Pangan Organik, antara Gaya Hidup dan Peluang Usaha
Pergeseran pola hidup ”kembali ke alam” kian banyak dipilih masyarakat sebagai bentuk upaya mengarah ke gaya hidup sehat. Tidak sekadar enak, mengenyangkan, dan bergizi, tetapi paradigma makan kini juga harus menyehatkan. Salah satunya, dengan makan makanan organik.
Terbukti, sekitar seperlima responden (17,8 persen) jajak pendapat Kompas mengaku sering mengonsumsi makanan organik dan ada sekitar separuh bagian (52,2 persen responden) pernah menikmatinya. Produk organik adalah bahan pangan yang diproduksi tanpa menggunakan bahan-bahan kimia, seperti pestisida kimia, pupuk sintetis, rekayasa genetika, antibiotik, hormon pertumbuhan, dan zat-zat kimia lainnya.
”Produk organik adalah bahan pangan yang diproduksi tanpa menggunakan bahan-bahan kimia”
Meski demikian, masih ada sekitar 27 persen yang tidak pernah mencoba makanan organik. Jenis makanan organik bermacam-macam, mulai dari sayuran, buah-buahan, beras, daging ayam, hingga bumbu dapur. Manfaat terbesar makanan organik terletak pada nilai gizi yang lebih tinggi.
Hal itu bisa terjadi karena dalam proses tumbuhnya, bahan pangan tersebut melalui proses alami atau yang bisa disebut sebagai pertanian organik. Metode ini menghindari penggunaan pupuk kimia sintetik dan rekayasa genetika organisme untuk memengaruhi pertumbuhan tanaman.
Produk organik yang paling banyak dikonsumsi publik adalah sayuran dan beras organik. Setidaknya ada lebih dari sepertiga responden yang pernah atau sering memakan sayuran organik. Sementara itu, ada seperlima bagian responden pernah atau sering mengonsumi beras organik.
Pilihan ini didorong sejumlah alasan, yaitu karena menilai bahan pangan ini lebih sehat dan segar, bebas zat kimia, bahkan lebih jauh sudah menjadi kebiasaan.
Berani bayar mahal
Harga produk makanan organik biasanya lebih mahal 20-30 persen dari makanan non-organik. Meski demikian, mayoritas responden penikmatnya sepakat kualitas yang didapatkan dari produk organik sebanding dengan harga yang harus dibayar.
Harga yang lebih tinggi disebabkan produksi pangan organik pada umumnya ditangani secara lebih intensif oleh banyak tenaga kerja. Selain itu, penggunaan pupuk organik dan pestisida organik pun cenderung harganya lebih mahal ketimbang anorganik sehingga memperbesar biaya produksi.
Menurut definisi yang disusun Departemen Pertanian Amerika Serikat (United States Department of Agriculture/USDA), produk berkategori organik dibagi menjadi 100 persen organik, artinya seluruhnya dihasilkan dari bahan organik, 95 persen organik (harus mengandung setidaknya 95 persen bahan organik), 70 persen organik (terbuat dari bahan-bahan organik setidaknya 70 persen), dan kurang dari 70 persen organik (memiliki beberapa bahan organik kurang dari 70 persen).
Sayangnya, belum ada penelitian yang membuktikan bahwa ada perbedaan kandungan nutrisi dalam bahan makanan organik dibandingkan dengan makanan yang dikembangkan dengan cara pertanian konvensional. Hanya beberapa jenis bahan makanan, seperti susu organik yang mengandung asam lemak omega 3 lebih tinggi dibandingkan susu non-organik.
Selain terkait isu kesehatan dan harga, produk organik juga disepakati hampir seluruh responden lebih menjaga lingkungan hidup. Faktanya, lingkungan pertanian organik lebih aman dan ramah, khususnya terhadap ekosistem lahan, seperti tanah, udara, dan air.
”Pertanian organik lebih aman dan ramah, khususnya terhadap ekosistem lahan, seperti tanah, udara, dan air”
Budaya mengonsumsi makanan organik dapat memperpanjang daya dukung ekosistem alam. Sebaliknya, pertanian konvensional berdampak buruk baik terhadap tanah, air, dan binatang-binatang pendukung lahan pertanian. Selain itu, pertanian jenis ini juga mengancam kesehatan petani itu sendiri, misalnya dengan adanya paparan pestisida kimia sintetis saat proses produksi.
