauh lebih besar dan modern ketimbang masa-masa sebelumnya. Kemampuan bertahan TB Gramedia dan TB Gunung Agung hingga berpuluh tahun tersebut tentu bukan tanpa penghalang.
Di tengah serbuan toko buku daring yang memudahkan konsumen, hadir dan bertahan sebagai toko buku fisik adalah bukti keberhasilan strategi kedua toko buku itu dalam menarik pengunjung.
Fisik vs daring
Sebenarnya, kedua bentuk toko buku yang ada saat ini, baik fisik maupun daring, tidak perlu bersaing dan justru seharusnya memiliki hubungan yang saling mendukung. Kedua wadah penjualan buku tersebut memiliki kelebihan yang menarik penggemarnya masing-masing.
Bagi penggemar toko buku daring, tawaran yang dapat diambil adalah kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan saat memilih buku yang diinginkan dengan koleksi yang pastinya lebih beragam. Selain itu, membeli via daring juga diuntungkan karena bisa dengan mudah membandingkan harga antara toko buku daring yang satu dan yang lain di satu tempat dan waktu yang sama.
Hal ini tidak bisa dilakukan pengunjung toko buku fisik yang hanya datang ke satu toko. Namun, satu hal yang dimiliki toko buku fisik yang tidak dimiliki toko buku daring adalah sensasi menyentuh dan melihat langsung buku yang diincar. Bagi pembeli buku via daring, sensasi ini harus ditahan sampai buru dikirim dan diterima.
Belum lagi jika saat buku yang dipesan datang dan ternyata mengalami cacat atau rusak karena pengiriman. Risiko seperti inilah yang tidak akan dialami jika membeli langsung membeli di toko buku fisik. Demi menarik pengunjung agar tetap mendatangi toko buku fisik, sejumlah toko buku sering mengadakan acara-acara spesial terkait buku, misalnya bedah buku dan temu pengarang terutama pengarang yang berasal dari kalangan selebritis atau artis.
Strategi ini terbukti mampu meramaikan toko buku sekaligus meningkatkan pemasaran buku terkait. Di negara lain, selain kegiatan seperti ini, strategi lain yang dijalankan toko buku fisik adalah mengadakan penawaran spesial. Pembeli yang membeli buku tertentu akan dapat membeli buku lain dengan harga potongan yang jauh lebih murah daripada harga normal.
Hal ini selain menarik pengunjung juga meningkatkan jumlah penjualan buku, khususnya buku-buku terbitan lama. Keunggulan masing-masing jika disatukan bisa menutupi kelemahan yang ada. Dengan tujuan untuk menarik peminat buku, baik toko buku fisik maupun daring perlu memperhatikan satu kesamaan, yaitu pengalaman yang ditawarkan dan ragam jenis buku yang ditawarkan kepada pengunjung. (LITBANG KOMPAS)