Bersaing Ketat Masuk PTN
Peta persaingan masuk Perguruan Tinggi Negeri kini terasa lebih sulit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kuota penerimaan mahasiswa baru PTN lewat jalur undangan berdasarkan nilai rapor dikurangi.
Peluang masuk lewat jalur ujian bersama kian ketat seiring meningkatnya jumlah yang mendaftar jalur ujian. Konsekuensinya, pelajar SMA kelas XII harus sungguh-sungguh belajar. Yang menjadi mahasiswa baru PTN, terutama PTN ternama, sudah semestinya memang mahasiswa “pilihan”.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 126 Tahun 2016 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri, mulai tahun 2017 ini, kuota penerimaan untuk setiap jalur penerimaan berubah.
Untuk jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang merupakan seleksi berdasarkan prestasi akademik, kuota yang harus disediakan PTN paling sedikit 30 persen.
Untuk jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) yang merupakan seleksi berdasarkan ujian tertulis, kuota yang harus disediakan juga paling sedikit 30 persen.
Sedangkan untuk jalur seleksi mandiri ditetapkan paling banyak 30 persen.
Jika suatu PTN tidak memiliki jalur seleksi mandiri, komposisi penerimaan untuk SNMPTN dan SBMPTN tergantung kebutuhan dan kebijakan PTN dengan tetap memperhatikan batas minimal 30 persen untuk SNMPTN.
Batas kuota SNMPTN ini terus berubah. Sebelum tahun 2016, batas kuota minimalnya adalah 50 persen. Pada 2016 kuota turun menjadi 40 persen. Tahun ini turun lagi menjadi 30 persen. Tidak tertutup kemungkinan kuota masih akan berubah untuk tahun-tahun ke depan.
Salah satu pertimbangan dikuranginya kuota SNMPTN ini adalah tidak ada jaminan bahwa nilai rapor yang menjadi acuan tersebut murni dan sebenar-benarnya menunjukkan prestasi dan kemampuan akademik siswa. Hal ini karena praktik pengatrolan nilai sering terjadi di sekolah-sekolah.
Pertimbangan dikuranginya kuota SNMPTN ini adalah tidak ada jaminan bahwa nilai rapor yang menjadi acuan tersebut murni dan sebenar-benarnya menunjukkan prestasi dan kemampuan akademik siswa.
Selain itu, keputusan menurunkan kuota SNMPTN ini juga didasarkan pada hasil kajian panitia SNMPTN/SBMPTN. Tim evaluasi dan pengembangan SNMPTN/SBMPTN menyebutkan mahasiswa dari jalur SNMPTN yang Indeks Prestasi Kumulatifnya di atas 2,5 hingga 4,0 jumlahnya 30-35 persen lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa dari jalur SBMPTN.
Padahal, asumsinya jika rapor di sekolah baik dan selalu meningkat, prestasi belajarnya di kampus juga bagus. (Kompas, 14/1/2017).
Untuk tahun 2017 ini, persyaratan pendaftaran SNMPTN bagi SMA/SMK/MA juga diperketat berdasarkan akreditasi sekolah. Untuk sekolah berakreditasi A, kuota yang diberikan adalah sebesar 50 persen siswa terbaik di sekolahnya untuk mendaftar.
Sedangkan untuk sekolah berakreditasi B mendapat kuota 30 persen, sekolah yang berakreditasi C sebesar 10 persen, dan akreditasi lainnya sebesar 5 persen.
Kuota dan persaingan
Perubahan kebijakan penerimaan mahasiswa baru jalur SNMPTN ini menyebabkan perubahan peta persaingan masuk PTN. Data menunjukkan, siswa yang mendaftar lewat SNMPTN terus menurun sejak 2015.
Jika tahun 2015 terdapat 852.093 siswa yang mendaftar, pada 2016 turun sebanyak 26 persen. Pendaftar di tahun 2017 turun lagi 18 persen. Hanya 517.116 siswa yang mendaftar SNMPTN 2017.
Jumlah yang diterima lewat jalur SNMPTN ini pun praktis menurun. Jika pada 2015 terdapat 137.005 siswa yang lolos SNMPTN, tahun 2016 turun cukup banyak menjadi 115.178 siswa (turun 16 persen). Tahun 2017 ini turun lagi 11,5 persen menjadi hanya 101.906 siswa yang lolos SNMPTN.
Menurunnya kesempatan masuk PTN lewat jalur seleksi rapor, ternyata tidak memperbesar kesempatan masuk lewat jalur ujian tertulis. Daya tampung yang tersedia lewat jalur SBMPTN tahun 2017 ini hanya bertambah 1.281 kursi dibandingkan 2016.
Menurunnya kesempatan masuk PTN lewat jalur seleksi rapor, ternyata tidak memperbesar kesempatan masuk lewat jalur ujian tertulis.