Akumulasi kandungan kimia pada pestisida dapat menyebabkan cacat kelahiran, kerusakan syaraf, dan mutasi genetik, baik itu terkena secara langsung oleh petani maupun tidak langsung, yakni para konsumen produk pertanian tersebut.
Buah dan sayuran organik di Indonesia masih rendah produksinya meskipun beberapa produk tanaman organik, seperti beras dan sayuran organik, mulai muncul di sejumlah pasar swalayan di kota-kota besar. Badan khusus di Indonesia yang memberikan sertifikasi pada produk organik salah satunya adalah Biocert.
Lembaga sertifikasi, seperti Biocert, yang dapat memastikan produk buah dan sayuran organik yang ada di pasaran. Lembaga ini pula yang ikut serta produk makanan organik semakin terjangkau masyarakat.
Peluang usaha
Kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan kandungan gizi yang lebih tinggi dari produk organik membuka peluang dalam mengembangkan beragam komoditas pertanian organik yang bernilai jual. Banyak pelaku usaha memanfaatkan hal ini dengan cara memproduksi makanan olahan organik yang bernilai gizi tinggi.
Secara global, pertanian organik terus menunjukkan pertumbuhan positif. Perserikatan Bangsa-Bangsa mencatat luas lahan yang digunakan untuk pertanian organik bertambah 13 persen setiap tahun. Sementara itu, data Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) mengatakan, pertanian organik tumbuh 20 persen setiap tahun.
Sebagai gambaran, pada tahun 2000 nilai perdagangan produk pertanian organik mencapai 17,5 miliar dollar AS. Sepuluh tahun kemudian (2010), pangsa pasar produk alami ini mencapai 100 miliar dollar AS.
Tren pertanian dan gaya hidup ini di Indonesia juga mendapatkan tempatnya. Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, dalam kurun sepuluh tahun (1999-2009) terlihat pertumbuhan luas wilayah pertanian organik mencapai 240 persen.
Luas lahan bertambah dari 110.000 km persegi menjadi 370.000 km persegi. Namun, kebutuhan pangan Indonesia masih didominasi makanan konvensional yang dipengaruhi kebiasaan konsumsi makanan masyarakat kebanyakan yang belum berubah.
Indonesia aktif mendorong pengembangan pertanian organik dan meningkatkan daya saing produk organik Indonesia dengan merevisi SNI 6729:2010. Sistem Pangan Organik menjadi SNI 6729:2013. Sistem Pertanian Organik kemudian ditetapkan menjadi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64 Tahun 2013 tentang Sistem Pertanian Organik.
Kebijakan Indonesia dalam pengembangan pertanian organik yang tertuang dalam standar dan regulasi serta berbagai pedoman yang telah disusun diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk-produk organik Indonesia di pasar ASEAN (Permentan, 2013).
Pertanian organik di Indonesia kini kian menggeliat. Departemen Pertanian mengalokasikan dana 4 juta dollar AS untuk program pertanian organik tahun 2007. Sementara tahun 2009 pemerintah menetapkan target untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia pada industri pertanian lokal.
Pemerintah melalui Departemen Pertanian mencanangkan program ”Go Organic 2010” yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen makanan organik utama dunia.
”’Go Organic 2010’ bertujuan menjadikan Indonesia salah satu produsen makanan organik utama dunia”
Mengingat manfaatnya yang besar, masyarakat perlu disadarkan untuk mengganti kebiasaan konsumsi makanan selama ini dengan bahan pangan organik. Sekitar 88,8 persen publik sepakat seharusnya konsumsi bahan makanan organik harus menjadi gerakan nasional.
Apalagi, aneka jenis beras, sayur, buah-buahan, dan daging organik adalah produk pangan yang cukup melimpah di Indonesia dan dapat dikembangkan secara organik jika ada kebijakan dan gerakan nasional yang kondusif.
(Susanti Agustina S/Litbang Kompas)