Padahal, jumlah yang diterima lewat jalur SNMPTN 2017 berkurang 13.272 kursi dibandingkan tahun sebelumnya. Selisih yang sangat jauh.
Sebagai gambaran, pada tahun 2016 terdapat 115.178 siswa yang diterima dari jalur SNMPTN dan daya tampung yang tersedia untuk SBMPTN sebanyak 126.804 kursi. Artinya, terdapat 241.982 kursi yang tersedia untuk kedua jalur tersebut.
Sedangkan untuk tahun 2017 ini, terdapat 101.906 siswa yang diterima dari jalur SNMPTN dan daya tampung yang tersedia untuk diperebutkan lewat SBMPTN sebanyak 128.085. Artinya, hanya terdapat 229.991 kursi yang tersedia untuk kedua jalur. Angka ini turun lima persen atau 11.991 kursi dibandingkan tahun sebelumnya.
Padahal, dengan berkurangnya kuota lewat SNMPTN, jumlah siswa yang ikut SBMPTN praktis bertambah. Berdasarkan data dari Panitia Pusat SBMPTN 2017, jumlah pendaftar SBMPTN tahun ini sebanyak 797.023 siswa atau naik 9,5 persen dibandingkan tahun 2016.
Dengan daya tampung SBMPTN yang tersedia tidak sebanding dengan pengurangan kuota SNMPTN, persaingan siswa untuk masuk lewat SBMPTN menjadi lebih ketat.
Seleksi mandiri
Untuk tahun 2017 ini, peluang lolos SBMPTN rata-rata menjadi 1:6. Artinya, dari 6 siswa yang mendaftar SBMPTN, hanya 1 siswa yang akan lolos. Tahun sebelumnya, peluang lolos SBMPTN adalah 1:5. Perbandingan peluang ini adalah agregat seluruh PTN. Untuk program studi di PTN ternama tentu persaingannya lebih ketat lagi.
Hal ini menunjukkan persaingan masuk ke PTN baik dari jalur SNMPTN dan SBMPTN sama-sama sulit. Sama-sama ketat.
Berkurangnya daya tampung yang ditawarkan lewat SNMPTN dan SBMPTN ini bisa jadi karena beberapa hal. Pertama, kualifikasi kemampuan akademik siswa banyak yang tidak memenuhi standar PTN.
Kedua, daya tampung program studi di PTN mungkin memang berkurang dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun hal ini sulit dibayangkan terjadi karena kecenderungan program studi lebih sering menambah daya tampungnya ketimbang mengurangi.
Ketiga, PTN bermaksud memperbesar kuota untuk jalur seleksi mandiri. Untuk alasan ini lebih berisiko karena bertentangan dengan Peraturan Menteri Nomor 126 Tahun 2016 yang menggariskan kuota jalur seleksi mandiri paling banyak adalah 30 persen dari daya tampung.
Artinya, daya tampung lewat seleksi mandiri seharusnya lebih kecil ketimbang jalur SNMPTN dan SBMPTN.
Jalur seleksi mandiri menjadi kesempatan terakhir masuk ke PTN secara reguler jika peluang melalui SNMPTN dan SBMPTN sudah tertutup. Seleksi mandiri dibuka biasanya pada bulan Juni hingga Juli sebelum tahun ajaran baru dimulai.
Namun, tidak semua PTN menyediakan jalur seleksi mandiri. Institut Teknologi Bandung, misalnya, salah satu PTN yang tidak membuka seleksi mandiri kecuali untuk mahasiswa internasional atau bagi WNI di luar negeri.
Kini, hasil tes peserta yang tidak lolos SBMPTN, bisa dipertimbangkan jika yang bersangkutan mendaftar lagi di jalur mandiri. Model seperti ini sudah diterapkan di Universitas Sebelas Maret. Berbeda dengan SNMPTN yang tidak dikenai biaya pendaftaran dan SBMPTN yang biaya pendaftarannya sama untuk semua PTN, biaya seleksi mandiri berbeda-beda antarkampus PTN.
Biaya seleksi mandiri berkisar antara Rp 300.000 hingga Rp 500.000. Jika seorang calon mahasiswa menempuh ketiga jalur seleksi ini, berarti untuk biaya pendaftaran saja ia merogoh kocek Rp 500.000 hingga Rp 700.000.
PTN rupanya tidak saja ketat dalam persaingan, tetapi dari segi biaya pendaftaran juga tergolong mahal.[caption id="attachment_834722" align="alignnone" width="600"] Para lulusan SLTA yang tidak lolos Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2010 kembali mendaftarkan diri untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur mandiri di Universitas Negeri Yogyakarta, Senin (19-07-2010).[/caption]
Perjuangan agar bisa menjadi mahasiswa PTN rupanya tidak saja ketat dalam persaingan, tetapi dari segi biaya pendaftaran juga tergolong mahal. (GIANIE/LITBANG KOMPAS)